Masa pandemi Covid-19 mengubah kehidupan seluruh umat manusia. Sejak pandemi Covid-19 muncul setahun yang lalu, isu tentang kesehatan semakin banyak diperbincangkan. Salah satunya isu tentang kesehatan mental. CDC melaporkan sebanyak 31% penduduk Amerika Serikat mengalami gangguan kecemasan dan depresi sejak tahun 2020 saat pandemi Covid-19 melanda (Resnick, 2020). Hal ini juga terjadi pada masyarakat Indonesia yang dilaporkan sebanyak 63% responden mengalami kecemasan dan 66% mengalami depresi akibat pandemi covid-19 (Winurini, 2020). Kondisi tersebut kemudian membuat penyedia layanan kesehatan mental perlu mengulurkan tangan walau sedang berada dalam kondisi social distancing.

Sebelum pandemi Covid-19, layanan kesehatan mental melalui media digital sudah cukup banyak diberikan, misalnya melalui aplikasi penyedia konseling jarak jauh. Saat memasuki pandemi Covid-19, interaksi melalui media digital menjadi semakin sering dilakukan termasuk pemberian layanan kesehatan mental. Berbagai praktisi kesehatan mental mulai dari psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan konselor menyediakan layanan kesehatan melalui media digital seperti melalui text message, voice call,danvideo call.

Feijt et. al (2020) melakukan penelitian kepada tenaga kesehatan mental profesional di Belanda dalam memberikan layanan kesehatan mental melalui media digital di masa pandemi Covid-19 ini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat kendala teknis dan tantangan membangun rapportdengan klien dalam proses pemberian layanan kesehatan mental tersebut. Selain itu, juga dilaporkan bahwa tidak semua kasus atau klien dapat dibantu melalui media digital.

Meskipun demikian penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ada kelebihan dari proses pemberian layanan kesehatan mental melalui media digital, yaitu adanya efektivitas dan fleksibilitas yang baik, serta kemudahan akses yang dapat dilakukan dari lokasi yang berjauhan. Abrams (2020) menggambarkan bahwa proses tele-therapymerupakan salah satu layanan kesehatan mental yang efektif dilakukan untuk kasus-kasus yang terjadi di Amerika Serikat. Meskipun demikian, ada isu yang tetap perlu dipertimbangkan dalam proses pelaksanaannya.

Ashley Bastini (dalam Calkins, 2021), seorang asisten profesor Departemen Konseling, Psikologi Pendidikan dan Penelitian di University of Memphis menjelaskan di dalam penelitiannya bahwa kehadiran fisik ataupun melalui media digital seorang praktisi (psikolog, psikiater, dsb) memberikan dampak yang serupa terhadap kondisi klien. Hal ini menunjukkan bahwa telekonseling atau penyediaan layanan kesehatan mental melalui media digital memiliki peluang untuk terus dilakukan dan dikembangkan.

Di Indonesia sendiri, layanan kesehatan mental melalui media digital juga sudah banyak dilakukan. Arjadi (2021) menjelaskan bahwa intervensi psikologis melalui media digital memiliki tingkat efektivitas yang cukup di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah pemberian intervensi aktivasi perilaku melalui internet untuk depresi (Arjadi et. al, 2018) di Indonesia. Hal ini membuka peluang yang besar bagi para peneliti untuk semakin mengembangkan penelitian terkait efektivitas dari pemberian layanan kesehatan mental melalui media digital.

Perkembangan pemberian layanan kesehatan mental melalui media digital ini semakin didukung dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Praktik layanan kesehatan mental melalui media digital ini pun menjadi salah satu kebutuhan yang cukup banyak peminatnya di Indonesia. Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk menyesuaikan diri dengan layanan kesehatan mental melalui media digital ini.

Muncul dan meningkatnya pandemi Covid-19, pemberian layanan kesehatan mental melalui media digital menjadi hal yang normal dilakukan. Dalam menyikapi dampak pandemi Covid-19, HIMPSI Pusat dan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia dari hampir seluruh wilayah di Indonesia menyediakan layanan konseling online gratis bagi masyarakat Indonesia yang memiliki keluhan-keluhan psikologis, khususnya terkait pandemi Covid-19 melalui program SEJIWA dengan layanan hotline 119 ext. 8.

Selain itu, banyak juga pihak-pihak lain yang peduli terhadap isu kesehatan mental memfasilitasi para praktisi kesehatan mental untuk melakukan telekonseling melalui aplikasi-aplikasi pihak ketiga seperti halodoc dan sebagainya. Gerakan ini menunjukkan kerelaan para praktisi kesehatan mental, khususnya para psikolog untuk memberikan layanan kesehatan mental melalui media digital yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.

Perkembangan riset dan praktik yang linier ini kemudian semakin memberi peluang bagi para peneliti dan praktisi untuk memperdalam kajian tentang pemberian layanan kesehatan mental melalui media digital ini. Diharapkan dengan semakin diperdalamnya kajian tentang pemberian layanan kesehatan mental melalu media digital ini, para praktisi kesehatan mental dapat memiliki dasar-dasar yang semakin kuat, sesuai, dan up to date dengan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.