Hari Sabtu (23/2) kemarin bagi saya adalah sebuah pengalaman sekaligus perwujudan mimpi menjadi kenyataan. Di mana saya akhirnya bisa melihat Honne, yang mana adalah salah satu dari lineup dari Lalala Festival. Tapi memang untuk meraih mimpi terkadang perlu sebuah perjuangan. Dan perjuangan itu tidak hanya milik saya, tapi juga ditujukan bagi pihak panitia agar kiranya tahun mendatang baik panitia penyelenggara Lalala Festifal maupun penonton bisa bertumbuh serta berkembang dalam menanggapi segala sesuatu dengan baik. Serta bisa melakukan persiapan dengan matang, baik dalam proses penyelenggaraan maupun ketika mau datang dan menonton sebuah festival.

Di sinisaya akan membagi tiga pelajaran yang perlu sama-sama dipelajari oleh penyelenggara dan penonton Lalala Festifal.

1. Seharusnya materi promosi yang disebar sesuai dengan realita penyelenggara.

Saya sejujurnya tertarik dengan konsep yang diberikan oleh pihak penyelenggara. The International Forest Music Festival. Makanya saya berani untuk membeli tiket karena terpincut oleh konsep yang diajukan dari pihak panitia.

Tetapi seharusnya saya juga bisa menurunkan ekspektasi yang saya bayangkan dalam imajinasi saya sendiri. Sebab barangkali perjalanan sebuah festival agar menjadi besar seperti Woodstock Festival agaknya perlu waktu, persiapan yang matang, juga harus berani melakukan kesalahan, sekaligus juga rela mengakui bila seandainya terjadi kesalahan.

2. Seharusnya penjelasan regulasi mengenai tiket dan penjemputanharus jelas dan jernih.

Buat saya hal ini menjadi penting karena dari faktor kecil ini bisa menjadi penentu awal, apakah sebuah penyelenggaraan festival ini bisa dianggap sudah siap atau belum? Tapi dari penglihatan saya selama mengikuti prosedur yang diberikan oleh panitian, saya ternyata sudah mencatat dua hal yang perlu dipelajari oleh pihak panitia.

Pertama,tiket early bird.Seharusnya ada kejelasan atau solusi bila stock tiket early bird sudah habis. Jangan tiba-tiba penonton yang membeli tiket early entry harus dibebankan dengan membayar Rp250.000 hanya untuk meng-upgrade status tiketnya menjadi regular tiket. Saya tentu mengerti perasaan mereka bila tiba-tiba ditodong hal seperti itu. Mereka, para penonton, jelas tidak memiliki pilihan lain sebab mereka sudah menempuh perjalanan jauh, juga angan-angan untuk menonton salah satu artis yang mereka idolakan. Tetapi bukan berarti pihak panitia bisa mengambil keputusan seperti itu. Karena nantinya para penonton tentu akan dengan mudah berkomentar di sosial. Jadi seharusnya tahun depan panitia bisa memberikan solusi juga cara berkomunikasi yang enak bagi penonton.

Kedua, janji penjemputan bus/shuttle dari guide depan sampai menuju venue, yang mana bila ditempuh dengan jalan kaki memang ternyata mencapai 2Km dan dengan rute perjalanan menanjak. Kalau saya tidak masalah bila harus menunggu dua setengah jam karena saya sadar jenis tiket saya adalah regular, tapi ini akan berasa tidak adil bagi yang membeli tiket VIP. Seharusnya panitia memprioritaskan mereka yang membeli tiket VIPkarena para pemilik tiket VIP sudah tentu mereka mengharapkan cara penanganan yang benar dan professional, sebab mereka sudah membayar lebih dibanding yang lain.

Seharusnya panitia sudah mengantisipasi bila seandainya bus atau shuttle dari venue sudah tidak bisa datang menjemput kami, para penoton dengan jenis tiket yang berbeda, yang kebetulan masih bersedia menunggu di guide depan festival. Seharusnya ada solusi yang cepat diambil. Barangkali salah satunya adalah dengan memberitahukan kondisi yang terjadi kepada para penonton. Supaya kami mengerti dan tahu kondisi. Jangan pura-pura mengambil tindakan, namun nyatanya tidak ada langkah solusi yang diambil sama sekali.

Ini seharusnya tidak bisa diberlakukan kepada kami. Sebab biar bagaimanapun kami punya hak untuk meminta fasilitas yang dijanjikan. Sebab bila tidak ada kami, penyelenggaraan Lalala Festival bisa jadi tidak akan terselenggara. Jadi seharusnya kita sama-sama bisa mengerti karena pada akhirnya masalah dari semua ini hanya berpangkal dari cara komunikasi yang tidak jelas dan jernih dari panitia kepada kami, para penonton dengan berbagai jenis tiket.

3. Seharusnya kita, para penonton, bisa berlaku baik kepada siapapun.

Saya dan para penonton lain seharusnya bisa berlaku dewasa dan jangan seperti anak-anak yang merengek kepada orang tua akibat tidak diberikan mainan oleh mereka. Kenapa? Karena saya mencatat tiga hal penting yang perlu kita pelajari sebagai penonton festival yang budiman.

Pertama, sebarkanlah kicauan positif di sosial media. Kedua, jangan buang bekas jas hujan di sembarangan tempat. Ketiga, pulanglah dengan hati bersuka cita, sebab kita sudah bisa menonton artis idola kita dengan suasana berbeda. Di mana kita yang biasa menonton konser di dalam ruangan, namun kali ini kita bisa menonton sebuah konser di hutan.

Maka dari itulah saya mengimbau kepada pihak panitia dan penonton Lalala Festival agar bisa belajar bertumbuh dan berkembang dengan baik. Supaya industri hiburan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan berkembang pesat. Sampai jumpa, jangan lupa menyebar kebaikan hari ini.