100% suku Inuit dan beberapa suku di pesisir Arktik bisa meninggal karena puasa. Bagi suku-suku ini, puasa hanya dalam beberapa jam saja bisa sangat menyiksa. Sebagai gantinya, mereka justru kebal terhadap segala jenis penyakit jantung atau kardiovaskular yang seringkali menjadi momok menakutkan masyarakat modern.

Selama ribuan tahun hidup di lingkungan ekstrem di mana satu-satunya sumber makanan adalah daging, suku Inuit mengembangkan adaptasi untuk hidup dengan konsumsi makanan berlemak dan protein tinggi tapi rendah karbohidrat.

Berpuasa dapat menyebabkandampak buruk bagi tubuh orang Suku Inuit.

Berbeda dengan orang di belahan dunia lain di mana penyakit jantung dan kardiovaskular dianggap mengerikan, masyarakat Inuit kebal terhadap penyakit semacam ini karena mereka menggunakan lemak sebagai sumber panas tubuh alih-alih sebagai sumber energi cadangan. Hal ini disebabkan karena organ hati mereka tidak menyimpan lemak sebagai cadangan energi sebagaimana pada umumnya. Sebagai akibat dari kurangnya cadangan energi ini, masyarakat Inuit harus sering mengonsumsi makanan ringan di antara jam makan dan tidak bisa berpuasa walau hanya beberapa jam.

Berhenti mengonsumsi makanan dalam beberapa jam, membuat tubuh orang Inuit mengalami kondisihypoketotik-hypoglikemiayang umumnya dijumpai pada penderita diabetes parah.Hal ini karena pada orang Inuit, gen yang menyandikan enzim CPT1A mengalami mutasi. Enzim ini berfungsi untuk mengubah cadangan lemak hati menjadi sumber energi saat tubuh tidak mendapatkan asupan glukosa, misalnya saat berpuasa atau tidur panjang di malam hari.

Angka kematian bayi pada suku Inuit yang tinggal menetap lebih tinggi daripada mereka yang hidup dengan berburu.

Di luar suku Inuit, defisiensi enzim ini seringkali menyebabkan kematian mendadak pada bayi. Kecenderungan gen ini muncul di orang Eropa hanya sekitar 2% dibandingkan 100% pada suku Inuit (seluruh individu populasi).Hal ini tidak terlepas dari diet tinggi protein suku Inuit. Selain rumput laut, isi perut mamalia darat seperti Caribou adalah sedikit contoh dari sumber karbohidrat suku Inuit.

Tubuh membutuhkan glukosa (gula darah) untuk kebutuhan energi, bahkan otak dan sel darah merah hanya bisa mengandalkan glukosa, bukan lemak atau protein.Daging mengandung banyak protein dan lemak tapi sangat sedikit sumber gula (glikogen dan glukosa). Suku Inuit hanya mengonsumsi daging dalam beberapa bulan yang dingin. Mereka beradaptasi dengan memaksimalkan fungsi hatinya hanya untuk mengubah protein menjadi glukosa (Glukoneogenesis). Sedangkan lemak digunakan di otot dan jaringan lainnya sebagai sumber panas tubuh.

Pada kebanyakan manusia, glukoneogenesis ini hanya terjadi untuk memenuhi kebutuhan glukosa otak saat tidak mendapatkan asupan glukosa dalam waktu sangat lama, misalnya saat mengalami kelaparan, hal ini dilakukan dengan cara menggunakan protein otot atau bahkan jantung sebagai sumber energi.Dalam banyak hal, adaptasi diet suku Inuit lebih mirip dengan yang terjadi pada hewan karnivora ketimbang masyarakat lain pada umumnya.

Seiring perkembangan zaman, suku Inuit hidup semakin menetap dan pola dietnya pun bergeser menjadi berbasis karbohidrat sebagaimana pada umumnya yang terjadi pada masyarakat modern. Inilah yang seringkali menimbulkan masalah kesehatan tersendiri bagi masyarakat Inuit. Bahkan beberapa survei menunjukkan angka kematian bayi pada suku Inuit yang tinggal menetap lebih tinggi daripada mereka yang hidup dengan berburu.