Indonesia bau-baru ini memang dilanda duka. Belum habis duka kita untuk gempa di Lombok, disusul dengan gempa di Palu, kemudian datang berita duka dari penerbangan bahwa pesawat Lion Air JT610 jatuh pada 29 Oktober 2018. Dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di penghujung tahun 2018 di atasyang menimbulkan banyak korban, ada beberapa jenazah dalam kondisi yang sulit dikenali sehingga dibutuhkan identifikasi untuk menentukan identitas korban.
Identifikasi adalah suatu prosedur dalam menentukan identitas seseorang baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan antara beberapa data yang dimiliki seseorang sebelum meninggal, bisa disebut data antemortem, dengan data yang didapatkan dari individu yang telah meninggal, bisa disebut data postmortem.
Identifikasi dapat berhasil dilakukan apabila adanya kecocokan data antemortem dengan data postmortem. Metode identifikasi sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Metode primer didapatkan dari sidik jari, gigi, dan DNA sedangkan metode sekunder didapatkan dari barang-barang yang dipakai oleh korban seperti baju, perhiasan, dan lain-lain. Metode sekunder juga bisa didapatkan dari dari foto korban semasa hidup dan juga rekam medis.
Perlu kalian ketahui, forensik sendiri merupakan ilmu pengetahuhan yang meliputi berbagai macam disiplin ilmu seperti bidang kimia, biologi, fisika, dan lain-lain dengan tujuan menemukan titik terang dari sebuah masalah atau kasus. Odontologi forensik merupakan salah satu cabang ilmu forensik yang mempelajari gigi geligi pada manusia untuk identifikasi. Gigi merupakan bagian tubuh yang penting dalam identifikasi karena gigi merupakan jaringan paling keras yang ada pada tubuh manusia. Dalam kasus kebakaran misalnya, korban ditemukan dengan luka bakar yang sangat parah sehingga sidik jari telah rusak dan tidak dapat teridentifikasi. Tapi kita bisa mengidentifikasi korban melalui gigi geliginya karena gigi dapat bertahan dalam suhu yang sangat panas sehingga gigi tidak hancur dan dapat dilakukan identifikasi.
Selain itu gigi tidak mudah mengalami dekomposisi atau pembusukan. Korban yang tenggelam di laut selama beberapa hari, kemungkinan akan terjadi kesulitan dalam identifikasi menggunakan sidik jari karena pola sidik jari sudah mulai rusak. Pemeriksaan DNA bisa digunakan untuk proses identifikasi namun mengingat biaya pemeriksaan yang tidak murah, maka identifikasi melalui gigi geligi diprioritaskan terlebih dahulu. Jika melalui pemeriksaan sidik jari tidak memungkinkan, lalu melalui gigi geligi juga tidak bisa dilakukan karena mengalami kemungkinan bagian tubuhnya yang terpencar, barulah pemeriksaan DNA dilakukan.
Banyak informasi yang dapat diketahui dari gigi, seperti memperkirakan ras dan juga usia. Sifat individualitas pada gigi sangat tinggi sebab setiap orang mempunyai sejumlah 32 gigi sehingga pasti memiliki ciri khas tersendiri. Apalagi jika orang tersebut pernah melakukan perawatan ke dokter gigi, maka ia akan memiliki rekam medis giginya. Setiap perawatan pasti terekam dalam status medis yang terdapat pada dokter gigi yang merawatnya seperti gigi mana saja yang telah dicabut, gigi mana saja yang ditambal, memakai bahan apa tambalannya, apakah dibuatkan gigi palsu, bahan apa yang digunakan untuk gigi palsunya, dan lain-lain.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan giginya membuat masyarakat masih enggan pergi ke dokter gigi untuk memeriksakan kondisi gigi geliginya. Padahal dengan periksa rutin ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali, selain bisa menjaga kesehatan giginya, masyarakat juga akan memiliki rekam medis gigi. Namun kendala berikutnya adalah tidak semua dokter gigi memiliki data rekam medis gigi pasien yang lengkap. Untuk itu diharapkan semua dokter gigi di Indonesia membuat data rekam medis gigi pasien yang lengkap, seperti foto profil gigi, cetakan gigi, foto rontgen, catatan keadaan gigi geligi pasien, dan catatan perawatan yang telah dilakukan. Masyarakat juga dihimbau untuk memeriksakan giginya ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali. Dengan demikian masyarakat Indonesia akan memiliki data antemortem yang baik.
Ditulis oleh: Beta Novia Rizky
Mahasiswa Ilmu Forensik
Sekolah Pascasarjana Unair