Banyak hal menarik yang terjadi di dunia musik Tanah Air, salah satunya hadirnya RUU Permusikan yang baru-baru ini menggemparkan pelaku juga penikmat musik Tanah Air.Danilla Riyadi, Jerinx (Superman Is Dead), Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca), Rara Sekar, Jason Ranti, dan sejumlah musisi lainnya bergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikankoalisi yang menyatakan bahwa mereka menolak Rancangan Undang-undang tersebut dikarenakan beberapa alasan seperti RUU tersebut dinilai dapat membatasi kreativitas dalam bermusik, sumber acuan dalam membuat RUU tidak kredibel, dan lain sebagainya.

Pada 28 Januari 2019 lalu, sejumlah musisi menemui anggota DPR untuk menyatakan penolakan mereka serta melakukan dialog mengenai RUU tersebut.Salah satu pasal yang bermasalah yakni pasal 5, mengenai proses kreasi musisi yang bunyinya sebagai berikut:

Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:

a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

b. Memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;

c. Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/ atau antargolongan;

d. Menistakan, melecehkan, dan/ atau menodai nilai agama;

e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;

f. Membawa pengaruh negative budaya asing; dan/ atau

g. Merendahkan harkat dan martabat manusia.

Beberapa pasal tersebut dinilai dapat membatasi proses kreasi musisi dan dapat di-pelintir oleh oknum dan siapa saja yang tidak suka dengan karya mereka. Alih-alih musisi hadir sebagai orang yang kreatif, peka terhadap isu-isu sekitarnya dan memberi pandangan yang baru bagi masyarakat melalui musik, kreativitas musisi itu malah dapat menjadi batu sandungan bagi sang musisi dan musisi itu sendiri dapat terjerat karena adanya pasal ini.

Selain itu, bagi Rara Sekar, Rancangan Undang-undang Permusikan ini dinilai tidak akademis, Membaca naskah akademik ini membuat saya sedih. Selain latar belakang, identifikasi masalah dan kerangka teoretis yang membingungkan, interpretasi naskah ke dalam pasal-pasal yang tidak nyambung, secara keseluruhan naskah ini juga memprihatinkan karena tidak memenuhi kaidah-kaidah akademik, misal, salah satu sumber untuk teorinya diambil dari makalah siswa yang diunggah di Blogspot?, seperti apa yang dikutip penulis dari akun instagram @rarasekar pada Minggu, (4/2).

Haruskah ada RUU Permusikan di Tanah Air?

(source: instagram.com/koalisinasionaltolakruup)

Sedangkan Danilla Riyadi juga lantang menolak RUU Permusikan karena RUU ini dinilai berpretensi mengeliminir kreativitas musisi dalam berkarya, seperti yang ditulisnya pada petisi #TolakRUUP, RUU Permusikan itu tidak perlu dan justru berpotensi merepresi musisi.

Begitu pula Jerinx (Superman Is Dead) yang tak kalah lantang meneriakkan penolakannya, bahkan banyak netizen menjadi peka dan ikut menyelidiki berita mengenai RUU ini karena postingan-postingan Jerinx yang cukup masif di instagramnya. Bagi Jerinx, musisi berbicara melalui musik, bukannya sesederhana buat musik untuk uang. Dan Jerinx berharap banyak yang akan berpartisipasi menolak RUU Permusikan ini, seperti yang diunggahnya pada instagram @jrxsid pada Kamis (31/1), Saran saya: semua musisi, apapun genre dan latar belakang budayamu harus kompak melawan RUU ini.

Sementara itu, Erix Soekamti, musisi yang masih meyakini bahwa RUU ini masih dapat diperbaiki, Lalu apanya yang direvisi? Ya jelas isinya wong semua gak setuju. Seperti dikutip penulis dari instagram @erixsoekamti pada Selasa (4/2).

Tetapi bagi Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan tersebut, lebih baik menolak daripada merevisi karena RUU ini dinilai tidak perlu. RUU ini dapat menciptakan ekosistem musik Tanah Air menjadi ekosistem yang kaku dan represif. Sejauh ini, koalisi ini menemukan setidaknya ada 19 pasal dalam RUU Permusikan yang bermasalah, yaitu pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, dan 51.

Koalisi ini juga melihat adanya keberpihakan RUU ini ke industri besar saja dan memarjinalisasi musisi indie atau independen dengan dibuatnya peraturan wajib sertifikasi dan distribusi karya musik yang jelas-jelas hanya bisa dieksekusi oleh industri besar. Sampai hari ini, koalisi tersebut juga sepakat bahwa mereka akan terus mengawal proses ini.

Pada akhirnya, ada perbedaan kacamata dalam melihat musik. Ada yang memaknai musik sebagai ritual, ekspresi, ada pula yang menjadikannya untuk kepentingan komersil, dan lain sebagainya.

Musik, sama seperti bentuk seni lainnya merupakan wadah ekspresi bagi pelaku dan penikmatnya, karena begitu luas dan kayanya pengalaman manusia. Seni mampu menangkap kekayaan pengalaman itu. Oleh karena itu, peraturan atau upaya apapun yang dibuat untuk membuatnya menjadi sesuatu yang rigid agaknya merupakan upaya yang mengerdilkan kekayaan pengalaman itu.

Semoga proses ini berjalan lancar dan mencapai kesepakatan yang membahagiakan dan adil untuk setiap pihak terkait. Yang terpenting adalah musik Tanah Air jangan sampai kehilangan eksistensinya. Musik adalah sesuatu yang ideal, semoga proses kreasi terus berjalan sebagai bagian dari majunya peradaban masyarakat Indonesia. Terus berkarya dan semangat, individu-individu kreatif Tanah Air!