Jika mendengar mengenai pebulu tangkis Indonesia spesialis ganda campuran, mungkin yang muncul di benakmu adalah Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Wajar memang, pasalnya pasangan yang akrab disapa Owi/Butet itu berhasil mengembalikan tradisi medali emas bulu tangkis Indonesia pada ajang Olimpiade.

Setelah tak satu pun atlet bulu tangkis Indonesia membawa pulang medali pada Olimpiade London 2012, Owi/Butet sukses merengkuh medali emas pada Olimpiade Rio 2016. Terasa lebih istimewa karena medali emas tersebut diraih tepat pada 17 Agustus, saat peringatan 71 tahun Indonesia merdeka. Nama Owi/Butet pun semakin dikenal.

Owi/Butet memang menjadi unggulan pertama Indonesia di sektor ganda campuran. Namun, Indonesia juga pernah punya pasangan ganda campuran yang tak kalah mumpuni kemampuannya. Praveen Jordan/Debby Susanto. Keduanya memang belum pernah mendapat gelar di Olimpiade ataupun kejuaraan dunia. Namun, sederet prestasi yang mereka raih tak bisa dipandang sebelah mata. Satu di antaranya bahkan di ajang sekelas All England.

Pada All England 2016 yang digelar di Birmingham, Inggris, Praveen/Debby sukses menjadi juara setelah menundukkan pasangan asal Denmark Joachim Fischer Nielsen/Christinna Padersen. Praveen/Debby yang kala itu menduduki peringkat delapan dunia mampu mengalahkan pasangan peringkat lima dunia itu lewat dua set langsung, 21-12 dan 21-17.

Kendati berstatus sebagai pemain non-unggulan, pasangan yang sama-sama berasal dari perkumpulan bulu tangkis (PB) Djarum tersebut mampu melibas para pemain yang peringkatnya jauh di atas mereka. Bahkan, di babak semifinal, ganda campuran asal China peringkat satu dunia Zhang Nan/Zhao Yunlei harus mengakui keunggulan Praveen/Debby.

Mengutip video Insight with Desi Anwar dari kanal YouTube CNN Indonesia, Debby mengatakan, tidak ada trik khusus untuk meraih kemenangan di All England. Keyakinanlah yang mengantarkan mereka menjadi juara. Kita punya keyakinan lebih bahwa ini adalah kesempatan kita untuk menang, ujar Debby.

Flashback duet sukses Praveen-Debby di dunia bulu tangkis

Praveen menambahkan, berhadapan dengan pemain-pemain unggulan justru membuatnya tidak ingin kalah. Masa kita mau kalah (dari pemain unggulan)? Coba fight dulu aja gitu, ujar pemain yang akrab disapa Ucok itu.

Saat bertanding di babak final All England, Praveen dan Debby sepakat untuk tidak menganggapnya sebagai babak final, melainkan seolah-olah bertanding di babak pertama. Ini bertujuan agar keduanya bisa menikmati permainan dan tidak terbebani dengan gelar juara.

Menurut Debby, kelemahan pebulu tangkis Denmark dan pebulu tangkis Eropa pada umumnya ialah emosi mereka mudah tersulut dan mudah dipengaruhi lawan. Apalagi, tambah Praveen, dengan tipe permainan pebulu tangkis Indonesia yang suka melakukan pukulan tipu-tipu, emosi pebulu tangkis Eropa cepat naik.

Pemain Eropa nggak suka dengan tipe permainan pemain Indonesia. Disangka (bola) ke sini, tapi (malah) ke sana bolanya. (Dibandingkan pemain Eropa), pemain Indonesia lebih lihai membaca situasi di lapangan, kata Praveen.

Duel sengit SEA Games.

Satu tahun sebelum menang di All England, Praveen/Debby berhasil meraih medali emas pada pesta olahraga se-Asia Tenggara, SEA Games 2015 yang dihelat di Singapura. Di babak final, keduanya mengandaskan pasangan asal Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying lewat rubber game.

Duel Praveen/Debby vs Chan/Goh berlangsung sengit sejak awal. Setelah kalah tipis di set pertama dengan skor 18-21, Praveen/Debby mampu membalikkan keadaan di set kedua dengan skor 21-13. Nah, saat set ketiga, pertandingan menjadi semakin sengit. Saat itu, sempat terjadi deuce hingga empat kali.

Flashback duet sukses Praveen-Debby di dunia bulu tangkis

Praveen/Debby yang sudah unggul 20-19 terpaksa harus menunda kemenangan karena Chan/Goh berhasil menyamakan kedudukan. Susul-menyusul skor terus terjadi antara kedua pasangan. Saat skor berubah menjadi 24-23 untuk keunggulan pasangan Indonesia, saat Chan dan Goh berlari ke arah yang sama untuk menangkis bola dari Debby, Praveen berhasil melancarkan serangan ke area yang tidak dijangkau lawan. Indonesia pun sukses menutup set ketiga itu dengan skor 25-23.

Setelah beberapa kali deuce dan gold medal point, akhirnya Praveen/Debby memastikan medali emas SEA Games untuk Indonesia. Penulis bisa membayangkan betapa lega dan bahagianya mereka usai memenangi set ketiga yang berlangsung super alot itu.

Kalau ada waktu, tidak ada salahnya kamu membuka YouTube dan menonton video pertandingan Praveen/Debby vs Chan/Goh di babak final SEA Games 2015. Dijamin, kamu akan senam jantung dan gemas sendiri saat menonton duel kedua pasangan, lebih-lebih di set ketiga.

Setelah tiga tahun berpasangan, keduanya dipisah.

Mundur satu tahun lagi dari kemenangan di SEA Games, pada 2014 Praveen/Debby berhasil menyumbang gelar untuk Indonesia di ajang Asian Games yang digelar di Korea Selatan. Bukan medali emas memang, melainkan perunggu.

Meskipun demikian, raihan tersebut tetap layak diapresiasi lebih-lebih karena di tahun yang sama pula Praveen/Debby baru dipasangkan. Sekalinya dipasangkan langsung bisa menyabet gelar di ajang sekelas ajang Asian Games. Ini tentu menjadi catatan prestasi yang baik bagi keduanya.

Selain ketiga gelar di atas, Praveen/Debby juga berhasil naik podium juara pada turnamen Korea Terbuka 2017 dan India Terbuka 2016. Mereka pun mernah mencicipi bermain pada Olimpiade Rio 2016 walaupun hanya sampai perempat final. Saat itu keduanya kandas di tangan Owi/Butet.

Kini, tidak ada lagi duet Praveen/Debby. Pada 2018, keduanya bermain dengan pasangan baru. Praveen dengan Melati Daeva, sedangkan Debby dengan Ricky Karandasuwardi. Bahkan, setelah turnamen Perancis Terbuka 2018, Debby malah akan berganti pasangan lagi, yakni dengan Rinov Rivaldy.

Dengan sederet prestasi yang berhasil ditorehkan, cukup disayangkan melihat Praveen/Debby harus dipisah. Keduanya sudah klik sebagai pasangan saat bermain di lapangan. Debby yang bergerak lincah di depan net, sementara Praveen melakukan smes-smes keras di lapangan belakang. Saat di lapangan, Debby pun kerap menenangkan Praveen dengan berkata, sabar, sabar. Ini bisa dilihat saat babak final All England 2016.

Di kolom komentar video babak final All England 2016 yang ada di YouTube, beberapa netizen mengatakan bahwa mereka ingin melihat Praveen dan Debby dipasangkan lagi. Mereka rindu dengan duet Praveen/Debby.

Sebenarnya Debby/Praveen udah pas. Kenapa dirombak lagi, ya?

Pasangkan mereka kembali, dong.

Sebenarnya kalian bisa, tapi, kok, pasangan ini dipisah. Kenapa, ya? Padahal, tinggal diasah, smes Praveen dah wow.

Pengen banget Kak Jordan dan Kak Debby duet lagi dengan semangat yang seperti ini.

Padahal, Praveen/Debby bagus. Malah ganti pasangan.

Kenapa PraDeb sekarang dipisah?

Andai saja tetap dipasangkan dan kemampuan mereka terus diasah, mungkin Praveen/Debby bisa menjadi the next Owi/Butet. Namun, keputusan tetap keputusan. Akankah dengan pasangan yang baru, Praveen dan Debby bisa menorehkan prestasi seperti ketika mereka masih berpasangan? Kita doakan saja. Well, Ucok and Ci Debby, you sure will be missed!