Pada awal 2020 kita disuguhi film remaja khas anakSMA dari MD Pictures yang sutradara sekaligus penulis naskahnya yaitu Fajar Nugros. Film dengan judul Dignitate: Ketika Terlalu Gengsi Menyatakan Rasadiambil dari novel berjudul sama karangan Hana Margaretha yang ia publikasikan pertama kalinya di aplikasi baca online terkenal, Wattpad.

Film ini memasangkan artis yang cukup bisa untuk menggambarkan tokoh novelnya, yaitu Al-Ghazali sebagai Alfi dan Caitline Halderman sebagai Alana. Ditambah lagi pemeran dari bintang kelas atas hingga rising star seperti Giorgino Abraham, Teuku Ryzki, Sophia Latjuba, Lania Fira, Dinda Kanya Dewi dan Sonia Alyssa. Dignitate sudah mulai tayang di Bioskop Indonesia sejak tanggal 23 Januari 2020.

Dignitate: Drama remaja yang terlihat manis tetapi cukup kompleks

Sinopsis.

Karena film ini dibuat dari sebuah buku, maka saya akan memberikan dua versi sinopsis dari novel dan filmnya.

Versi novel.

Lelaki ganteng dengan segala kemampuan yang ia punya. Jenius, jagoan, disegani banyak orang, dan mampu menaklukkan banyak hati perempuan karena ketampanannya. Sayangnya, Alfi terkenal galak. Nggak pernah sehari saja nggak bikin orang lain sakit hati dengan ucapannya, selalu sarkatis, pedas, penuh kecaman dan menohok pada lawan bicaranya. Dia juga terkenal sadis, apalagi dengan orang-orang yang mengganggu ketenangannya.

Si ganteng yang bengis, itulah julukan yang cocok diberikan pada sosok Genta Denalfian alias Alfi.Tetapi, ada satu kekurangan yang Alfi miliki. Dia belum pernah pacaran, belum pernah merasakan pahit manisnya jatuh cinta terhadap perempuan. Hanya Alana Caroline, perempuan mungil yang sangat manis dan ceria itu yang mampu menghancurkan pertahanan Alfi untuk tidak memberi hati pada para perempuan.Sayangnya, Alfi terlalu gengsi untuk menyatakan perasaannya pada Alana.

Versi film.

Alfi seorang siswa di SMA Sanjaya yang terkenal sarkas, dingin, galak bahkan sampai mendapat julukan GGS alias ganteng-ganteng seram. Walau terkenal bukan sosok cowok menyenangkan namun tidak membuat siswi-siswi di sana berhenti menyukainya. Sayangnya Alfi hanya fokus pada prestasinya saja. Sampai datang seorang siswi baru bernama Alana yang periang, baik dan polos di sekolah Alfi.

Karena kepribadiannya yang bertolak belakang jadi membuat Alfi dan Alana selalu bertengkar. Hingga keceriaan Alana seketika hilang saat hadir sosok lelaki bernama Regan yang tak lain adalah mantannya. Regan adalah anak jalanan yang tergabung dalam geng motor dan sangat disegani, dia juga mempunyai kehidupan yang sangat kelam. Alana memilih untuk pindah sekolah bahkan pindah rumah hanya untuk menghindari Regan ditambah mamanya yang sangat over protektif terhadapnya, namun Regan berhasil menemukannya.

Saat Alfi tahu kalau Alana merasa trauma terhadap Regan, dia berusaha melindungi Alana. Dan berkat usaha dari Keenan (sahabat Alfi) akhirnya Alfi semakin dekat sampai akhirnya menaruh hati pada Alana. Alana semakin yakin melupakan masa lalunya dengan Regan dan mencoba membuka hatinya ke Alfi. Tapi kebahagiaan Alana harus pupus saat Sabitha, teman satu sekolahnya yang kesuciannya direnggut paksa oleh Regan mulai membuka semua rahasia tentang Regan, bahkan dia juga menyebutkan kalau Regan tak lain adalah kakak kandung Alfi.

Ulasan.

Genre drama remaja (FTV) sangat digandrungi oleh remaja remaja tanggung yang sedang duduk dibangku SMP-SMA. Tak jarang juga film-film cheesy dengan genre ini mampu menarik perhatian hinga melebihi angka 500 ribu penonton (trilogi Dilan, trilogi Dear Nathan). Hal ini dianggap sebagai suatu yang sangat potensial bagi movie production seperti MD Pictures yang memfilmkan novel ini.

Memakai sutradara sekaligus penulis naskah terkenal, Fajar Nugros mencoba merangkai kisah cinta yang terbilang rumit dari sosok Alfi-Alana. Sayang, usaha Fajar untuk menampilkan duo apik dengan chemistry yang kuat ini tidak begitu berhasil dimainkan oleh Alghazali yang baik dalam perannya yang dingin namun kurang saat bersama lawan mainnya, Caitlin (Alana).

Caitlin Halderman (Alana) sangat baik membawa peran Alana terasa sangat jomplang ketika beradu peran dengan Al-Ghazali, apalagi adegan di mana mereka harus terlihat natural. Sayangnya itu tidak berhasil karena chemistry yang mereka bangun kurang maksimal. Saya pribadi nggak tahu letak kesalahannya, entah di pemeran atau naskah yang kurang begitu matang. Justru, saya lebih merasakan chemistry saat Alana berbicara pada Keenan atau saat Alana mengaduk emosi dengan Regan. Sebaliknya, saya lebih merasakan chemistry yang rumit antara Regan dan Alfi.

Paruh pertama film terasa sangat cerah dan menyenangkan, pengenalan tokoh yang baik serta pertemuan antara Alfi-Alana dikemas secara menarik namun tidak menimbulkan Chemistry kuat mampu menghadirkan sedikit janji bahwa film ini akan bergulir dengan baik.

Namun, perkiraan saya salah. Di paruh kedua film ini seakan kehilangan arah, bingung serta terdapat beberapa plot hole yang membuat sedikit merasa bosan. Film ini terlalu bertele-tele dan seketika rumit dengan berbagai masalah mulai dari konflik masa lalu Alfi hingga kisah cintanya yang masih abu-abu dengan Alana. Yang awalnya cerah malah terkesan menjadi lebih gelap dan berganti genre thriller mystery di paruh kedua tersebut. Hubungan Alfi-alana pun seakan tidak berarti lagi di paruh kedua ini.

Masa Lalu keluarga Alfi yang menjadi benang merah di film ini tidak terjawab dengan baik, khususnya film ini dilabeli dengan maknanya yang berkaitan dengan kehormatan. Saya sendiri masih bingung, belum menemukan apa efek dari masa lalu itu dan hubungannya dengan keluarga Alfi. Yang ditampakkan hanyalah keluarga Alfi masih memiliki nama baik dan martabat yang baik di sepanjang film.

Komedi yang ditawarkan memang sedikit karena film ini berfokus pada genre romansa serta drama. Namun bukan berarti komedi yang dihadirkan terasa hambar, justru memancing gelak tawa satu teater. Ini karena tingkah Keenan (Teuku Ryzky) yang memang menjadi peran pencair suasana berhasil dengan punchline komedinya walau ia tampil hanya beberapa kali dan semuanya mampu membawa tawa.

Sangat disayangkan juga, pemeran Sabitha yang muncul di tengah berantakannya film seharusnya bisa membuat Dignitate menjadi tidak membosankan jika saja dapat dieksplor lebih dalam dan diceritakan lebih baik lagi. Saya masih merasa bahwa naskah yang ditulis Fajar ini sedikit kurang matang. Terbukti di chemistry antara pemain utama dan kebingungan serta berantakannya film di paruh kedua. Film ini juga diakhiri dengan hal yang sangat klise dan biasa. Seharusnya akhir Dignitate bisa dibuat lebih dari yang sekarang. Dialog-dialog puitis bersifat motivasi yang tidak membuat penonton merasa termotivasi.

Dari segi akting, Caitlin Halderman (Alana) bermain sangat aman dan luwes. Karakter Alana yang ceria, polos sangat cock diperankan oleh Caitlin. Teuku Ryzki yang memerankan Keenan juga tak luput dari pengawasan, Ryzki sangat piawai memerankan serta mengekspresikan kekonyolan Keenan yang berhasil memberi tawa di sela-sela drama.Al Ghazali (Alfi) juga berperan sangat aman di sini, lebih baik dibanding dengan film-film sebelumnya. Aktingnya yang pendiam, dingin, serta pemarah sangat pas digambarkan olehnya. Giorgino Abraham (Regan) pemain yang paling saya sukai di sini. Aktingnya cukup membuat saya terkesan, marah, dan simpati di akhir. Akting Sonia Alyssa (Sabhita) bisa dibilang bagus dan natural hanya saja menurut saya, di sini seharusnya cerita ini bisa dieksplorasi lebih dalam karena Sabitha merupakan peran penting juga di dalam film.

Beralih ke segi sinematografi, saya salut dengan tim Fajar. Tata letak kameranya sangat bagus, semua scene memiliki angle yang cukup keren serta tempat yang membuat film ini terasa mahal dari segi tata produksi. Saya suka saat pengambilan gambar di scene Alfi sakit dan juga tempat Alfi menyelamatkan Alana ketika Alana diculik oleh Regan. Saya suka pemilihan tempatnya saat mereka melakukan study tour, feel pantai yang memang digunakan sebagai mata pencaharian sangat terasa di sini. Teknik pengambilan gambar di scene ini juga sangat bagus, saya suka sekali! Namun, saya kurang sreg dengan sounding-nya, saya rasa seperti terlalu mendramatisir di beberapa scene yang tidak seharusnya terlihat begitu dalam drama.

Kesimpulan akhir.

Dignitate menghadirkan sebuah cerita yang klise namun tidak menyerupai film-film cheesy kebanyakan. Cerita ini seharusnya masih bisa ditingkatkan lagi karena mengandung sangat banyak potensi dari akting hingga naskahnya. Dimulai dengan indah, terstuktur rapi serta memberi sedikit janji namun harus dipatahkan saat paruh kedua film ini dimulai. Terlalu bertele-tele menjadikan film ini sedikit membosankan dengan akhir yang sangat biasa.Caitlin yang sangat natural memerankan Alana dan Al-Ghazali yang juga sangat berusaha keras dalam memerankan Alfi tampak berhasil walaupun chemistry mereka belum bisa terjalin dengan maksimal. Ryzki, Giorgino serta Alyssa yang sangat pintar memainkan peran meskipun saya sedikit kecewa gara-gara kurangnya eksplorasi lebih terhadap karakter Alyssa. Dignitate memang bukan yang terbaik, namun masih bisa dinikmati oleh penonton yang sekadar ingin menonton pada hari libur.

Quote.

Membohongi perasaan sama dengan menyiksa diri. Dignitate

Masa lalu harusnya dilupakan, bukan dijadikan bahan untuk mendendam. Dignitate

Sahabat adalah mereka yang menangis saat melihatmu menangis, bahagia melihatmu bahagia, dan ikut membantumu dalam keterpurukan. -Dignitate

Penilaian.

Dignitate: Ketika Terlalu Gengsi Menyatakan Rasa:7/10

Setuju nggak? Komen di bawah, ya.