Mikhail Gorbachev, sekretaris jenderal terakhir Uni Soviet, memainkan peran penting dalam mengakhiri Perang Dingin pada akhir 1980-an dengan membuka dialog bersama NATO dan negara-negara Blok Barat lainnya serta meruntuhkan "Tirai Besi" di wilayah Eropa Timur.

Pada pertengahan 2020 kemarin, Gorbachev menyumbangkan opini dan pemikirannya terkait bagaimana cara menghadapi krisis pandemi Covid-19 yang berjudul, The Pandemic as a Challenge and the New Thinking in the 21st Centurykepada jurnalis The Asahi Shimbun (Dilansir dari The Asahi Shimbun.com).

Sekarang ini, dalam pandemi Covid-19, tokoh yang mencetuskan Glasnot dan Perestroika ini berpendapat bahwa masyarakat serta komunitas internasional harus menemukan cara berpikir baru untuk mengatasi masalah mendesak yang ditimbulkan pandemi yang mengancam masyarakat kontemporer saat ini.

Pandemi Covid-19 telah menginfeksi dan menewaskan lebih dari satu juta orang dan menjadi tantangan berat bagi semua pihak yang berpotensi mengancam peradaban modern.Krisis pandemi ini telah menunjukkan bahwa peradaban dunia telah mencapai titik lemah dan kerentanan komunitas internasional di mana keterkaitan dan keterkaitan semua bagiannya membutuhkan kebijakan global baru untuk mengatasi masalah yang telah diperburuk oleh pandemi dan memerlukan tindakan segera.

Model geopolitik global saat ini telah menunjukkan kerentanannya dengan mengekspos betapa dalamnya ketidaksetaraan global dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi. Kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin serta meningkatnya ketimpangan ekonomi telah menciptakan berbagai masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah nasional saja.

Sekarang ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat menanggung beban korban pandemi yang paling parah. Akan tetapi, para ilmuwan dan pakar epidemiologi memperingatkan bahwa penyebaran penyakit di Amerika Latin dan Afrika berpotensi dapat menyebabkan jauh lebih banyak kematian.

Pandemi Covid-19 telah menyoroti dan memperburuk tren global untuk lebih condong ke arah konfrontasi bipolar baru yang dapat berasal dari meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina. Tak satu pun dari kemungkinan skenario konfrontasi bipolar tampaknya menguntungkan bagi prospek geopolitik global.

Respons tiap-tiap negara terhadap krisis pandemi ini harus komprehensif dan mencakup semua pihak secara global. Umat manusia harus mengembangkan tanggapan ini bersama-sama untuk bergerak ke tingkat baru kerja sama internasional dan memajukan penciptaan sistem keamanan global yang lebih andal.

New Political Thinking.

Konsep Pemikiran Politik Baru atau New Political Thinking(atau sederhananya New Thinking) dimunculkan untuk peta sosiopolitik dunia yang berubah dengan pesat dan menjadi landasan filosofis.Konsep New Thinkingyang dicetuskan oleh Gorbachev pada paruh kedua tahun 1980-an ini mengusulkan sebuah proyek untuk membentuk kembali dunia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan universal, di atas segalanya, kehidupan manusia, kebebasan dan keamanan untuk setiap individu.

Saat Gorbachev memimpin Uni Soviet pada tahun 1980-an, tokoh pemikir politik baru ini menandai harapan baru bagi kemajuan demokratisasi dan sistem hubungan internasional yang lebih adil. Kebijakan pemikiran baru yang dicetuskannya memungkinkan kedua belah pihak untuk mengakhiri Perang Dingin.

Konsep pemikiran politik baru ini berasal dari premis bahwa semua negara dan rakyat untuk bisa saling menghormati kemerdekaan antar satu sama lain dan menahan diri dari campur tangan dalam urusan satu sama lain. Dan pada saat yang sama juga mengakui tanggung jawab bersama untuk kelangsungan hidup umat manusia. Kesadaran ini memungkinkan peralihan dari konfrontasi ke kemitraan.

Kesimpulan.

Krisis yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19 menempatkan komunitas dunia untuk saling introspeksi kembali. Ide-ide pemikiran baru harus sekali lagi dibawa kembali ke politik global. Alih-alih memprioritaskan kebijakan demi kepentingan regional sambil mengorbankan yang lain, seharusnya komunitas dunia bisa lebih bijak dalam membuka dialog tanpa memperhatikan identitas, posisi geopolitik, serta monopoli kebijakan sehingga bisa menciptakan kooperasi global yang mementingkan kepentingan universal bagi seluruh masyarakat di dunia.