Brilio.net - Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2017 akan digelar pada 25-29 Oktober mendatang. Sebanyak 15 penulis dari berbagai penjuru Nusantara terpilih untuk tampil dalam perhelatan sastra dan seni internasional terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Dalam proses seleksi ada 913 nama yang mengirim karya yang kemudian diseleksi dengan cukup ketat. "Kemudian dipilih karya-karya yang paling menarik untuk dimasukkan dalam daftar panjang," kata Manager program nasional UWRF I Wayan Juniarta, di Ubud, Gianyar, sebagaimana dikutip brilio.net dari Antara.

Daftar panjang tersebut, ujar Juniarta, lalu diserahkan kepada tim kurasi yang beranggotakan tiga penulis, jurnalis, dan penyair kawakan Indonesia yakni Seno Gumira Ajidarma, Leila S Chudori dan Warih Wisatsana.

Berdasarkan hasil rapat kuratorial yang diadakan di kantor Yayasan Mudra Swari Saraswati di Ubud Gianyar, pada Jumat (7/7), terpilih 15 nama penulis yang dikategorikan sebagai penulis emerging yang akan bergabung pada UWRF 2017.

"Emerging adalah istilah yang digunakan oleh UWRF untuk para penulis Indonesia yang memiliki karya berkualitas namun belum memperoleh publikasi yang memadai," ucap Juniarta.

Adapun 15 penulis emerging yang terpilih adalah:

1. Abdul Azis Rasjid dari Banyumas
2. Ade Ubaidil dari Cilegon
3. A Nabil Wibisana dari Kupang
4. Aksan Taqwin Embe dari Tangerang
5. Bayu Pratama dari Mataram
6. Erich Langobelen dari Maumere
7. Ibe S Palogai dari Makassar
8. Mohammad Isa Gautama dari Padang
9. Morika Tetelapta dari Ambon
10. M Subhan dari Padang
11. Naimatur Rofiqoh dari Ponorogo
12. Rahmat Hidayat Mustamin dari Makassar
13. Rizki Amir dari Sidoarjo
14. Taufiqurrahman dari Yogyakarta
15. Seruni Unie dari Surakarta

Para penulis emerging terpilih datang dari berbagai macam latar belakang, mulai dari mahasiswa dan guru, jurnalis, buruh mebel, dan juga nelayan. Yang menarik pada seleksi tahun ini juga ada sejumlah penulis terpilih yang berasal dari Indonesia Timur, yaitu enam penulis.

Seno Gumira Ajidarma, salah satu penulis dan jurnalis kawakan Indonesia itu mengatakan bahwa banyak karya yang masuk submisi adalah penulisan metasastra, mengambil tema-tema yang mempersoalkan sastra dan bahasa.

"Ini sangat menarik karena berarti penulis-penulis muda Indonesia mulai banyak mengulik persepsi kecendekiaan," ujarnya.

Keberagaman asal penulis menghasilkan karya-karya yang menarik juga dibenarkan oleh penulis dan penyair Warih Wisatsana.

"Karya-karya yang lolos mengambil tema dari kehidupan sehari-hari dan begitulah karya sastra yang sesungguhnya. Tentunya sangat menarik membaca karya mengenai kehidupan di daerah yang cukup terpencil," ucap Warih.