Brilio.net - Percayakah kamu cinta benar-benar bisa menjadi obat manjur sakit yang kamu atau orang terdekatmu alami?

Para peneliti dari Stanford University mempelajari hubungan antara cinta dan rasa sakit dengan memindai otak dari 15 mahasiswa yang semuanya mengaku dalam perasaan sedang jatuh cinta mendalam. Delapan wanita dan tujuh pria mahasiswa ini mendapatkan perlakuan pindai di otak untuk diketahui respons tubuh mereka terhadap rasa sakit. Dalam hal ini, rasa sakit dalam artian sebenarnya.

Kemudian para peneliti mempelajari respons nyeri otak di bawah tiga kondisi. Pertama, subjek penelitian mengamati gambar seorang kenalan. Kedua, mereka melihat gambar orang yang dicintai. Ketiga, karena penelitian lain telah menunjukkan gangguan juga dapat mengurangi rasa sakit, maka subjek diberi tugas kata yang mengganggu (dalam hal ini diminta untuk menyebutkan olahraga yang tidak menggunakan bola).

Hasilnya, melihat gambar orang yang dicintai mengurangi rasa nyeri tataran sedang sebesar sekitar 40%, sementara yang menderita sakit parah merasa nyeri mereda sekitar 10%-15%, bila dibandingkan dengan melihat gambar seorang kenalan.

Tugas kata yang mengganggu tadi juga bisa menghilangkan rasa sakit, namun para peneliti mencatat efek analgesik dari cinta dan gangguan tersebut terjadi di area otak yang berbeda. Menurut catatan hasil penelitian yang juga dipublikasikan di jural PLoS ONE ini, cinta yang disebabkan analgesia dikaitkan dengan sistem pusat reward otak, sedangkan rasa nyeri yang reda akibat gangguan tadi terjadi di hampir sepanjang jalur kognitif.

Penelitian lain menunjukkan bahwa cinta romantis mengaktifkan sistem dopamin otak, seperti perilaku adiktif layaknya perjudian atau penggunaan narkoba. Para peneliti berspekulasi bahwa melihat foto pasangan romantis membuat sistem dopamin berinteraksi dengan sistem otak lain yang melepaskan opioid alami, atau obat penghilang rasa sakit di dalam tubuh.

Temuan tersebut membuat ilmuwan memahami bagaimana otak merespons ketidaknyamanan dan bisa mengarah pada pengobatan baru bagi orang yang menderita sakit kronis. Sean Mackey, kepala divisi manajemem nyeri di Stanford dan penulis senior dari studi bersangkutan, menyatakan bahwa temuan yang ada telah mendukung teori bahwa nyeri pasien dapat diatasi dengan mencari kegiatan yang menyenangkan.

"Cari sesuatu untuk memberikan kesenangan hidup. Baik itu melalui orang yang kamu cintai, mendengarkan musik atau membaca buku yang bagus," kata Mackey seperti dikutip brilio.net dari The New York Times, Selasa (11/8). Pasalnya, kegiatan menyenangkan dapat mengaktifkan sistem penghargaan instrinsik dari pasien yang akhirnya bisa mengurangi rasa sakit.

Mackey menambahkan bahwa penelitian ini seharusnya juga bisa membantu para dokter untuk lebih baik dalam menilai konsisi pasiennya, terutama mereka yang tidak menggunakan pengobatan pil atau prosedur yang ada. Dalam praktiknya sendiri, Mackey tidak hanya mendorong pasien mencari gangguan yang dialami, namun juga fokus pada kegiatan yang menyenangkan.

Tak ketinggalan pula, Mackey menerapkan pengobatan pasiennya dengan memperhatikan peran hubungan yang terjalin antara pasien dengan orang lain.

"Ketika pasien telah menunjukkan kondisi membaik dan saya menemukan mereka menemukan hubungan yang baik dan bersemangat dengan orang lain, saya pikir itulah bentuk pengobatan baru yang saya lakukan. Dan saya sadar, mungkin saya tak perlu melakukan apa pun," pungkasnya.