Yong Chun atau yang lebih dikenal dengan nama Wing Chun yang merupakan dialek Kanton adalah sebuah aliran beladiri yang dikelompokkan ke dalam kelompok tinju karena sangat menitikberatkan pada serangan tangan atau kaki. Asal nama Wing Chun (seringkali juga disebut Wing Tsun, Ving Tsun, atau Yongchuan) menurut sebuah tradisi lisan yang terkenal merupakan penghormatan terhadap murid pertama dari aliran beladiri ini yaitu Yim Wing Chun, yang berarti Musim Semi yang Indah/Abadi.

Umumnya, beladiri yang berasal dari Tiongkok dibagi menjadi beladiri eksternal yang menitikberatkan pada kekuatan otot dan beladiri internal yang menekankan pada penggunaan tenaga dalam atau Qi/Chi. Wing Chun merupakan bagian dari beladiri eksternal, walaupun sebagian orang menganggap Wing Chun juga memiliki sisi internal. Beladiri ini lebih menekankan penggunaan tangan dibandingkan kaki dan mengajarkan kuda-kuda yang kokh dan stabil, dan jarak bertarung yang lebih dekat. Oleh karena itu, Wing Chun dikenal karena gerakannya yang hemat, dan praktikalitas dalam pertarungan atau pertahanan diri (Green, 2001:781).

Seperti kebanyakan beladiri lain. Sejarah awal bermulanya Wing Chun diketahui dari tradisi lisan atau cerita-cerita dibandingkan dari dokumen-dokumen tertulis. Hal ini dikarenakan tradisi lisan memungkinkan untuk memunculkan sisi kehebatan yang legendaris dari beladiri tersebut. Selain itu hal ini dapat juga disebabkan kerahasiaan dari sistem beladiri tersebut membuatnya sulit untuk diteliti dan didokumentasikan baik secara umum maupun seara ilmiah (Green, 2001:781).

Tradisi lisan yang terkenal dari Wing Chun adalah bahwa Wing Chun diciptakan oleh seorang Biksu wanita atau Bikuni Buddha bernama Wu Mei (Ng Mui) yang melarikan diri dari kuil Shaolin di Provinsi Hunan (atau menurut versi lain di Provinsi Fujian) ketika kuil tersebut dihancurkan dan dibakar pada abad ke-18 dalam sebuah serangan dari tentara Manchu dari Dinasti Qing (1644-1911) (Green,2001:781).

Mengenal Wing Chun, beladiri untuk kalian para wanita

Dalam pelariannya Wu Mei khawatir karena dirinya akan semakin tua dan lemah, terlebih lagi ia adalah seorang wanita. Wu Mei khawatir ia tidak akan bisa melawan pasukan Dinasti Qing lagi, apalagi tentara Manchu memiliki kemampuan beladiri Shaolin yang tinggi. Oleh karena itu Wu Mei berniat untuk menciptakan sistem aliran beladiri baru yang dapat mengalahkan beladiri Shaolin yang digunakan oleh tentara Manchu. Wu Mei mendapat inspirasi untuk sistem beladiri barunya setelah menyaksikan pertarungan dari burung bangau melawan rubah atau dalam versi cerita yang lain burung bangau melawan ular (Green, 2001:781). Menurut Leung Ting yang merupakan salah satu master Wing Chun dan salah satu dari murid Grandmaster Ip Man Wu Mei bukan menyaksikan perkelahian antara dua hewan secara harfiah. Tetapi lebih masuk akal jika sebenarnya Wu Mei menyaksikan pertarungan antara dua orang yang menggunakan jurus-jurus hewan, dan dalam kasus ini adalah Jurus Bangau dan Jurus Ular atau Jurus Bangau dan Jurus Rubah (Leung, 2003:38).

Setelah berhasil menciptakan sistem beladiri baru, Wu Mei tiba di Gunung Daliang untuk berkunjung ke sebuah desa yang berada di kaki gunung tersebut. Wu Mei berteman dengan Yim Yee yang merupakan seorang pemilik toko di desa tersebut dan anaknya Yim Wing Chun. Wu Mei tahu bahwa mereka sedang diganggu oleh penguasa desa tersebut yang ingin menikahi Wing Chun tanpa persetujuan dari Wing Chun dan ayahnya. Wu Mei pun menolong Wing Chun dengan membawanya ke tempat rahasia di Gunung Daliang dan melatihnya dengan sistem beladiri yang baru ia ciptakan, yang pada waktu itu belum diberi nama. Selama satu sampai tiga tahun yang termasuk cepat untuk standar di masa itu, Wing Chun pulang ke rumah dan menantang orang yang mengganggunya dan memenangkan pertarungan tersebut (Green, 2001: 782)

Setelah berhasil mengusir pengganggu tersebut, Wing Chun menikah dengan Leung Bok Chau yang juga seorang praktisi beladiri. Pada suatu waktu, Leung Bok Chau menantangnya untuk berlatih, dan Wing Chun berhasil mengalahkan suaminya. Oleh karena rasa hormatnya kepada kehebatan istrinya, maka sistem beladiri yang digunakan istrinya pun diberi nama Wing Chun. Walaupun sistem beladiri ini sangat rahasia, tetapi sistem ini tetap diajarkan kepada beberapa orang. Pada periode ini Wing Chun terus berkembang. Pada mulanya, Wing Chun yang diciptakan oleh Wu Mei hanya memiliki teknik tangan dan kaki, lalu ditambahkan teknik senjata seperti tongkat panjang (Luk Dim Boon Gwan) dan sepasang pedang (Bart Cham Dao) (Green, 2001: 782)

Sebuah teori yang menarik dikemukakan oleh Karl Godwin mengenai asal mula Wing Chun. Karl berteori bahwa Wing Chun dipengaruhi oleh tinju tangan kosong yang berasal dari Barat saat dikenalkan ke Tiongkok bagian selatan. Hal ini terbukti dari kesamaan teknik Tinju Amerika dan Eropa pada abad ke-19 dengan Wing Chun, selain itu adanya bukti sejarah bahwa pernah terjadi aktivitas perdagangan Eropa di wilayah Tiongkok bagian selatan. Menurut Godwin lagi, Tinju Barat dimodifikasi dengan adanya penambahan Tui Shou dari Taijiquan (Tai Chi Chuan, yang merupakan beladiri internal yang paling banyak dipelajari) untuk membentuk sistem latihan Wing Chun yang unik, yaitu Chi Shou yang berarti Tangan Menempel (Green, 2001:783).

Mengenal Wing Chun, beladiri untuk kalian para wanita

Beladiri ini terus diturunkan dari Grandmaster kepada muridnya. Sampai akhirnya Ip Man atau Ye Wen (1893-1972) mempelajari Wing Chun dari Chan Wah Shun dan ketika berumur 16 tahun saat sedang meneruskan studinya di Hong Kong, Ip Man belajar di bawah asuhan Leung Bik sampai Ip Man pulang ke Foshan pada umur 24 tahun dan menetap di sana sampai akhir Perang Dunia ke-2. Pertengahan tahun 1950-an Ip Man mengajarkan aktor beladiri terkenal, Bruce Lee (1940-1973). Bruce Lee yang merupakan seorang aktor yang pada masa itu sangat terkenal membuat Wing Chun dikenal di seluruh dunia. Tahun 1960-an, Bruce Lee menciptakan sistem beladiri baru yang memiliki akar prinsip dari Wing Chun, yaitu Jeet Kune Do. Tidak seperti beladiri lain, Wing Chun tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa beladiri ini akan bergeser menjadi sekedar olahraga. Gerakan-gerakan Wing Chun yang sederhana dan tidak indah membuat orang-orang lebih tertarik kepada beladiri lain yang lebih akrobatis. Tetapi sebagai beladiri praktis, popularitas Wing Chun tetap tidak dapat dikalahkan (Green, 2001: 785).

Pada masa kini, jumlah kejahatan terhadap wanita terus meningkat. Dilansir dari website resmi Komnas Perempuan, tahun 2016 ada sebanyak 259.150 kasus kejahatan terhadap wanita yang dilaporkan dan telah ditangan. Pada ranah komunitas, kekerasan terhadap wanita dilaporkan terjadi sebanyak 3.029 kasus atau 22% dari total kasus yang dilaporkan. Dari jumlah 22% tersebut, 74%-nya adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 2.290 kasus, diikuti dengan kekerasan fisik dengan jumlah 490 kasus atau 16% dan kekerasan lain di bawah 10%; yaitu kekerasan psikis 83 kasus atau 3%, kekerasan terhadap buruh migran sebanyak 90 kasus atau 3% dan trafficking sebanyak 139 kasus atau 4%. Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan sebanyak 1.036 kasus dan pencabulan sebanyak 838 kasus (https://www.komnasperempuan.go.id/lembar-fakta-catatan-tahunan-catahu-komnas-perempuan-tahun-2017-labirin-kekerasan-terhadap-perempuan-dari-gang-rape-hingga-femicide-alarm-bagi-negara-untuk-bertindak-tepat-jakarta-7-maret-2017/ diakses 30 September 2017 pukul 21.01).

Jumlah tersebut tentu bukanlah jumlah yang sedikit. Oleh karena itu dirasakan perlu bagi kaum wanita untuk mempelajari cara untuk mempertahankan diri, salah satunya dengan belajar beladiri, apapun alirannya. Memang, dengan mempelajari beladiri bukan berarti kalian para wanita akan terbebas dari kejahatan. Tetapi, setidaknya kalian akan bisa mempertahankan diri ketika bahaya datang, atau paling tidak kalian memiliki tenaga dan stamina yang cukup untuk berlari dari orang-orang yang berniat jahat. Wing Chun sendiri karena diciptakan oleh perempuan, maka sangatlah cocok jika dipakai oleh perempuan, selain itu gerakannya yang praktis akan sangat berguna jika dipakai sebagai alat pertahanan diri di jalanan. Pepatah mengatakan Lebih baik mencegah daripada mengobati, dengan mempelajari beladiri berarti kalian sudah selangkah lebih maju untuk mencegah niat-niat jahat datang kepada kalian sekaligus mengobati jika niat jahat tersebut tetap datang. Oleh karena itu, tetaplah semangat dalam belajar beladiri, karena pasti akan membosankan, tetapi hasilnya bisa kalian rasakan nanti.