Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa penulis bukan berlatar belakang teknik makanan ataupun yang dapat memahami bahasa teknis yang berlaku pada bidang tersebut. Sehingga dalam artikel ini, penulis merangkum konten berdasarkan hasil kesimpulan pada penelitian yang ada dari referensi yang ditampilkan.

Jadi, ada apa di balik kisruh soal MSG ini?

1968, seorang dokter dari Amerika bernama Dr. Ho Man Kwok, diketahui menulis surat ke The New England Journal of Medicine (NEJM), tentang pengalamannya setelah beberapa kali makan di sebuah restoran Cina selama ia berada di Amerika Serikat. Tidak begitu panjang surat tersebut, bunyinya kira-kira begini: "Selama beberapa tahun sejak saya berada di negara ini, saya mengalami sindrom aneh setiap kali saya makan di restoran Cina.

Ia lanjutkan gejalanya sebagai berikut: "mati rasa di bagian belakang leher, secara bertahap menyebar ke kedua lengan dan punggung, kelemahan umum, dan jantung berdebar."

Lalu ia asumsikan:"Itu mungkin disebabkan oleh monosodium glutamat yang banyak digunakan untuk bumbu di restoran Cina."

2013, Professor Jennifer LeMesurier, pertama kali mengetahui kontroversi mengenai MSG tersebut ketika sedang menonton acara memasak, dimana ia lalu mengecek sendiri kebenaran surat dan isu tersebut. Keesokan harinya ia ke perpustakaan medis yang dimaksud dan menemukan bahwa ternyata sudah banyak sekali respon-respon terhadap tulisan tersebut mulai dari yang menceritakan pengalaman yang sama dan bahkan terpleset ke ranah rasisme.

Dia menerbitkan temuannya itu di Februari, dalam sebuah makalah di Poroi: An Interdisipliner Journal of Retorical Analysis and Invention. Di dalamnya, LeMesurier berpendapat bahwa ketidakpercayaan rasis terhadap MSG meningkat melalui media untuk menciptakan histeria atas aditif yang berlanjut hingga hari ini.

Januari, 2018. Seseorang menghubungi Professor LeMesurier. Dialah Dr. Howard Steel atau Dr. Ho Man Kwok, yang kemudian menceritakan bagaimana ini semua ia awali.

Berawal dari taruhan dengan rekannya Dr. Bill Hanson, di mana Dr. Hanson yang sering menyindirnya mengatakan bahwa dokter bedah ortopedi itu terlalu bodoh untuk bisa menerbitkan artikel di jurnal bergengsi seperti NEJM. Mereka bahkan bertaruh $10 atas hal tersebut.

Pendek cerita, Dr. Steel pun menulis surat kepada NEJM. Di mana ia membuat hal-hal tertentu terlihat jelas dikarang, berpikir bahwa NEJM akan tahu hal tersebut (palsu). Dalam tulisan tersebut ia mengarang namanya menjadi Dr. Robert Ho Man Kwok, serta afiliasinya di National Biomedical Research Foundation of Silver Spring, Md. "Itu semua bohong", kata Dr. Steel.

Beberapa minggu kemudian, ketika ternyata surat tersebut benar-benar diterbitkan dalam sebuah artikel yang diberi judul Chinese-Restaurant Syndrome, Dr. Steel mendatangi Dr. Hanson untuk meminta hadiahnya.

Lalu, khawatir jangan sampai ada yang mengira fenomena itu nyata, Steel menghubungi editor surat untuk memberitahunya bahwa itu adalah "kebohongan besar". Ia hubungi namun tidak dijawab. Ia pun menghubungi editor jurnalnya, Franz Ingelfinger. Ia bilang pada Ingelfinger: "Saya mengatakan kepadanya bahwa itu adalah sampah, semuanya palsu, semuanya dibuat-buat, dan dia menutup telepon saya," klaim Steel.

Jadi demikianlah kontroversi mengenai MSG tersebut diawali bahkan berlanjut hingga kini. Begitu kontroversialnya hal ini, sampai hari ini ada banyak artikel medis dalam tema serupa yang mendiskusikan hal ini lebih lanjut. Namun begitu, sampai detik ini belum ada penelitian yang dapat memastikan bahwa MSG memberikan efek buruk yang dimaksud.

Terlepas dari kekisruhan di atas, apakah MSG aman?

Ya. Menurut World Health Organization (WHO) dan American Food and Drug Administration (FDA) atau BPOM versi Amerika Serikat, menyatakan bahwa MSG adalah aman. Dinyatakan dalam pernyataan "generally recognized as safe" atau kira-kira dalam bahasa Indonesianya "secara umum aman" digunakan pada makanan.