Negeri kita indah nian. Salah satunya adalah Pemandian Alam dan Air Terjun Salodik di Luwuk, Banggai. Kota Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai berjarak 610 kilometer dari Kota Palu, Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.

Kawasan ini masuk dalam Cagar Alam Salodik yang berjarak sekitar 20 kilometer arah utara Kota Luwuk. Kawasan ini dapat ditempuh dengan sepeda motor atau mobil tidak lebih dari 1 jam perjalanan dari pusat kota.

Undakan air terjunnya terdapat di beberapa titik. Bebatuan alami yang datar dialiri curahan air dari aliran Sungai Salodik menambah pesona.

Di beberapa tempat airnya terlihat berwarna kehijauan lantaran tanah liat menjadi dasarnya. Hutannya yang alami memberikan kesegaran dan kesejukan luar biasa. Tak perlu takut kepanasan. Tutupan rimbunan pepohonan sudah cukup menghalangi terik matahari.

Bila sudah puas menikmati keindahan alamnya, saatnya untuk mandi-mandi. Airnya sangat dingin namun menyegarkan. Tapi bila tidak tahan dinginnya, sebaiknya datang ke tempat sini agak siang. Bila masih terlalu pagi atau sudah mulai sore, dinginnya air biasanya tidak tertahankan. Bila ingin mandi di curahan airnya pun boleh, yang penting hati-hati.

Batu-batunya licin karena terlapisi lumut di beberapa tempat meski ada pula yang tetap kesat sehingga tidak licin ketika dijejaki. Tempat untuk bersalin pakaian disediakan pula di sini. Kamar mandi dan kakusnya pun layak.

Salodik bak pemandian para bidadari saat turun dari kayangan. Bila kerap membaca kisah-kisah legenda zaman lampau tentu tak berlebihan bila menyebut Salodik seperti itu. Benar-benar memukau mata dan memesona.

Bila lapar sesudah menikmati kesegaran air terjun, ada pula rumah makan yang menyediakan beragam penganan tradisional sampai yang berbau makanan China dan lainnya. Dari pisang louwe goreng, jenis pisang lokal, sampai ayam saus asam manis tersedia di sini.

Nah, yang datang ke sini tidak cuma warga dari Kota Luwuk. Banyak yang tertarik menikmati keindahan Air Terjun Salodik. Ada pula pengunjung dari luar Kota Luwuk. Bahkan para pelintas di jalur Trans Sulawesi bagian timur ini pun kerap singgahuntuk sekadar melepaskan lelah.

Konon kabarnya, kawasan ini dibangun sejak zaman Belanda sekitar 1930 hingga 1940-an. Masih terdapat beberapa reruntuhan pesanggrahan tua sebagai buktinya. Pesanggrahan ini pernah terbiarkan beberapa lama karena tidak ada yang mengelolanya. Barulah pada paruh 2013 silam dinas terkait kembali mengurusinya.

Jika hendak berkunjung ke sini, sudah bolehlah diancar-ancar waktu kunjungannya mulai sekarang.Sekadar catatan, tiap 12 Desember tahun berjalan, warga Banggai akan menggelar upacara adat Tumpe. Ini adalah upacara penyerahan 100 telur burung maleo (Macrochepalon maleo), burung endemik Sulawesi yang memiliki telur 4 kali lebih besar dari telur bebek kepada raja Banggai. Ayo, mari berkunjung ke Salodik.