Peribahasa adalah frasa atau kalimat yang mengiaskan maksud tertentu yang berisi nasihat, prinsip hidup, atau aturan dan tingkah laku. Penggunaan peribahasa dimaksudkan untuk mengingatkan kepada diri kita dan orang lain dengan menggunakan bahasa yang halus dan tidak menyinggung perasaan orang lain sehingga orang yang mendengarnya bisa menerima dan berubah menjadi lebih baik.

Sebagai contoh, memarahi anak akan berdampak tidak baik terhadap perkembangan mentalnya. Karena itu orang tua diharuskan mampu mendidik anak-anaknya dengan cara yang baik dan menggunakan bahasa yang baik. Seperti kepada anak yang malas belajar, orang tua bisa menggunakan peribahasa ini kepada anak-anaknya, "rajin pangkal padai" dan banyak lagi peribahasa lainnya, seperti, "rajin menabung pangkal kaya", "sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit", dan sebagainya.

Umumnya peribahasa benar secara logika bahasa seperti dalam peribahasa di atas. Rajin pangkal pandai, pasti. Tidak rajin belajar sudah pasti tidak akan pandai. Namun, tahukah kamu ada peribahasa yang berasal dari Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang salah atau tidak tepat menurut logika bahasa, tetapi artinya sangat baik dan bila diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Berikut lima dari peribahasa tersebut.

1. Duduok Soghang Basompik-sompik.

Dalam Bahasa Indonesia, peribahasa itu berbunyi duduk sendiri terasa sempit.Secara logika, orang yang duduk sendiri, apalagi di tempat yang lapang, tidak mungkin merasa sempit. Ia bisa berselonjor, berbaring, dan bahkan berguling-guling. Tetapi apa yang dimaksudkan oleh peribahasa di atas adalah ketika kita mengalami masalah, duduk (merenung memikirkan cara menyelesaikan masalah) seorang diri akan membuat pikiran menjadi sempit, dunia menjadi terasa sempit.

Karena itu, bagi jomblo, atau orang yang sedang patah hati dan selalu bilang, 'sendiri lebih baik," ingatlah peribahasa ini. Duduok soghang basompik-sompik atau duduk sendiri terasa sempit.

2. Duduok Basamo Mangkonyo Lapang.

Berkebalikan dengan peribahasa pertama, duduok basamo mangkonyo lapang, atau dalam Bahasa Indonesia berarti duduk bersama menjadi lapang, memiliki arti bahwa dalam hidup ini kita membutuhkan orang lain. Kita butuh bermusyawarah dalam menyelesaikan sebuah perkara. Kita butuh teman diskusi untuk mencari jalan keluar dari masalah yang kita alami.

Duduok basamo mangkonyo lapang, atau duduk bersama menjadi sangat penting untuk diingat dan diterapkan dalam kehidupan yang sudah sangat individualistik di era sekarang.

3. Togang Bajelo-jelo.

Togang bajelo-jelo dalam Bahasa Indonesia adalah tegang berjela-jela. Umpama sebuah tali dalam keadaan tegang, tali itu tidak mungkin akan berjela-jela atau berjuntai terayun-ayun. Meski salah secara logika bahasa, peribahasa ini juga memiliki nilai ajar yang baik dan berguna.

Peribahasa ini berguna dalam musyawarah, rapat, dan pertemuan-pertemuan guna mengambil keputusan yang berguna bagi banyak orang. Sering kali dalam membuat keputusan bersama, kita melihat orang yang kaku atau tegang dan berusaha mempertahankan pendapatnya. Sikap yang tegang dan tidak mau mendengar dan menerima pendapat orang lain itulah yang akan membuat masalah menjadi berjela-jela, atau berjuntai-juntai, dan menjadi panjang serta berlarut-larut.

Terkadang, masalah yang sepele dan tidak harus diketahui banyak orang bisa menjadi besar dan berlarut-larut dan menjadi gunjingan banyak orang karena sikap tegang dari orang-orang yang terlibat dalam perkara itu. Karena itu, penting untuk diingat bila kita tegang dalam menyelesaikan sebuah perkara, perkara itu akan semakin besar dan mungkin tidak bisa diselesaikan dengan baik.

4. Kondu Badontiang-dontiang.

Coba lihat senar gitar, atau biola, atau senar pancing, misalnya, bila senar-senar itu dalam keadaan kendor, maka bila kita petik atau gesek suaranya sama sekali tidak enak. Tetapi, bila senar-senar itu dalam keadaan yang tegang dan pas sesuai ukurannya, bila dipetik atau digesek suaranya bisa berdenting, menghasilkan nada yang enak didengar.

Kondu badontiang-dontiang dalam Bahasa Indonesia berarti Kendur Berdenting-denting. Lagi-lagi peribahasa ini salah dalam logikanya, tetapi penting untuk diterapkan. Seperti peribahasa di atas, peribahasa ini berlaku untuk mengingatkan kita saat bermusyarah, dalam rapat dan pertemuan-pertemuan penting untuk menghasilkan keputusan yang tepat dan berguna bagi banyak orang.

Bila dalam kehidupan, juga dalam menyelesaikan masalah atau menghasilkan keputusan bersama kita bisa menahan ego, menahan diri untuk tidak merasa lebih pintar, lebih baik, lebih penting, lebih jago dan sebagainya, maka hidup itu akan harmonis. Hidup berdampingan dan saling menghormati dan menghargai perbedaan dan kelebihan dan kekurangan orang lain adalah kunci kebahagiaan hidup bersama.

Dengan bersikap kendur, tidak memaksakan dan mementingkan diri sendiri, hidup itu akan seperti nada-nada yang berdenting dan harmonis.

5. Uma Suda Tukue Pek Babunyi.

Peribahasa ini seperti keempat peribahasa di atas adalah bahasa asli Kabupaten Kampar. Dalam Bahasa Indonesia, peribahasa ini berarti rumah selesai dibangun pahat berbunyi. Aneh, kan? Masa, pahat yang menjadi salah satu perkakas dalam pekerjaan membangun rumah baru berbunyi setelah rumah selesai. Sedangkan menggunakan pahat itu dengan cara memukul, atau menokok pangkalnya.

Meski salah secara logika bahasa, peribahasa ini berguna bagi keluarga, komunitas dan kelompok masyarakat yang sedang merencanakan sesuatu. Di dalam merencanakan sesuatu yang akan berdampak baik atau buruk bagi banyak orang, pertimbangan baik dan buruk bagi siapa pun harus dipertimbangkan secara matang. Tidak boleh ada yang egois dan mementingkan diri sendiri.

Upaya mengambil keputusan itulah yang diumpamakan sebagai usaha membangun rumah. Kita tahu, dalam pekerjaan pembangunan rumah, suara-suara yang dihasilkan dari perkakas-perkakas yang digunakan sangatlah ribut, salah satunya suara pahat. Sebagaimana suara-suara ribut saat membangun rumah, keributan dalam musyawarah atau rapat atau pertemuan-pertemuan penting untuk menghasilkan keputusan penting adalah hal yang biasa. Untuk mengurangi keributan itu, ingatlah peribahasa ketiga dan keempat. Dan yang paling penting, setelah keputusan itu dibuat jangan ada lagi suara-suara sumbang atau bisik-bisik tidak setuju atas keputusan tersebut.

Jan sampai uma suda tukue pek babunyiatau janganlah selesai rumah dibangun pahat pun dipukul karena bakal ada yang akan terluka, atau dirugikan.

Kelima peribahasa di atas menunjukkan khazanah bahasa daerah di Indonesia. Ini menunjukkan atau membuktikan bahwa Indonesia itu sangatlah kaya. Jangan kita rusak hanya karena kepentingan sesaat dan segelintir orang.