Pada hari ini, 73 tahun silam, telah dilahirkan seorang sastrawan bernama Pramoedya Ananta Toer. Meskipun sastrawan ini telah tutup usia akibat komplikasi diabetes serta penyakit jantung pada 31 April 2006 lalu, tapi karya-karyanya masih abadi hingga sekarang.

Pria kelahiran Blora ini, semasa hidupnya menulis berbagai novel, cerita, jurnal dan kronik sejarah. Pram, begitu dia disapa kerap mengkritik pemerintah melalui karya-karyanya. Sehingga kerap bersinggungan dengan penguasa di masanya. Dari pemerintahan kolonial Belanda, rezim Soekarno pun tak akur dengannya. Begitu pula rezim Soeharto yang menyensor berbagai tulisannya, menudingnya sebagai komunis hingga memenjarakannya di pulau Buru hingga 30 tahun.

Mengenang sosok Pramoedya Ananta Toer melalui Tetralogi Buru

Pramoedya Ananta Toer semasa hidup (Sumber : Hipwee)

Diantara sekian banyak karya Pramoedya, satu yang paling terkenal bahkan hingga mancanegara adalah Tetralogi Buru. Tetralogi Buru adalah novel yang terdiri dari empat judul yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Ceritanya berkutat pada kehidupan Minke, nama lain dari Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, yang dianggap sebagai tokoh pers dan kebangkitan nasional Indonesia.

Proses penulisannya pun menyisakan cerita yang menarik, sebab Pram menulis Tetralogi Buru semasa dia ditahan dan diasingkan di Pulau Buru, Maluku. Di kala itu pula Pram sama sekali tidak diberi akses untuk mendapat pena, kertas dan alat tulis lainnya.

Saat pembatasan akses tersebut terjadi, Pram menceritakan secara garis besar melalui lisan kepada teman-temannya, sesama tahanan. Detil-detil Tetralogi Buru, baru dia tuliskan saat sudah mendapatkan akses alat tulis di dalam tahanan. Saat itu Pram adalah satu-satunya tahanan yang mendapat pinjaman mesin ketik.

Mengenang sosok Pramoedya Ananta Toer melalui Tetralogi Buru Tetralogi Buru, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca (Sumber : Pixabay)

Pada tahun 1979, Pramoedya Ananta Toer dibebaskan dari tahanan dan dinyatakan tidak bersalah serta tidak terlibat dalam Gerakan 30 September (G 30 S/PKI). Meskipun Pram telah bebas, tapi naksah Tetralogi Buru tidak begitu saja bisa keluar dengan mudah dari Pulau Buru. Sebab setiap tahanan yang telah bebas harus digeledah.

Naskah Tetralogi Buru berhasil sampai ke Jakarta berkat bantuan teman-teman Pram sewaktu di tahanan. Mereka membantu menyelundupkan dan menyembunyikan naskah tersebut agar terhindar dari penggeledahan.

Hingga saat ini empat judul dari Tetralogi Buru masih beredar di pasaran dan dibaca. Begitu pula dengan karya-karyanya yang lain seperti Arok Dedes, Mangir, Bukan Pasar Malam dan Gadis Pantai.

Mengenang sosok Pramoedya Ananta Toer melalui Tetralogi Buru Beberapa buku karya Pramoedya Ananta Toer (Sumber : Pixabay)

Salah satu kutipan yang terkenal dari Pramoedya Ananta Toer adalah "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Mengenang sosok Pramoedya Ananta Toer melalui Tetralogi Buru