Kementerian Kesehatan nampaknya tidak mau ketinggalan dalam merespon perkembangan dan perubahan zaman ke era digital yang mana sektor lain sudah lama melakukannya meskipun terkesan lambat. Berdasarkan Perpes No. 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), bulan September lalu Kemenkes meluncurkan Aplikasi Satu Data Kesehatan (ASDK) sebagai data induk mencakup data penyakit, data fasilitas kesehatan, SDM kesehatan serta data anggaran.
Aplikasi ini memungkinkan tata kelola data dan pengelolaan teknologi informasi kesehatan dapat dilakukan dengan baik sehingga berdampak pada budaya kerja yang cepat, efektif, dan efisien. Di waktu bersamaan Kemenkes juga meluncurkan tanda tangan digital yang memiliki kriptografi yang dapat menghemat waktu, biaya, SDM serta memiliki tingkat keamanan yang baik.
Sebelumnya Kemenkes sudah terlebih dahulu meluncurkan beberapa inovasi berbasis teknologi seperti e-Pengawasan Intern untuk monitoring dan controlling Yankes secara nasional yang di dalamnya termasuk audit review evaluasi, aplikasi Maternal Death Notification untuk pelaporan, dan pemantauan tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat melalui ponsel, aplikasi mobile Germas sebagai upaya promotif dan preventif untuk masyarakat, e-consultation, QR code sebagai media informasi kesehatan yang lengkap dan akurat yang dapat diakses oleh masyarakat, Sistem Karantina Kesehatan untuk vaksinasi perjalanan luar Negeri yang dapat diakses secara daring melalui laman sinkarkes.
Dari sekian inovasi yang diluncurkan nampaknya pemerintah masih fokus pada pembenahan dan pembaharuan tata kelola informasi kesehatan dan sistem kerja internal. Hal ini sangat baik dan tentunya akan berdampak pada kesehatan institusi pemberi layanan kesehatan yang taat pada atura yang diberlakukan.
Sebagai masyarakat, kita turut senang dan bangga dengan apa yang telah dilakukan demi kemajuan tekhnologi. Namun sejatinya itu bukanlah apa yang dibutuhkan masyarakat. Sebagai penerima layanan, masyarakat tidak akan melihat apa yang ada di balik meja dokter, manajer maupun direktur rumah sakit. Masyarakat hanya ingin mendapatkan pelayanan yang pantas dan wajar yang diberlakukan sebagai subjek pelayanan. Masyarakat hanya menginginkan pelayanan yang mereka dapatkan bersifat holistik. Yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap pada bagaimana pihak pemberi layanan kesehatan memberikan pelayanannya secara profesional dengan penuh kenyamanan.
Nampaknya pemerintah perlu belajar dari anak muda Indonesia yang berinovasi dan berdampak langsung pada kebutuhan masyarakat secara luas. Kita bisa melihat bagaimana aplikasi yang digagas oleh Jonathan Sudharta dengan Halodoc-nya yang dapat mengurai permasalahan masyarakan untuk bisa berkonsultasi dengan seorang dokter tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi dan tanpa menghabiskan waktu untuk menunggu lama. Dan dengan “bayi”-nya itu masyarakat tidak perlu berpanas-panasan di bawah terik matahari untuk mendapatkan obat ke apotek dengan resep dokter.
Kalau boleh bernostalgia, kita masih ingat momen antre dan menunggu untuk waktu yang tidak bisa ditentukan masih dialami oleh sebagian masyarakat. Ada yang ingin bertemu dengan dokter yang mungkin hanya memakan waktu 10 menit sekadar untuk berkonsultasi tapi butuh waktu lama untuk menunggu. Ada juga yang tidak pernah mau berobat ke rumah sakit lantaran adanya skenario antre dan menunggu yang tidak wajar. CEO-Founder itu menjawab apa yang menjadi harapan masyarakat, cepat dan efisien.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 1 nomor 10 tertulis bahwa “Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.” Yang artinya output dari sebuah teknologi dalam dunia kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik sehingga berdampak pada derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu dengan pemanfaatan teknologi, sudah saatnya pemerintah mengalihkan perhatiannya pada masyarakat di segala inovasi yang akan datang. Pada akhirnya kita dapat memandang kesehatan bukan lagi kebutuhan, melainkan kesadaran dan gaya hidup.