Setiap pasangan suami istri pasti sangat menginginkan memiliki keluarga yang sakinah, mawadah, dan penuh dengan rahmah. Untuk mewujudkan hal itu, peran seorang istri tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena sesungguhnya, di balik kesuksesan sebuah keluarga terdapat peran penting seorang istri di dalamnya.

Rasulullah SAW dahulu sukses melebarkan dakwah hingga ke berbagai belahan dunia, salah satunya ialah karena peran istri-istri beliau yang selalu taat kepadanya. Lantas, apa saja peran penting seorang istri dalam rumah tangga? Berikut penjelasannya.

1. Menaati suami.

Suami adalah pemimpin keluarga dan yang dipimpin yakni istri wajib menaati suami dalam koridor yang memang sesuai dengan syariat. Jika bertentangan, contohnya menyuruh istri meninggalkan salat wajib, maka tidak ada kewajiban baginya untuk taat kepada perintah suaminya tersebut.

Ketaatan seorang istri atas suami bahkan bukan hanya sebatas apa yang dianggap wajib dalam ibadah mahdah, melainkan juga berbagai hal yang biasanya dianggap sepele. Seperti saat ada tamu ke rumah. Rasulullah SAW memberikan tuntunannya, "Tidak boleh seorang wanita mengizinkan seorang pun untuk masuk di rumah suaminya sedangkan suaminya ada melainkan dengan izin suaminya." (HR. Ibnu Hibban).

Bahkan untuk ke luar rumah, istri harus mendapatkan izin dari suaminya. Karena istri yang taat kepada suaminya kelak akan memasuki surga dari arah mana saja yang disukainya. Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, 'Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka'." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

2. Menyayangi dan mendidik anak.

Selain itu seorang istri bertugas untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anak mereka secara bijaksana. Istri juga harus memberikan didikan yang baik untuk tumbuh kembang anak-anaknya. Diriwayatkan dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah SAW melihat seorang perempuan yang membawa anak-anaknya. Anak yang satu digendong, sedangkan anak yang lain berjalan di belakang. Rasulullah SAW bersabda, "Ibu-ibu yang mengandung, melahirkan, dan menyayangi anak-anaknya, jika mereka tidak mendurhakai suami dan mendirikan shalat, niscaya akan masuk surga." (HR. Hakim).

3. Sabar atas ujian keluarga.

Untuk mencapai keluarga yang harmonis dan penuh berkah, pasti ada saja ujian yang dialami. Mulai dari masalah keuangan, karier suami, bisnis, masalah dengan kerabat, bahkan masalah dengan tetangga yang buruk akhlaknya. Karena sesungguhnya istri yang baik bukanlah istri yang suka mengeluh, melainkan senantiasa memberi spirit kepada suami agar dapat menghadapi ujian hidup dengan tegar dan sabar. Inilah yang dilakukan Khadijah as kepada Rasulullah SAW ketika mengalami ujian dakwah. Khadijah as bahkan rela menghabiskan kekayaannya untuk membantu dakwah suaminya tercinta. Begitulah seharusnya potret seorang istri yang shalehah.

4. Memahami kekurangan dan kelebihan suami.

Pada umumnya, setiap istri mendambakan suami yang sempurna, baik secara lahir maupun batin. Tetapi tidak semua suami seperti itu. Karena setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dengan mengetahui berbagai kelemahan suami, seorang istri seyogyanya tidak banyak menuntut. Melainkan berusaha untuk memahami dan tetap bahagia serta meyakini bahwa itulah pilihan terbaik yang diberikan Allah kepada dirinya.

5. Menyenangkan jika dipandang suami.

Sesungguhnya istri yang shalehah ialah istri yang selalu menyenangkan suaminya, termasuk dengan bersikap menghormati, memuliakan, bertutur kata lembut serta melayaninya dengan sepenuh hati. Apalagi dalam hal ini ialah berdandan untuk suami, murah senyum, menyiapkan makanan, menyiapkan perbekalan kerja, dan pelayanan lainnya yang bisa membuat suami senang dan bahagia. Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, "Siapakah wanita yang paling baik?" jawab beliau, "Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci." (HR. Nasai dan Ahmad).