Pernah nggak sih, ketika kamu sedang curhat tentang pengalaman sedihmu dijawab seperti, Ah baru segitu, aku pernah lebih parah dari itu kok! Kalau pernah, itu adalah salah satu dari contoh toxic positivity. Pastinya, hal ini sangat nggak kamu inginkan saat bercerita. Saat seseorangcurhat, yang mereka ingin dengar bukanlah kata-kata positif atau motivasi, melainkan hanya untuk didengar dan divalidasi bahwa perasaan mereka itu wajar.

Ketika kamu menangis karena habis putus dengan pacarmu, tentunya respon; Menangislah sepuasmu, jika itu membuatmu lega, lakukanlah. Akan lebih enak didengar dibandingkan Udah jangan nangis! Memangnya dia nangisin kamu juga? Itulah mengapa kamu perlu tahu bahwa validasi ini sangatlah penting. Validasi mengenai perasaan sedih sangat jarang dilakukan khususnya oleh kaum remaja. Jika terus dibiarkan, hal ini nggak akan berujung baik lho!

Whitney Hawkins Goodman, pemilik The Collaborative Counseling Center telah merangkum perbedaan antara toxic positivy dengan validasi dalam akun Instagram @sitwithwit. Dari contoh ini, kamu bisa mengambil inspirasi kata-kata apa yang lebih baik untuk diucapkan. Hati-hati ya! Karena banyak sekali kalimat-kalimat yang menurutmu bisa menyemangati, malah bisa membuat seseorang semakin depresi loh.

Kapan sih toxic positivity ini bisa terjadi?

Toxic positivity sering terjadi di saat kamu sedang curhat dengan teman. Mungkin tidak semua orang mengetahui tentang toxic positivity. Bahkan, banyak yang tidak bermaksud untuk melakukan toxic positivitytapi terlanjur mengucapkannya karena tidak tahu apa dampaknya. So, setelah ini jangan dilakukan lagi ya!

Dampak dari toxic positivity.

Toxic positivity ini sangat penting untuk dihindari. Jika kamu terus terjangkit dalam toxic positivity, tentunya kamu akan menjadi lebih sering untuk membohongi perasaanmu. Di mana seharusnya kamu meluapkan kesedihanmu, malah harus menahannya karena tekanan toxic positivity dari orang lain. Oleh karena itu, toxic positivity bisa menjadi awal mula dari depresi. Di saat seseorang menerima toxic positivity, tentunya ia akan merasa ceritanya diremehkan, menganggap kehidupannya tidak penting, dan bahkan orang tersebut justru akan semakin menyalahkan dirinya sendiri atas masalah yang terjadi.

Nah, mulai sekarang kita harus mengurangi kata-kata yang bukannya menjadi motivasi, malah semakin menjatuhkan ya!