Orang tua merupakan sumber nilai, pengetahuan, dan perilaku-perilaku bagi anaknya. Peranan orang tua sangat penting sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Dengan kata lain, orang tua memainkan peran sebagai pendidik (educator), pengajar (teacher), dan sekaligus pelatih (trainer) bagi anak-anaknya. Semua peranan orang tua tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar sehingga dapat mencapai tujuan yang sempurna. Tetapi, orang tua kadang tidak sadar dengan kebiasaan buruk yang mereka lakukan di depan anak. Seperti halnya kebiasaan sering berkata kasar, bertengkar yang dilihat oleh anak dan akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak dan kebiasaan tersebut cenderung ditiru oleh anak (Utami, 2017).

Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan antara orang tua atau pada anaknya jelas berdampak pada anak. Anak akan berpikiran bahwa kebiasaan buruk yang dilakukan oleh orang tua boleh untuk ditiru. Maka ketika anak sudah menjadi remaja, anak belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga hal yang wajar kalau anak melakukan kekerasan seperti yang dicontohkan oleh orang tuanya (Ingtyas, 2018). Salah satu contohnya adalah anak laki-laki yang mengikuti tawuran antar sekolah.

Kasus tawuran yang memakan korban tahun ini yaitu Adrian Syahputra (16), Adrian tewas saat tawuran antara pelajar SMP Negeri 21 dengan siswa MTS Negeri 21. Adrian sempat menjalani perawatan di RS Atmajaya, Penjaringan, namun nyawanya tidak terselamatkan. Dia tewas dalam pelukan ibunda empat hari setelah kejadian. Polisi langsung menangkap tiga pelaku pelajar MTS Negeri 21 dari tiga tempat terpisah, yakni OI (16), AM (15), dan Aldi Saputra Ramadhan (17). Ketiganya tak berkutik saat polisi menciduk dari rumah masing-masing.

Kala itu Adrian bermaksud merayakan ulang tahun bekas sekolahnya tersebut. Perayaan kemudian berlanjut. Berlaga jadi panglima perang, ia lalu mengajak sejumlah juniornya tawuran. Dengan membawa sejumlah senjata tajam, kelompok ini kemudian mendatangi kawasan Jembatan Bakti. Kedatangan mereka disambut pelajar MTS Negeri 21 yang juga telah dilengkapi senjata tajam dipimpin oleh OI. Adrian yang menjadi panglima perang SMP Negeri 21 tak berkutik setelah kelompoknya kalah. Anggotanya kemudian lari kocar kacir meninggalkan Adrian seorang diri. Adrian pun diserang menggunakan celurit dan parang tertuju ke bagian badan dan kepalanya hingga terluka. Badannya kemudian roboh membuat Adrian tak sadarkan diri (Yusuf, 2019).

Walaupun demikian, bukan berarti para orang tua tidak bisa mengubah perilaku buruk anak, karena orang tua bisa menerapkan teori modeling. Modeling adalah belajar dengan mengamati, menirukan, dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati. Modeling dilakukan oleh perilaku seseorang individu atau kelompok (model) sebagai stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan perilaku yang serupa di pihak pengamat (Sutanti, 2015). Kalau orang tua ingin mengubah perilaku buruk anak dan menjadi contoh yang baik untuk anak, orang tua dapat mengubah tingkah laku atau kebiasaan buruk terlebih dahulu agar nantinya anak dapat meniru dan mencontohkan perilaku yang baik dari apa yang sudah dilakukan oleh orang tuanya.

Jadi, hal-hal yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam menjadi contoh yang baik untuk anak adalah hindari bertengkar di depan anak, jika anak mengetahuinya coba beritahu baik-baik alasan mengapa orang tua bertengkar agar anak lebih mengerti. Berhati-hati jika berbicara kepada anak, jangan sampai mengerluarkan kata-kata kasar. Perbanyak untuk menunjukkan kasih sayang satu sama lain, antara orang tua atau dengan anak. Bangun kembali kepercayaan anak dengan orang tua agar anak tidak memikirkan masalah atau konflik yang lalu. Lebih mendekatkan diri kepada anak, seperti mendengarkan cerita anak, menanyakan keberadaan anak melalui telfon, ajak anak bermain dan jalan-jalan.