VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie merupakan kongsi dagang Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602 di Amsterdam, Belanda. Kongsi dagang ini bertujuan untuk mencegah terjadinya persaingan dagang antar perusahaan Belanda, juga agar mampu menghadapi musuh terutama Prancis dan Spanyol. VOC tiba di Nusantara pertama kali di Banten pada 1596. Meskipun pada awalnya VOC didirikan untuk kepentingan dagang, lambat laun berubah tujuan menjadi ingin memonopoli perdagangan hingga menanamkan kekuasaan di beberapa wilayah di Nusantara. VOC berhasil menguasai banyak wilayah Nusantara, namun dibubarkan pada 31 Desember 1799 karena adanya permasalahan hutang. Kemudian pemegang kekuasaan di wilayah Nusantara mengalami masa transisi. Sejak 1 Januari 1800, Nusantara secara resmi menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Belanda. Selanjutnya, Nusantara disebut sebagai Hindia Belanda atau Nederlands-Indie.

VOC telah berkuasa di Hindia Belanda selama lebih dari 200 tahun. Sehingga tidak heran apabila VOC berhasil memberikan banyak pengaruh dan perubahan di wilayah jajahannya di Nusantara, salah satunya adalah Kota Jepara. C. Lekkerkerker mengatakan bahwa nama "Jepara" berasal dari kata Ujungpara yang selanjutnya berubah menjadi Ujung Mara, Jumpara, dan menjadi Jepara atau Japara.[1] Ujungpara secara etimologis merupakan kata dari bahasa Jawa yang terdiri dari dua kata, yaitu Ujung dan Para. Ujung berarti bagian darat yang menjorok jauh ke laut[2], sedangkan Para berarti menunjukkan arah.[3] Sumber lain mengatakan bahwa Pepara berarti bebakulan mrana-mrana, yang dalam bahasa Indonesia berarti berdagang ke sana kemari. Sehingga Ujung Para juga dapat diartikan sebagai sebuah ujung tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah, yang kemungkinan ke daerah pedalaman Jawa termasuk Kabupaten Jepara dan sekitarnya.[4] Kota Jepara sebagai kota pelabuhan dan sebagai tempat persinggahan para pedagang karena letak kotanya yang strategis dan mudah untuk dijangkau.

Tahun 1613, Jan Pieter Both yang merupakan Gubernur Jenderal VOC, tiba di Jepara dan mendirikan kantor di sana. Kantor ini merupakan perpindahan kantor VOC sebelumnya yang berada di Gresik, yang sering mendapat gangguan dari pedagang Islam. Pada tahun 1615, VOC diberi izin oleh Sultan Agung yang merupakan Raja Mataram, sebagai perwakilan perdagangan VOC di wilayah tersebut.[5] Pembangunan Loji VOC rampung pada tahun 1618. Setahun berikutnya, pada 1619, Jan Pieterzoon Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC, melakukan ekspedisi milter ke Jepara untuk menghukum para pelaut dan pedagang yang melakukan penyerangan dan pembakaran kota Pelabuhan Jepara dan perahu-perahu Belanda yang berlabuh di sana. Peristiwa ini terjadi dua kali, yaitu pada tahun 1618 dan 1619. Diperkirakan mereka yang dihukum adalah para pelaut dan pedagang muslim yang berasal dari Jepara maupun dari daerah lain, yang merasa dirugikan oleh sistem monopoli VOC beserta lojinya.[6]

Sekitar tahun 1680-an, VOC menerima konsesi dalam bentuk sewa dari Raja Mataram[7] untuk mendirikan benteng di Pelabuhan Jepara. Dengan dibangunnya benteng VOC di Jepara, kemudian kota itu menjadi pusat kekuasaan VOC di wilayah Pantai Timur Jawa. Jepara dipilih sebagai salah satu pusat kekuasaan VOC selain di Batavia karena di Jepara sudah ada sarana prasarana pelabuhan yang strategis, yang sudah dibangun dan dikembangkan oleh Ratu Kalinyamat. Selain itu, juga karena Jepara masih memiliki daerah-daerah yang menghasilkan produk pertanian seperti beras yang dinilai menguntungkan VOC. VOC juga membangun benteng-benteng di kota-kota pelabuhan lainnya di sepanjang pantai utara Jawa. Benteng yang dibangun VOC memiliki fungsi sebagai kantor dagang, pusat pertahanan, dan tempat tinggal bangsa Eropa. Di kota pelabuhan inilah didirikan benteng-benteng VOC yang disebut dengan istilah kota-kota benteng. (Dikutip dari karya Nagtegaal yang berjudul Riding the Dutch Tiger: The Dutch East Indies Company and The Northeast Coast of Java yang terbit pada tahun1996, di halaman 94).

Benteng VOC di Jepara lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Lodji Gunung. Dalam bahasa Belanda, benteng ini disebut dengan Fort Japara. Benteng ini terletak di Bukit Donorojo, Jepara, yang dibangun oleh VOC di pertengahan kedua abad 17, yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1680-an. Tujuan dari dibangunnya benteng ini adalah untuk melindungi segala kegiatan perdagangan VOC di Jepara. Di gerbang masuk di benteng ini tertulis Fort Japara XVI yang sangat besar. Hingga dasawarsa pertama abad 18, Jepara masih menjadi pusat kekuasaan VOC di wilayah Timur Laut Jawa.

Terdapat beberapa sumber yang berkaitan dengan bentuk benteng di Jepara. Sumber pertama adalah dari surat residen Jepara J. P. Etman kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 15 Maret 1889 yang salah satunya berisi tentang gambaran singkat Benteng Jepara yang dilampirkan dengan peta sketsa yang dibuat oleh residen Jepara bernama Crane. Sketsa tersebut dibuat pada 12 Maret 1889. Dalam sumber tersebut tidak digambarkan bagaimana bentuk benteng tersebut. Sumber kedua adalah peta Benteng Jepara di Kota Jepara yang diperintahkan Cornelis Speelman untuk dibangun pada tahun 1677. Sebenarnya, peta tersebut adalah peta kota pelabuhan Jepara, sehingga tercantum letak pos-pos VOC, loji, sungai, pelabuhan, dan lain-lain. Sehingga dalam peta tersebut tidak menunjukkan bentuk benteng Jepara, melainkan hanya letak benteng tersebut di wilayah Jepara pada masa VOC. Sumber ketiga merupakan peta Benteng Jepara yang berisi informasi khusus tentang benteng tersebut. Sumber keempat, merupakan lukisan pensil yang menggambarkan pemandangan Kota Jepara yang berlatarbelakang Benteng Jepara. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada sisi timur depan benteng merupakan muara Sungai Jepara, dan di bawah kirinya adalah gambar kapal milik Belanda. Sedikit ke dalam ke arah daratan adalah jembatan yang bisa dibuka dan ditutup atau ophaalbrug dan kendang kuda. Dari lukisan tersebut dapat terlihat jika Benteng Jepara terletak pada tepi Sungai Jepara dan berdiri di perbukitan.[8]

Jepara menjadi salah satu kota yang dijadikan VOC sebagai pusat kekuasaannya untuk berdagang. Selain karena letaknya yang strategis, Jepara juga sudah memiliki kota pelabuhan yang didirikan oleh Ratu Kalinyamat. Setelah mendapatkan konsesi dari Amangkurat II, VOC mendapatkan izin untuk membangun benteng di Jepara. Pada tahun 1680-an, dibangun Benteng Jepara atau Lodji Jepara, yang dalam bahasa Belanda disebut Fort Japara. Benteng ini berfungsi sebagai kantor dagang, pusat kekuasaan, markas pertahanan, serta pemukiman untuk orang-orang Eropa. Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa Benteng Jepara terletak di sepi seberang Sungai Jepara, yang berdiri di atas perbukitan. Terletak di sekitar bukit Donorejo, Jepara. Benteng ini masih menjadi pusat kekuasaan VOC di Timur Laut Jawa hingga dasawarsa pertama abad 18.

[1] C. Lekkerkerker, Javaansche geographies namen als Spiegel va de omgeving en de denkwijze van het volk, 1932, hlm. 27.
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia; edisi kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, hlm. 1097.
[3] Mardiwarsito L, Kamus Jawa Kuna Indonesia; cetakan ketiga, Ende: Nusa Indah, 1986, hlm. 401.
[4] Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara, Sejarah dan Hari Jadi Jepara, Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara, 1988, hlm. 5.
[5] De Graaf, Tome Pires: Suma Oriental en het tijdperk van Godsdienst overgang, 1974, hlm. 56.
[6] De Graaf dan D. G. Stibbe, Encyclopedie van Nederlandsch-Indie; tweede deel, 1918, hlm. 183.
[7] Konsesi ini diberikan oleh Amangkurat II sebagai bentuk imbalan atas bantuan VOC dalam pemberontakan Trunojoyo. Amangkurat II juga memberikan pelabuhan-pelabuhan lainnya seperti Tegal, Pelabuhan Kaligawe dan Semarang di Semarang, Rembang, Surabaya, dan lain-lain.
[8] Agustinus Supriyono, Tinjauan Historis Benteng VOC di Jepara, Paramita, vol. 25 (1), 2015, hlm. 36.