Hari ini, detik ini juga, bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ganasnya Covid-19 bukan hanya dongeng semata. Pandemi yang tak kunjung usai membuat deretan angka statistik yang tak kunjung melandai dikarenakan masyarakatnya yang masih abai. Fasilitas kesehatan dipenuhi banyak antrean, banyak doa yang dipanjatkan memuat sebuah harapan, mereka semua berjuang melawan kematian. Tetapi, sekarang sudah bukan saatnya untuk saling menyalahkan, yang kita butuhkan adalah solusi untuk menghentikan penyebaran Covid-19 ini.

Pemerintah telah melakukan segala cara dan upaya untuk menekan jumlah kasus Covid-19 seperti lockdown, new normal, sosial distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di 18 wilayah di Indonesia, dan pada awal tahun ini pemerintah telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan ditindaklanjuti dengan (PPKM) mikro bagi seluruh masyarakat. Tujuannya sama dengan upaya pemerintah yang lainnya, yaitu untuk menanggulangi masalah penyebaran Covid-19 ini.

Lalu, apakah semua upaya pemerintah tersebut bisa menghambat pertumbuhan kasus Covid-19 di Indonesia?

Coba kita lihat kasus di lapangan, jumlah positif Covid-19 di Indonesia semakin berkembang setiap harinya karena masyarakat yang masih abai tentang protokol kesehatan Covid-19. Berdasarkan situs covid19.go.id, pada tanggal 3 Juli 2021 sudah tercatat sekitar 2.256.851 jiwa yang terkonfirmasi terpapar positif Covid-19, sedangkan 1.915.147 sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan 60.027 jiwa orang yang dinyatakaan meninggal akibat kasus Covid-19.

Usaha dan upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani kasus penyebaran Covid-19 ini belum menemukan titik temu. Dikutip dari CNN Indonesia, Presiden Jokowi Dodo memutuskan untuk memperketat Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) skala mikro untuk wilayah Jawa dan Bali dimulai pada tanggal 22 Juni sampai 5 Juli 2021. Kebijakan ini diambil untuk menghadapi lonjakan kasus positif virus Corona atau Covid-19 dalam beberapa hari terakhir.

Tentu saja, upaya Pemerintah untuk memeperketat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro ini menghambat kegiatan aktivitas dan juga mobilitas masyarakat yang tidak langsung memengaruhi kegiatan perekonomian yang ditetapkan oleh wilayah-wilayah tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan pembatasan jam oprasional mall dan juga pusat perbelanjaan, cafe, warung makan dan pedagang kaki lima yang hanya diperbolehkan beroprasi sampai dengan pukul 17.00 dengan kapasitas 25 persen saja dengan menjalankan protokol kesehatan lebih ketat hal tersebut mampu melemahkan daya beli masyarakat terutama dalam kebutuhan rumah tangga.

Efisensi secara besar-besaran harus dilakukan dunia usaha agar bisa bertahaan hidup, salah satunya adalah melakukan pengurangan jumlah karyawan dengan memulangkan sementara karyawan bahkan sampai menjatuhkan vonis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan bahkan perusahaan, pabrik, dan ritel sampai tutup akibat krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19 ini.

Dikutip dari metrotvnews, sudah tercatat banyak pabrik banyak yang tutup seperti Banten dari 16.000 ada 800 pabrik yang bangkrut. Pabrik tersebut bergerak di padat modal seperti alas kaki yang mengakibatkan tidak dapat mengekspor ke luar negeri sehingga tidak dapat berproduksi lagi. Sementara di Ibu kota Jakarta, ada 126 tempat kerja tutup sementara yang mengharuskaan untuk melakukan Work From Home (WFH). Kemudian disusul oleh daerah istimewa Yogyakarta ada 100 restoran berhenti di mana 50 hotel di antaranya harus gulung tikar karena Yogyakarta sangat bergantung pada sektor pariwisata.

Lalu, dampak apakah yang dirasakan UMKM dengan diberlakukannya PPKM yang semakin ketat ini?

Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun, PPKM akan kembali menjatuhkan UMKM yang kini tengah berjuang untuk bertahan dikarenakan UMKM sangat melekat dengan kegiatan masyarakat. Dampak diberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat akan menjadi dampak negatif terhadap perekonomian rakyat secara luas.

Oleh karena itu, pemerintah memberikan beberapa bantuan untuk warga selama PPKM darurat berlangsung, di antaranya dengan memperpanjang pemberian bantuan sosial tunai. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pemerintah menganggarkan bantuan sosial tunai sebesar Rp12 triliun untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) masing-masing Rp300 ribu selama empat bulan. Adapun Bantuan langsung Tunai (BLT) dana desa pemerintah sebesar Rp14,4 triliun untuk 12 bulan.

Mendorong kembali UMKM dengan cara pemanfaatan teknologi juga akan meningkatkan transaksi pada masa pandemi ini yang mengharuskan menjaga jarak dan pembatasan jam oprasional yang ketat. Dengan menggunakan strategi bauran pemasaran, di mana strategi produk dengan inovasi sesuai kebutuhan masyarakat pada masa pandemi dan pembayaran nontunai bekerja sama dengan mitra usaha. Strategi promosi dapat dilakukan dengan memanfaatkan media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram.

Dengan membantu menghadapi pandemi agar pertumbuhan ekonomi kembali pulih sehingga bisa meningkatkan pendapatan secara nasional, kita bisa memulainya dengan membeli produk UMKM via online. Dengan begitu kita bisa mengimbangi antara kesehatan dan juga meningkatkan ekonomi Indonesia. Berjalannya dengan penyuntikan vaksin juga menjadi sentimen positif untuk kembali menggerakan perekonomian Indonesia.