Persoalanterkait fenomena perundungan (bullying) yang terjadi di Indonesia kian hari tidak kunjung terselesaikan hingga sekarang. Menurut data KPAI, jumlah kasus per tanggal 30 Mei 2018, tercatat sebanyak 36 kasus anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 22,4 persen dan anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus atau sebanyak 25,5 persen (Widiastuti, 2018).

Menurut Rigby (dalam Kartikosari & Setyawan, 2018) mengartikan perundungan (bullying) adalah keinginan untuk menyakiti. Keinginan ini ditunjukkan dalam sebuah tindakan yang membuat seseorang menderita. Tindakan tersebut dilakukan secara langsung oleh individu atau kelompok yang lebih kuat dan tidak bertanggung jawab.

Perundungan (bullying) dapat bersifat fisik maupun nonfisik. Menurut Sullivan, Cleary, dan Sullivan (dalam Puspita dan Kustanti, 2018) menyatakan bahwa tindakan perundungan (bullying) secara fisik yaitu seperti mencubit, menggigit, mencakar, memukul, maupun serangan fisik lainnya. Perundungan (bullying) nonfisik dapat dibagi lagi ke dalam bentuk verbal dan nonverbal. Perundungan verbal meliputi pemaksaan, ancaman, intimidasi, pemberian julukan, dan penyebaran fitnah, sedangkan contoh dari perundungan non-verbal adalah tatapan sinis, ekspresi muka tidak bersahabat ataupun pengucilan.

Fenomena perundungan (bullying) seperti ini sudah seperti warisan atau sudah seperti tradisi turun temurun dan sangat sulit untuk dihentikan. Oleh karena itu sebaiknya kita semua dapat meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap kasus inidan menyikapinya dengan serius karena apabila bullying terus terjadi maka akan akan dapat memberikan efek jangka panjang pada gangguan kesehatan korbannya, baik secara fisik, mental, maupun secara psikologis.

Ketika seseorang memiliki pengalaman yang menyenangkan ataupun yang bersifat traumatik, maka hal ini akan sangat mudah untuk diingat dibandingkan pengalaman yang lain. Informasi yang tersimpan di dalam Short Term Memory (STM) akan di-rehearsed (diulang-ulang) untuk kemudian disimpan ke dalam Long Term Memory (LTM). LTM ini merupakan bagian dari memori episodic yang merupakan memori kenangan pribadi yang berasal dari pengalaman atas suatu peristiwa yang dialami (Goldstein, 2011). Melalui proses inilah seseorang dapat membayangkan atau menggambarkan ulang kembali serta menampilkan kembali suatu informasi maupun kejadian di masa lalu dalam ingatan memori serta menghubungkannya dengan kejadian di masa sekarang ataupun masa depan (Akbar, 2013). Hal ini akan sangat berdampak negatif terhadap korban perundungan (bullying) di mana ingatan masa lalu yang bersifat traumatik dapat membuat mereka selalu mengingat kejadian itu sehingga dapat mengubah perilaku atau sikap mereka menjadi pasif atau menarik diri, tidak percaya diri, pemurung, penakut, dan bahkan menjadi depresi.

Pencegahan terhadap hal-hal negatif agar tidak terjadi terhadap korban perundungan (bullying) bisa dilakukan yaitu dengan adanya problem solving (pemecahan masalah). (Habsy, 2017) mengartikan problem solving (pemecahan masalah) adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk lebih mampu mengatasi konflik yang sedang dihadapi dengan mengatur strategi ketika kesulitan dalam penyelesaian masalah. Pengembangan keterampilan pemecahan masalah perlu dilakukan dalam situasi seperti ini.

Oleh karena itu, penting bagi korban perundungan (bullying) untuk memiliki kemampuan creative problem solving, yakni dalam pengembangan keterampilan pemecahan masalah secara kreatif. Menurut Mitchell & Kowalik (dalam Sukarno & Handarini, 2016) mendefinisikan creative problem solving sebagai proses, metode, atau sistem pendekatan masalah yang menggunakan jalan imajinatif dan menghasilkan tindakan yang efektif.

Meningkatkan keterampilan creative problem solving pada korban perundungan (bullying) agar kasus yang sama tidak terjadi lagi yaitu dengan cara memberi pembekalan melalui pelatihan mengenai; (1) Saat disakiti secara fisik, korban dapat memiliki kemampuan untuk membela dirinya sendiri yaitu bisa dengan melalui pertahanan fisik seperti ilmu bela diri; (2) Saat disakiti secara nonfisik melalui verbal, korban dapat memberitahukan dan melaporkan atas tindakan yang ia alami; (3) Saat disakiti secara nonfisik melalui non-verbal, korban dapat memiliki kemampuan dengan selalu memberi senyuman kepada pelaku dan mencoba bersosialisasi dengan pelaku.

Oleh karena itu pada dasarnya kasus perundungan (bullying) itu dapat dicegah, hanya saja dalam hal tersebut dibutuhkan banyak kerja sama dari berbagai pihak. Mari secara bersama-sama untuk menciptakan kesadaran (awareness) mengenai kasus perundungan (bullying) agar kasus ini tidak terjadi kembali.