Terbangun dengan keadaan cemas akan pandemi mungkin jadi rutinitas beberapa masyarakat Indonesia. Instruksi untuk melakukan social distancing dan work from home sudah digalakkan pemerintah Indonesia. Media massa maupun media sosial juga ramai memberikan berbagai informasi guna sosialisasi bagi masyarakat. Tagar #dirumahaja sudah ramai bersliweran memenuhi gawai kita.

Informasi baik pencegahan, penanganan, sampai perkembangan global Covid-19 memenuhi media massa. Berita palsu bercampur dengan berita kredibel makin sulit dipilah guna kebutuhan informasi. Banjir berita ini malah memberi blunder pada masyarakat sendiri.

Mungkin beberapa kalangan dapat mencukupi kebutuhan mereka akan informasi, tapi bagaimana beberapa warga yang tidak memilah berita sebagai sumber informasi? Tentunya ini juga memiliki dampak buruk bagi kejiwaan masyarakat sendiri.

Dampak informasi berlebih.

Dilansir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), penggunaan social distancing juga diubah menjadi phyiscal distancing guna menjaga interaksi sosial di tengah pandemi global. Pembatasan interaksi inilah yang sebenarnya dapat mengganggu kesehatan mental masyarakat akibat wabah ini. Interaksi pun sebenarnya masih bisa dijalankan dengan pola berbeda seperti menggunakan platform dalam jaringan yang tersedia.

Dampak dari wabah Covid-19 selain itu juga dapat meningkatkan kecemasan berlebih. Gangguan ini bisa ditimbulkan oleh lingkungan yang memberikan banyaknya informasi terkait Covid-19. Dikutip dari alodokter.com, gangguan ini juga bisa disebut Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Gangguan ini bisa disebabkan oleh individu yang memiliki kecemasan berlebih akan suatu hal dan berakibat pada keraguan dalam tiap tindakannya.

Dalam kasus ini, masyarakat awam yang tidak bisa memilah berita akan menangkap segala informasi terkait Covid-19 dan tidak menutup kemungkinan malah menimbulkan kepanikan tersendiri. Penderita juga bisa melakukan suatu hal secara berulang guna memberi kepastian bahwa ia telah melakukannya dengan benar. Penderita dapat mencuci tangannya berkali-kali, mengecek tiap benda yang ingin dia sentuh berkali-kali, ataupun menolak segala hal karena takut terjangkit Covid-19.

Peran pemerintah sebenarnya dinantikan untuk menangani wabah. Dengan kepastian dan terlihatnya kontribusi pemerintah sebenarnya dapat memberi kepastian kepada masyarakat khususnya penderita OCD bahwa wabah Covid-19 dapat ditangani.

Menghilangkan kecemasan.

Melihat hal tersebut, Ilmi Amaliyah, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta ikut memberikan tanggapan. Menurutnya, informasi yang banyak juga setidaknya menyebabkan beberapa orang dapat mengalami cemas berlebih. Ini juga harus diperhatikan. Setidaknya kalau kita sehat, jangan sampai kejiwaan kita terserang, tuturnya.

Ilmi juga menjelaskan bahwa setidaknya pemerintah dapat andil besar untuk memberi masyarakat kepastian terkait penanganan Covid-19 lebih lanjut. Masyarakat juga butuh ketenangan dan kepastian untuk pada siapa masyarakat dapat mempercayakan wabah ini sepenuhnya.

Yang saya pelajari sih, secara alamiah manusia itu butuh sesuatu yang ia bisa percayai atau sekedar menjadi sandaran, seperti berserah diri kepada Tuhan. Untuk sekarang dengan Pemerintah yang mengambil peran besar sebenarnya memberika kepastian juga kepada masyarakat, ucapnya.

Ilmi juga memberikan beberapa hal yang bisa kita lakukan guna mengurangi kecemasan di tengah situasi yang sangat mengkhawatirkan ini.

1. Identifikasi kecemasan tersebut berasal dari mana. Jika cemas itu memberikan kita kepedulian, masih wajar untuk cemas, kecuali berlebih hingga merugikan diri sendiri.

2. Jika informasi yang tidak bisa kita pilah masih membanjiri masyarakat, ada baiknya kita sendiri yang menahan informasi sejenak guna menenangkan diri.

3. Tetap produktif dengan melakukan rutinitas seperti biasanya. Hanya saja mengubah pola dengan mengurangi sosialisasi tatap muka dengan orang lain.

4. Tetap menjaga kesehatan fisik, karena kesehatan fisik dan jiwa saling berhubungan. Olahraga di dalam rumah pun masih memungkinkan untuk menjaga fisik terjaga dan melakukan pola hidup sehat.

Intinya, instruksi pemerintah perihal tetap di rumah seharusnya tidak menyerang kejiwaan kita karena itu juga yang memberikan kita kepercayaan terhadap pemerintah. Beberapa kerjaan juga masih bisa dilakukan, hanya saja diubah polanya mungkin secara online ataupun di dalam rumah, kata Ilmi.***