Brilio.net - Ceria, lincah,dan penuh semangat. Begitulah sosok Putri Sampaguita Santoso, cewek berusia 25 tahun yang luar biasa ini. Sekilas penampilan Thie Santoso—begitu dia biasa disapa—tidak ada yang beda dari cewek-cewek pada umumnya. Tapi, sejatinya, Thie adalah seorang tuna rungu. Oh ya asal tahu saja ya, Sampaguita itu artinya bunga melati dalam Bahasa Filipina.

Tapi jangan anggap remeh ya. Cewek yang satu ini punya segudang prestasi lho. Ia saat ini menjabat Ketua Sampaghita Foundation, sebuah yayasan yang menyelenggarakan pendidikan dan keterampilan bagi para difabel untuk meraih mimpi mereka di dunia industri dan lapangan kerja.

Nggak cuma itu, Thie juga punya seabrek kegiatan. Dia sempat mengajar anak jalanan di kawasan Kota Tua, Jakarta setiap Sabtu. Bahkan dia juga kerap ikut kegiatan off road lho. Wuih kalian nggak nyangka kan?

Thie Santoso (Bag-1) © 2016 brilio.net

Thie saat mengikuti off-road. (foto: Facebook/@thiesantoso)

Dia juga beberapa kali mengadakan pelatihan untuk ratusan anak tuna rungu. Ia sejak lama memang suka mengadakan dan mengikuti kegiatan sosial. Pada 2012 sampai 2014 misalnya, ia sering mengajar bahasa Inggris dan matematika pada anak jalanan bersama Yayasan Tri Kusuma Bangsa. Kegiatan sosial semacam inilah yang akhirnya memupuk keinginannya untuk membantu para disabilitas rungu seperti dirinya.

“Pada dasarnya tuna rungu memiliki kelebihan yang tidak semua orang normal miliki, yaitu fokus, teliti, dan sabar. Dengan modal tersebut apabila mereka diberi pelatihan keterampilan, hasilnya tidak akan kalah bahkan mereka bisa lebih baik hasil kerjanya dibanding orang normal,” ujar Thie yang menderita tuna rungu sejak lahir kepada brilio.net.

Thie Santoso (Bag-1) © 2016 brilio.net

Para tuna rungu yang mengikuti pelatihan keterampilan yang digelar Thie. (foto: brilio.net/islahuddin)

Selain kegiatan sosial, Thie juga merintis usaha dan memasarkannya di kuka.co.id. Bahkan sejak SMA dia sudah belajar berjualan di rumah. Tapi kesuksesan dan semangat pantang menyerah Thie tidak diraih dengan gampang lho.

Butuh perjuangan dan jalan berliku untuk meraihnya. Sejak lulus kuliah, Thie mencoba melamar bekerja di sejumlah perusahaan. Sedikitnya, dia mengirimkan 438 aplikasi lamaran kerja. Tapi nggak satu pun yang ditanggapi.

Padahal, ia sangat yakin bisa bekerja sesuai dengan keahlian yang ia miliki. “Tidak ada perusahaan yang mau menerima saya, karena di surat lamaran saya sudah sebutkan kalau saya tuli,” jelas Thie yang sejak lahir tak pernah melihat sang ayah karena meninggal saat ia masih berusia dua bulan dalam kandungan sang ibu, Hanny Kusumaningtyas.

Tapi keterbatasan Thie yang tidak bisa mendengar sejak lahir tidak membuatnya rendah diri. Bahkan Thie mempunyai semangat lebih untuk menunjukkan bahwa penderita tuna rungu juga bisa meraih prestasi yang tidak kalah dengan orang normal. Salut deh.

Selain pernah ditolak ratusan perusahaan karena tuna rungu, kehidupan masa kecil Thie juga penuh gejolak. Tetapi itu semua menjadi motivasi baginya meraih sukses. Simak kisah Thie selanjutnya pada tulisan bagian 2.