Kamu tentu tahu yang namanya Warnet. Mungkin malah kamu termasuk salah satu pengunjungnya?

Di Indonesia, warnet adalah sarana umum yang berfungsi menyediakan koneksi internet melalui komputer. Di awal-awal kejayaannya, pada permulaan milenium atau tahun 2000-an, warnet merupakan pilihan satu-satunya jika ingin mengakses internet dan menikmati berbagai hal yang ada di internet. Mulai dari chatting/ngobrol secara real time dengan orang lain dan dari negara mana saja, hingga kegiatan ilegal seperti men-download lagu MP3 bajakan yang mulai marak pada masa itu.Apa kamu ingat lagu MP3 bajakan yang pertama kamu download lewat internet?

Warnet dan pekerja lepas Jepang ikut terdampak pandemi Covid-19

Tipikal warnet Indonesia (Sumber gambar: Hipwee)

Saat ini bisnis warnet sudah tidak lagi seindah awal-awal beroperasinya. Ada banyak alasan dan penyebab, seperti mulai normalnya internet mobilemelalui telepon pintar alias smartphone hingga banyak pilihan koneksi internet rumahan sekelas warnet. Pengusaha warnet harus semakin kreatif menjalankan usahanya atau mereka akan tumbang seperti pebisnis Wartel sebelumnya.

Warnet dan pekerja lepas Jepang ikut terdampak pandemi Covid-19

Wartel (Sumber gambar: Hipwee)

Beberapa dari kamu pasti pernah merasakan era wartel, lapak telepon umum dengan bilik dan kursi sehingga kamu bisa nyaman bertelepon tanpa harus berdiri dan menyiapkan tumpukan koin logam di box telepon umum. Saat ini bisnis wartel sudah mati karena serbuan telepon selular, dan melihat tren sekarang (internet lewat telepon pintar), maka warnet diprediksi akan mengalami nasib serupa. Sehingga bisnis warnet dirasa akan memiliki masa depan suram.Tapi tidak dengan di Jepang.

Warnet dan pekerja lepas Jepang ikut terdampak pandemi Covid-19

(Sumber gambar: YouTube)

Di negara yang akses dan kecepatan internetnya sebaik Jepang, seharusnya keberadaan sebuah warnet tidak lagi punya tempat. Siapa yang butuh warnet lagi kalau internet smartphone-nya sudah sedemikian ngebut dan internet rumahannya jauh lebih ngebut lagi dan berharga super murah (jika dibandingkan dengan harga/kecepatan di Indonesia)?

Tapi ternyata warnet tetap ada di Jepang dan laris. Jumlahnya memang tidak terlalu banyak, namun tidak pula terus menyusut seperti yang terjadi di Indonesia. Kenapa demikian?

Karena warnet di Jepang memiliki desain berbeda dari warnet yang ada di negara kita. Warnet di sana berfungsi layaknya sebuah kos-kosan atau petakan, namun dengan ukuran super mini. Sehingga ideal sebagai tempat tinggal atau menginap dengan biaya rendah.

Secara umum memang warnet di sana bukan diperuntukkan untuk menginap seperti penginapan resmi. Tapi celah yang ada dimanfaatkan orang berpenghasilan minim untuk mendapatkan fitur layaknya kos-kosan dari sebuah warnet. Seperti yang dilakukan buruh bangunan di Tokyo bernama Takahashi. Takahashi memanfaatkan warnet yang ada di Tokyo sebagai tempat tinggal berbiaya rendah. Hal ini bisa terjadi karena warnet di Jepang memiliki karakteristik bilik tertutup sehingga memiliki privasi lebih baik ketimbang warnet di Indonesiawalau dulu warnet Indonesia juga ada yang memiliki konsep serupa namun disalahgunakan pengunjung.

Tapi saat ini virus Corona menyebabkan banyak warnet di Jepang mulai memberlakukan tutup pintu sehingga orang-orang seperti Takahashi kehilangan tempat bernaung murah mereka. Per 24 jam, bilik warnet berukuran 2x2 meter di Tokyo memiliki tarif antara $ 17 hingga $ 20 (Rp 255 ribu sampai dengan Rp 300 ribu) sehingga termasuk murah untuk ukuran pendapatan terendah di Jepang.

Warnet dan pekerja lepas Jepang ikut terdampak pandemi Covid-19

(Sumber gambar: Daily Mail)

Banyak perusahaan bangkrut saat ini gara-gara pandemi Corona dan pengangguran seperti saya terpaksa tidur di terminal bus dan tempat lainnya, keluh Takahashi. Untuk mengganjal perut, orang-orang seperti dirinya mengandalkan shelter atau dapur umum relawan yang menyediakan makanan gratis buat yang membutuhkan.

Dalam beberapa minggu terakhir Jepang memang berjibaku menghadapi penyebaran Covid-19 yang semakin mengganas. Per hari Minggu (3/5) tercatat ada 14,571 kasus di seluruh Jepang dengan 487 fatalities alias kematian penderitanya menurut rangkuman data John Hopkins University. Hal terdampak termasuk berbagai bisnis dan usaha, seperti halnya warnet yang jadi sarana murah meriah tempat tinggal seperti kos-kosan untuk warga Jepang seperti Takahashi.

Terlepas dari status sebagai kota maju metropolis, Tokyo Jepang tetap memiliki masalah urban yang juga dimiliki kota-kota besar negara lain, yaitu tunawisma. Dan jika wabah virus Covid-19 masih jadi momok dunia maka bukan hal mustahil kalau jumlah mereka akan bertambah banyak seiring jatuhnya kondisi ekonomi. Semoga itu tidak sampai terjadi, ya?

Mari lakukan bagian kita untuk mencegah meluasnya penyebaran virus Corona. Kita bisa jadi masalah, atau menjadi solusi. Pilihannya ada pada diri kita sendiri.