Sore itu, di depan pintu masuk salah satu mal di Surabaya Pusat, nampak orang-orang yang tengah menunggu bus. Sesekali mereka menoleh ke kanan, melihat apakah bus sudah terlihat dari kejauhan. Satu hal yang menjadi kesamaan orang-orang tersebut adalah mereka menenteng tas atau kantong plastik yang isinya gelas atau botol plastik bekas.

Nunggu Suroboyo bus, ya, mbak?, tanya seorang ibu kepada penulis. Mungkin karena melihat penulis menenteng barang yang sama, ibu itu bisa menebak bahwa penulis juga sedang menantikan Suroboyo bus.

Jika orang lain melihat ke arah kanan untuk mengetahui apakah bus sudah datang atau belum, penulis memantau lewat aplikasi GoBis. Melalui aplikasi yang dapat diunduh di Play Store itu, Anda dapat mengetahui posisi Suroboyo bus secara real time.

Setelah menunggu selama lebih kurang 15 menit, Suroboyo bus pun datang. Penulis lantas bergegas naik ke bus berwarna merah itu. Di dalam bus, dua laki-laki petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengumpulkan gelas dan botol bekas yang dibawa penumpang sambil bertanya halte tujuan.

Tak lama berselang setelah bus melaju, para penumpang dihibur video klip Lagi Syantik dari Siti Badriah yang tengah jadi favorit penikmat musik dangdut. Video klip lagu tersebut ditampilkan di televisi di dalam bus. Emang lagi syantik, tapi bukan sok syantik. Syantik-syantik gini hanya untuk dirimu.

Itulah pertama kalinya penulis naik Suroboyo bus. Kesannya? Penulis sangat terkesan. Busnya bersih dan wangi. Tempat duduknya empuk. Sangat nyaman. Bebas lampu merah lagi. Petugasnya juga ramah. Sesekali, mereka bercengkerama dan bercanda dengan para penumpang.

Suroboyo Bus, kenyamanan dan masalah yang ditinggalkan

Suroboyo bus adalah salah satu moda transportasi teranyar keluaran Pemerintah Kota Surabaya. Bus berpelat merah yang beroperasi pada pukul 06.0020.00 tersebut resmi diluncurkan pada Sabtu (7/4/2018). Rute yang dilalui adalah sepanjang Terminal Purabaya sampai Jembatan Merah dan sebaliknya.

Uniknya, untuk bisa naik tersebut penumpang tidak perlu bayar. Eits, tidak bayar bukan berarti gratis. Penumpang membayar dengan menyerahkan sampah plastik berupa gelas atau botol bekas air mineral dalam kemasan. Untuk sekali jalan, tiap penumpang wajib menyerahkan 10 gelas berukuran 240 ml atau 5 botol berukuran 600 ml atau 3 botol berukuran 1,5 liter.

Surabaya adalah kota pertama di Indonesia dan kota kedua di dunia yang menerapkan pembayaran sampah plastik untuk angkutan umum. Kota pertama yang menerapkannya ialah Beijing pada 2014. Di ibu kota China tersebut, botol plastik bekas digunakan sebagai tiket kereta bawah tanah.

Bebas lampu merah

Sistem pembayaran Suroboyo bus yang tidak menggunakan uang itulah yang membuat bus tersebut menjadi idola warga Surabaya. Apalagi, fasilitas di dalamnya sangat nyaman.

Bus dilengkapi pendingin ruangan dan kursi dengan bantalan empuk yang berjumlah 41 buah. Selain penumpang duduk, bus juga dapat mengangkut penumpang berdiri sebanyak 28 orang. Dari 41 kursi yang tersedia, 16 di antaranya berwarna merah muda yang khusus diperuntukkan bagi wanita. Ada pula kursi untuk kaum penyandang disabilitas, ibu hamil, dan warga lanjut usia (lansia).

Suroboyo Bus, kenyamanan dan masalah yang ditinggalkan

Untuk sistem keamanan, terdapat sembilan kamera pemantau atau closed circuit television (CCTV) di dalam dan tiga CCTV di luar. Sebagai pelengkap sekaligus sarana hiburan, bus dipasangi televisi yang biasanya memutar video klip.

Halte yang disinggahi Suroboyo bus cukup banyak. Tiap kali akan berhenti di sebuah halte, terdengar pengumuman yang disampaikan dalam bahasa Indonesia, Jawa khas Surabaya, dan Inggris. Komplit.

Kelebihan yang dimiliki Suroboyo bus adalah bebas lampu merah. Artinya, ketika bus mendekati lampu lalu lintas (lalin) dan saat itu lalinnya berwarna merah, maka lalin otomatis berubah berwarna hijau. Bus bisa jalan terus.

Mengutip pemberitaan Kompas, Minggu (8/4/2018), Suroboyo bus terhubung dengan Surabaya intelligent transportation system. Sistem itulah yang membuat tiap kali Suroboyo bus melintas, lalin merah langsung berubah warna jadi hijau. Jadi, kalau naik bus ini, tidak ada ceritanya penumpang akan terjebak selama sekian menit di lampu merah.

Tidak bawa sampah plastik

Pertama kalinya penulis naik Suroboyo bus adalah saat bulan Ramadhan. Berhubung penulis naik bus saat sore hari menjelang berbuka puasa, di sepanjang jalan yang dilalui Suroboyo bus, terdapat banyak warga dari berbagai komunitas yang membagikan makanan gratis.

Penumpang Suroboyo bus pun tak ingin ketinggalan memperoleh makanan gratis itu. Begitu sopir memberhentikan bus, para penumpang langsung turun ke jalan dan berlomba berebut makanan gratis. Tidak hanya sekali atau dua kali bus berhenti di lokasi pembagian makanan gratis. Kalau tidak salah ingat, bus berhenti sampai lima kali.

Ada, lho, penumpang yang terus-menerus berhasil mendapatkan makanan gratis tiap kali bus berhenti. Entah sudah berapa bungkus makanan yang dia dapat. Beruntung sekali, ya, dia. Sepertinya, penumpang itu menerapkan prinsip sambil menyelam minum air. Sambil naik bus, sekalian berburu makanan. Mumpung gratis.

Ketika Suroboyo bus berhenti di Jalan Tunjungan, ada penumpang yang ingin ikut naik, akan tetapi ia tidak membawa sampah plastik. Oleh petugas, penumpang tersebut tetap dipersilakan naik ke bus sambil diingatkan untuk tidak lupa membawa sampah plastik jika ingin naik Suroboyo bus di kemudian hari.

Meskipun tidak membawa sampah plastik, petugas tidak lantas meminta penumpang tersebut untuk membayar dengan uang sebab, sekali lagi, pembayaran Suroboyo bus murni dengan sampah plastik. No money at all.

Suroboyo Bus, kenyamanan dan masalah yang ditinggalkan

Supaya lebih praktis sehingga tidak perlu menenteng sampah plastik tiap kali naik Suroboyo bus, Anda bisa menukarkan sampah plastik yang telah Anda kumpulkan dengan kartu setor sampah. Kartu tersebut dapat digunakan selama beberapa kali. Ada beberapa halte yang melayai penukaran sampah plastik dengan kartu setor sampah, misalnya halte Hotel Bumi di Jalan Basuki Rachmat dan halte di Jalan Rajawali.

Masalah yang ditinggalkan

Tujuan Pemkot Surabaya untuk menggratiskan Suroboyo bus dan menggantinya dengan gelas atau botol bekas sebenarnya baik, yakni untuk mengurangi sampah plastik dan agar warga tidak lagi membuang sampah plastik sembarangan. Apalagi, plastik sulit terurai.

Namun, tujuan mulia tersebut urung terlaksana. Malah, timbul masalah baru, yakni penumpukan sampah plastik. Mengutip video Polemik Bayar Tiket Bus dengan Sampah di Surabaya dari kanal YouTube CNN Indonesia, hingga Oktober, gelas dan botol bekas yang disetor penumpang Suroboyo bus dibiarkan begitu saja tanpa penanganan lebih lanjut.

Salah satu tempat penumpukan sampah plastik hasil setoran penumpang Suroboyo bus ialah rumah kompos di kawasan Rungkut Asri. Di sana, terdapat ribuan karung berisi gelas dan botol bekas air mineral. Bobot per karungnya ialah 1015 kg. Bisa dibayangkan, ada berapa kg bahkan ton sampah plastik di rumah kompos tersebut yang dibiarkan menumpuk setiap harinya.

Di sumber lain, iNews, edisi Minggu (16/9/2018), tertulis bahwa sampah plastik dari penumpang Suroboyo bus juga menumpuk di bank sampah induk yang terletak di Jalan Ngagel. Di sana, terdapat lebih kurang 500 kg botol plastik.

Awalnya, Pemkot Surabaya dan pengelola bank sampah induk bekerja sama untuk menampung gelas dan botol plastik bekas dari warga yang hendak naik Suroboyo bus. Di bank sampah tersebut, warga bisa menukarkan sampah plastik dengan tiket bus.

Melihat sampah plastik yang terus menumpuk dan dibiarkan begitu saja, pengelola bank sampah induk memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan kerja sama tersebut. Mereka masih menunggu adanya Peraturan Wali (Perwali) Kota Surabaya terkait tindak lanjut penanganan sampah plastik tersebut.

Pemkot Surabaya patut diacungi jempol dengan menyediakan Suroboyo bus yang dapat menjadi alternatif kendaraan untuk bepergian gratis plus nyaman. Namun, Pemkot juga harus memikirkan cara agar kebijakan pembayaran Suroboyo bus dengan sampah plastik tidak sampai bendol buri alias menyisakan masalah.

Warga sudah getol mengumpukan gelas dan botol plastik, eh, malah tidak diapa-apakan. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, sampah plastik bukannya berkurang, justru bertambah.