Being productive gives people a sense of satisfaction and fulfillment that loafing never can Zig Ziglar

Kamu pasti pernah dihadapkan pada situasi di mana saat diberi tugas kelompok, kamu merasa beban yang ada lebih besar. Padahal tujuan dari tugas kelompok adalah memudahkanmu untuk mengerjakannya karena beban pekerjaan akan lebih ringan sebab dibantu oleh sekelompok orang.

Mengapa tugas kelompok malah jadi beban? Karena dalam beberapa situasi, terdapat keadaan di mana teman-teman kelompok atau kamu sendiri yang mengeluarkan less effort dalam bekerja sama karena merasa sudah banyak teman yang lain. Sederhananya, kita bergantung dengan orang lain dan tidak berkontribusi penuh dalam pekerjaan. Ternyata beban kelompok ini memiliki julukan psikologis, yaitu social loafing.

Pengertian social loafing.

Social loafing menggambarkan kecenderungan suatu individu untuk melakukan lebih sedikit usaha ketika menjadi atau berada dalam sebuah bagian kelompok. Individu tersebut mengasumsikan dan merasa anggota kelompok lain akan mengambil alih. Atau kebalikannya, orang lain akan menganggap satu orang akan memimpin pembagian kerja, tetapi di sisi lain orang tersebut terjebak mengerjakan keseluruhan tugasnya sendiri.

Eksperimen ahli.

Eksperimen terkait social loafing pertama kali ditemukan oleh seorang ahli teknik pertanian, Max Ringelmann pada tahun 1913. Dalam penelitiannya, Ringelmann meminta partisipan untuk menarik tali secara kelompok maupun sendirian. Hasilnya, ketika berada dalam kelompok seseorang tidak terlalu mengeluarkan tenaga yang maksimal dibanding dengan menarik tali seorang diri.

Bersambung dari eksperimen Max Ringelmann, pada tahun 1974 terdapat sekelompok peneliti yang melakukan hal serupa. Perbedaannya, di eksperimen kali ini, dalam kelompok hanya ada satu orang saja yang benar-benar dites, sisanya hanya orang yang diminta pura-pura menarik tali. Dari eksperimen ini juga didapatkan hasil bahwa ketika dalam kelompok, terjadi penurunan motivasi sehingga tali pun tidak benar-benar ditarik.

Sudah kenalan dengan social loafing, kira-kira apa penyebab dari social loafing?

Penyebab social loafing.

1. Merasa kurangnya pengaruh atas tugas yang diberikan.

Dalam hal ini, seseorang individu merasa bahwa kontribusi dan keterlibatannya akan kurang berpengaruh pada tugas terkait sehingga merasa tidak perlu ikut mengupayakan dengan kerja keras pada tugas tersebut. Menurut Price, sama seperti persepsi bahwa seseorang yang merasa terbuang dapat meningkatkan dan memunculkan social loafing. Demikian pula dengan persepsi bahwa seseorang tidak dapat secara langsung memengaruhi hasil tugas.

2. Social Loafing karena anggota kelompok.

Persepsi dalam diri bahwa terdapat anggota dalam kelompok yang mengalami social loafing juga akan menimbulkan social loafing dalam diri kita sendiri. Hal ini juga mengakibatkan seseorang menghindari untuk menjadi main role dalam kelompok karena takut dimanfaatkan oleh anggota yang bermalas-malasan.

3. Kurangnya motivasi dan kesadaran diri.

Motivasi merupakan faktor utama dalam social loafing. Social loafing menandakan bahwa individu terkait kurang memiliki motivasi yang tinggi dan rentan saat berada dalam kelompok. Selanjutnya, meski berkelompok, sudah sepatutnya kita memiliki rasa self awarness dan tanggung jawab. Social Loafing merupakan fenomena yang menunjukkan kurangnya kesadaran diri dalam diri suatu individu, sehingga menyebabkan tidak perhatian dengan tuntuan tugas dan penurunan kontribusi dalam kelompok.

4. Ukuran kelompok.

Makin kecil ukuran kelompok, seseorang akan makin mendapatkan peran yang sama penting dan jelas. Dengan begitu, setiap individunya akan berkontribusi lebih banyak dibanding ketika ukuran kelompok lebih besar. Makin besar sebuah kelompok, maka pembagian kerja akan makin sedikit dan membuat kurangnya kontribusi dari beberapa individu.

Penyebabnya banyak juga, ya. Kalau begitu sekarang kita lihat ke solusi meminimalisir terjadinya social loafing, yuk!

Solusi meminimalisir social loafing.

Tentunya ada beberapa cara untuk meminimalkan permasalahan tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Task importance.

Studi mengatakan bahwa ketika seseorang menganggap suatu tugas itu penting mereka akan cenderung tidak melakukan social loafing. Menurut Zaccaro, kelompok akan bekerja lebih keras jika mereka berpikir bahwa keterkaitan tugas itu tinggi dan berpikir bahwa mereka bersaing dengan kelompok lain sehingga mendorong mereka untuk berpikir bahwa tugas itu menarik.

2. Apresisasi.

Membuat beberapa apresiasi untuk pengukuran kinerja bagi setiap individu dalam kelompok dapat meningkatkan motivasi dan keinginan untuk melakukannya lebih baik lagi pada masa mendatang. Apresiasi juga membuat suatu indivu mengerahkan lebih banyak upaya karena mereka dianggap secara individual.

3. Evaluasi.

Evaluasi dalam kelompok juga akan mengurangi social loafing. Evaluasi dapat memberikan sinyal pada anggota kelompok bahwa akan ada konsekuensi untuk anggota yang tidak aktif. Evaluasi juga membantu sebuah kelompok untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada.

4. Kekompakan kelompok.

Terakhir, Wech, Mossholder, Stell, dan Bennet mengatakan, kekompakan kelompok itu penting, ketika kekompakan dalam kelompok meningkat, partisipasi juga meningkat. Selain itu, grup yang dibentuk oleh inisatif sendiri dan bukan acak diasumsikan lebih kohesif, produktif, dan rendah mengalami social loafing.

Kesimpulan.

Pada akhirnya, kegiatan berkelompok tidak akan pernah terhindari karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang pasti akan terus bekerja sama dan berinteraksi dengan makhluk sosial. Adanya fenomena social loafing bukan menandakan bekerja dalam kelompok tidak baik, melainkan untuk meningkatkan rasa kesadaran diri.

Dengan sudah mengetahui tentang fenomena ini, diharapkan semua kalangan nantinya dapat berkontribusi dalam sebuah kelompok dengan baik dan tidak mengandalkan anggota lain di dalamnya. Oleh karena itu, jangan jadi beban kelompok, ya!