Kematian Ibu dan Anak di Karesidenan Kedu 1830-1870.

Dalam gerak pertumbuhan penduduk terdapat tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu kematian, kelahiran, serta migrasi. Tingkat kematian sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh faktor di bidang kesehatan, perubahan kondisi sosial-ekonomi, dampak perang, berkembangnya wabah penyakit, serta masalah kelaparan. Hal ini seperti yang terjadi di Jawa, komersialisasi sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Hindia Belanda mampu memberikan dampak terhadap masalah kependudukan.

Dalam buku Antara Harapan dan Kenyataan ini dijelaskan bahwa semakin tinggi kelahiran maka akan diiringi juga dengan tingginya angka kematian. Peningkatan sendiri terjadi selama tanam paksa, yakni sekitar abad 18. Hal ini disebabkan oleh reaksi ekonomis mengenai respon penduduk akan kebutuhan permintaan jumlah tenaga kerja. Begitu juga dengan angka kematian mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan faktor kesehatan seperti berkembangnya berbagai penyakit serta kurangnya gizi pada masyarakat. Kemudian adanya perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830 cukup memakan banyak korban sehingga semakin menambah jumlah angka kematian di Jawa.

Masyarakat Kedu.

Buku karya Moordiati memokuskan masalah yang terjadi di Desa Kedu, Kabupaten Magelang sekitar abad 18. Dijelaskan bahwa sebenarnya kehidupan petani di Kedu memiliki peran yang cukup aktif, serta banyaknya surplus padi mengakibatkan mereka mampu menjual hasil produksi hingga ke luar daerah. Keuntungan yang diperoleh oleh masyarakat Kedu nyatanya tidak sebanding dengan banyaknya pajak yang harus dibayar. Pembayaran pajak sendiri dilakukan dari hasil penjualan tanaman padi, kacang tanah, tembakau, maupun hewan ternak.

Namun hal ini tidak berlangsung lama akibat perang yang terjadi, masyarakat Kedu tidak merawat tanaman kopi milik pribadi maupun pemerintah dengan baik, begitu juga dengan tanaman tembakau yang harga jualnya mengalami kemerosotan. Keadaan semakin diperparah dengan tingginya harga kebutuhan pangan seperti daging dan beras yang mengakibatkan kesengsaraan bagi warga Kedu. Kurangnya pemasukan pada keluarga, membuat mereka kelaparan, kehilangan tempat tinggal, hingga terpaksa menjadi pengemis untuk bertahan hidup.

Meski perang telah usai, nyatanya kesejahteraan masyarakat Kedu belum terjamin. Hal ini diakibatkan oleh adanya sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Masyarakat dipaksa menanam tanaman yang mana nantinya hasil produksi diberikan kepada pemerintah. Keinginan pemerintah guna memperluas lahan dapat tercapai dengan mudah, namun pencapaian pendapatan yang diharapkan akan menambah pemasukan malah mengalami kerugian. Pemanfaatan lahan tegalan yang minim air pada musim kemarau serta serangan tikus-tikus mengakibatkan gagal panen yang cukup besar. Dampak buruk bagi masyarakat Kedu terutama keluarga akibat rusaknya tanaman padi ialah semakin sedikit bagian yang didapat dari hasil panen. Keadaan ini terjadi hingga tanam paksa berakhir.

Dijelaskan bahwa pada tanam paksa di Jawa sekitar tahun 1845-1867 jumlah penduduk semakin bertambah, yang faktanya kenaikan ini didominasi oleh perempuan dan anak-anak beberapa distrik di Kabupaten. Sempat terjadi pula peningkatan angka pernikahan yang berawal mulai tahun 1854-1856 yang semakin menambah jumlah penduduk di Jawa. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi nyatanya malah memberi implikasi terhadap menurunnya tingkat kelangsungan maupun harapan hidup penduduk. Angka kematian lebih besar terjadi pada bayi dan anak di bawah umur sepuluh tahun, perawatan bayi yang kurang maksimal, serta rendahnya kerentanan fisik pada anak-anak menjadi faktor pendorong tingginya kematian. Pada saat itu kebutuhan perempuan dan anak-anak akan istirahat yang cukup, gizi yang baik, pelayanan kesehatan masih diabaikan, serta minimnya ekonomi yang menjadikan penduduk kurang mendapatkan makanan yang layak.

Gagal panen dan bencana kelaparan menjadi unsur pendorong timbulnya penyakit yang diderita oleh masyarakat di Jawa seperti tipus, kolera, oedema, dan cacar yang memakan banyak korban jiwa. Meski peningkatan pelayanan kesehatan seperti pemberian vaksin, pengobatan, maupun mengangkat tenaga medis, upaya ini tidak mampu mengurangi angka kematian. Sebab dilihat dari perilaku kesehatan masyarakat Kedu masih menganut pengobatan tradisional, yang mana mereka masih memercayakan pengobatan pada mantri cacar dan masih berpegang teguh terhadap ramuan serta pengobatan dukun.

Kesimpulan.

Tanam paksa cukup memberikan pengaruh besar terhadap kondisi perekonomian bagi penduduk di Kedu. Sehingga terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan dari tanam paksa, mulai dari tingkat kesehatan penduduk, munculnya berbagai penyakit sampai angka kematian penduduk di Kedu. Kesan buruk melanda para ibu dan anak dari sebelum tanam paksa hingga berakhirnya tanam paksa, yang mana mereka cukup terlibat besar dalam proses produksi pemerintah. Tingkat nilai gizi yang kurang pada ibu dan anak-anak mengakibatkan mereka rentan terkena penyakit selama periode ini. Meski telah dilakukan upaya pemberian vaksin serta berbagai pengobatan, tindakan ini tidak berjalan sesuai harapan. Sebab sebagian besar masyarakat Kedu masih memercayakan pengobatan dilakukan secara tradisional.

Kelebihan.

Buku Antara Harapan dan kenyataan mampu menceritakan kondisi kehidupan masyarakat Jawa pada abad 18 cukup lengkap, serta isi pembahasan dilengkapi dengan penjelasan dalam bentuk tabel sehingga memudahkan kita dalam memahami materi yang ada di buku. Bahasa yang digunakan juga mudah untuk dipahami, bisa dikatakan buku ini cukup membantu kita dalam menunjang pembelajaran guna menambah wawasan yang baru.

Kekurangan.

Kekurangan dalam buku ini sendiri adalah adanya kesalahan pengetikan dalam kalimat. Kemudian pengulangan materi dalam pembahasan yang memberikan dampak pembaca bingung mengenai runtutan permasalahan yang ada pada buku.

Judul buku: Antara Harapan dan Kenyataan

Penulis: Moordiati

Penerbit: Pustaka Kendi

Tahun terbit: 2020

Tebal halaman: xviii + 99 hlm, 14 x 20 cm