Bullying mungkin sudah tidak asing dan menjadi perhatian lebih di era digital saat ini. Peran dan pemahaman orang tua penting dalam menghadapi kasus bullying. Bullying tidak hanya berupa fisik, bahkan via eletronik atau digital yang disebut dengan cyberbullying pun semakin memprihatinkan. Sebelumnya, mari kenali terlebih dahulu pengertian bullying itu sendiri.

Menurut Harper (2008) dalam jurnal yang ditulis oleh Richard Donegan dari Elon University tahun 2012, kata "bully" dapat ditelusuri kembali hingga tahun 1530-an.Dalam arti paling mendasar, intimidasi melibatkan dua orang, pelaku intimidasi atau intimidator dan seorang korban. Penindas melecehkan korban melalui fisik, verbal, atau cara lain untuk mendapatkan rasa superioritas dan kekuasaan. Tindakan-tindakan ini mungkin saja terjadi secara langsung (misalnya dengan memukul, menyerang secara langsung, dll) ataupun tidak langsung (misalnya dengan menyebarkan rumor, gosip, dll).

Era digital saat ini membuat persoalan bullying menjadi makin penting untuk disoroti. Situs comparitech.com melakukan survey terhadap lebih dari 1000 orang tua yang punya anak berumur di atas lima tahun. Mereka menanyakan mengenai pengalaman cyberbullying yang dialami oleh anaknya. Berikut ini data mengenai tingkat umur dan jumlah anak dalam persen yang terkena bullying.

1. Umur6-10ada47.7%

2. Umur11-13ada56.4%

3. Umur14-18ada59.9%

4. Umur19dan seterusnyaada54.3%

Dari keempat daftar tersebut kita bisa melihat berapa banyak anak dari beberapa jenjang usia yang menjadi korban bullying. Bagaimana dengan lokasi seringnya terjadi intimidasi? Berikut daftarnya.

1. Sekolah.

Sekolah merupakan rumah kedua bagi semua anak di mana bullying sering terjadi. Bahkan maut pun tidak bisa dilawan karena bullying juga bisa berbentuk fisik (di luar dari verbal) yang mana bulying secara verbal pun bisa memengaruhi mental anak dan juga membahayakan nyawanya bila tidak mendapat pendampingan yang baik dari orang tuanya.

Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying. Akibatnya anak-anak pelaku bullying seperti mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.

Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah. Sekolah pun sering memberikan masukan maupun contoh negatif pada siswanya. Misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama siswa atau siswi sekolah.

2. Internet dan sosial media.

Dunia maya kerap dan sering kali menjadi contoh nyata yang rawan karena sedang digandrungi anak remaja saat ini. Beberapa waktu lalu mencuat kasus bullying terhadap artis Korea bernama Suli. Ia ditemukan tewas di rumahnya tanpa ada tanda kekerasan. Sulli pun ditetapkan sebagai korban cyberbullying.

Sebelum kejadian itu Sulli sempat melakukan aktivitas di akun sosial media pribadinya. Di sana banyak sekali hujatan yang ditujukan warganet terhadap Suli. Dengan penuh harapan untuk mendapatkan dukungan setelah lelah dengan tuntutat pekerjaan, yang didapatkan Sulli justru sebaliknya. Bukannya dukungan, ia malah menerima hujatan.

Dengan adanya kasus ini menandakan jika tindakan warganet juga dapat berpengaruh terhadap seseorang yang bisa memengaruhi mentalnya. Kasus ini juga sangat penting bagi orang tua agar memberikan pemahaman dan bijak dalam menanggapi komentar warganet.

3. Lingkungan teman sebaya dan kondisi lingkungan sosial.

Ketika berinteraksi dengan teman di sekolah maupun lingkungan di sekitar rumah pun anak-anak kadang kala juga terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilakunya itu.

Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.

Dari ketiga poin tersebut, poin kedua adalah hal yang juga sedang ditakutkan oleh para orang tua, yaitu cyberbullying. Media sosial pun jamak digunakan oleh berbagai kalangan.Berikut iniadalah grafik platform sosial media yang sering digunakan di Indonesiatahun 2017, dikutip daridataboks.katadata.co.idyang melansir dari We are Social dan Hootsuite, Januari 2018.

Peran penting orang tua dalam menyikapi isu bullying terhadap anak

Menurut comparitech,orang tua perlu mewaspadai tingkat risikocyberbullyinglebih tinggi yang dapat terjadi melalui beberapa platform sosial media dan internetberikut ini.

Peran penting orang tua dalam menyikapi isu bullying terhadap anak

Berdasarkan jurnalyang berjudul Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullyingtahun 2017, seiringberkembangnya teknologi, internet dan media sosial, cyberbullyingmenjadi bentukbullyingyang terbaru. Dalam cyberbullying korban terus menerus mendapatkan pesan negatif dari pelaku bullying baikmelalui sms, pesan di internet dan media sosial lainnya. Bentuknya bisa berupa mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar, meninggalkan pesan voicemail yang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls), membuat website yang memalukan bagi si korban, dan si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya, serta adanya "Happy slapping, yaitu video di mana korban dipermalukan atau di-bully lalu disebarluaskan.

Beberapa riset tentang cyberbullyingjuga dibagikan olehUniversitas Islam Indonesia.MenurutChadwick (2014), ada delapan aspek dari perilaku cyberbullying,yaitu:

1. Harassment.

Perilaku mengirim pesan-pesan dengan kata-kata tidak sopan yang ditujukan kepada seseorang yang berupa gangguan yang dikirimkan melalui email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial.

2. Denigration.

Perilaku mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang yang dituju. Seperti seseorang yang mengirimkan gambar-gambar seseorang yang sudah diubah sebelumnya menjadi lebih sensual agar korban diolok-olok dan mendapat penilaian buruk dari orang lain.

3. Flaming.

Perilaku berupa mengirim pesan teks dengan kata-kata kasar dan frontal. Perlakuan ini biasanya dilakukan di dalam chat group di media sosial seperti mengirimkan gambar-gambar yang dimaksudkan untuk menghina orang yang dituju.

4. Impersionation.

Perilaku berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.

5. Masquerading.

Tindakan berpura-pura menjadi orang laindengan menciptakan alamat email palsu, atau juga dapat menggunakanponsel orang lain sehingga akan muncul seolah-olah ancaman yang dikirim oleh orang lain.

6. Pseudonyms.

Perilaku menggunakan nama alias atau nama online untuk menutupi identitas mereka. Secara online orang lain hanya dikenal dengan nama samaran, dan hal ini mungkin akan menjadi berbahaya dan bermaksud untuk menghina.

7. Outing dan trickery.

Outing merupakan perilaku menyebarkan rahasia orang lain atau foto-foto pribadi milik orang lain. Sedangkan trickery merupakan perilaku membujuk sesorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.

8. Cyber stalking.

Perilaku berulang kali mengirimkan ancaman membahayakan atau pesan-pesan yang mengintimidasi dengan menggunakan komunikasi elektronik.

Ada beberapa cara bijak yang dapat digunakan orang tua dalam mengihindari faktor-faktor penyebab terjadinya bullying yang dihadapi di dunia maya ataupun dunia nyata.Jika anak berbicara kepadamu tentang intimidasi, mereka perlu tahu bahwa mereka didengar, perasaan mereka penting, dan bahwa masalah mereka akan diselidiki dengan hormat. Penindasan harus ditanggapi dengan serius. Dilansir dari bullyingnoway.gov.au, berikut ini enam respon yang dapat dilakukan orang tua ketikamenghadapi isubullying.

1. Dengarkan dengan tenang dan dapatkan cerita lengkapnya.

Respons tenangmu penting untuk memungkinkan anak memberi tahumu semua tentang situasinya. Setelah mereka menceritakan kisahnya kepadamu, ajukan pertanyaan untuk mendapatkan detail lebih lanjut jika perlu, misalnya seperti siapa, apa, di mana, dan kapan kejadiannya.

Respons pertama orang tua ketika anak memberi tahu tentang kekhawatirannya dapat membuat perbedaan pada hasil akhirnya. Meskipun kamu mungkin merasakan beberapa emosi kuat tentang pengalaman anakmu, cobalah tetap tenang untuk menghindari lebih banyak kesulitan pada anakmu.

2. Yakinkan anakmu bahwa mereka tidak disalahkan.

Banyak anak menyalahkan diri mereka sendiri dan ini mungkin membuatnya merasa lebih buruk. Kamu bisa mengatakan hal-hal seperti, "Kedengarannya sangat sulit untuk dihadapi. Seharusnya tidak ada yang tahan dengan itu"atau "Saya senang kamu memberi tahu saya. Kamu harus bisa merasa aman di sekolah; itu tidak adil sama sekali."

Jangan bereaksi berlebihan dengan menyalahkan anakmu. Jika mereka diganggu, jadilah pendukung dan pengertian. Cari tahu berapa lama intimidasi telah terjadi dan pastikan kamu akan bekerja bersama untuk menemukan solusi. Biarkan anak tahu bahwa mereka tidak bisa disalahkan karena ditindas.

Jadilah pendukung anakmu. Pesan yang harus kamu berikan padaanak remajamu seperti, Kamu tidak pantas menerima ini. Kami mendukungmu, dan kami di sini untuk menolongmu."Biarkan mereka tahu bahwa kalianakan bekerja bersama mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menghentikan intimidasi.

3. Tanyakan kepada anak apa yang ingin mereka lakukan dan apa yang mereka ingin kamu lakukan.

Bagian penting dari responsmu adalah hindari tiba-tiba masuk untuk menyelesaikan masalah. Memang wajar jika kamu ingin melindungi anak, namun membantu mereka menemukan solusi sendiri adalah pilihan yang lebih baik. Ini membantu mereka merasa mereka memiliki kekuatan dalam situasi tersebut.

4. Pelajari beberapa strategi untuk dibicarakan dengan anak, di antaranya bagaimana jika anak diganggu, jika anakmenggertak orang lain, dan jika anakpernah melihat intimidasi terjadi.

5. Hubungi sekolah dan bekerja sama dengan sekolah.

Anakmungkin enggan untuk melakukan ini. Jadi diskusikan ide itu dan yakinkan mereka bahwa sekolah ingin tahu dan dapat membantu. Buat janji untuk bertemu dengan guru anakmu dan jika perlu minta untuk berbicara dengan kepala sekolah. Hubungi sekolah segera jika kamu mengkhawatirkan keselamatan anakmu.

Beberapa orang tua melaporkan bahwa sekolah anaknya mengatakan tidak bertanggung jawab untuk mengatasi intimidasi yang terjadi melalui penggunaan ponsel atau internet. Sebagai langkah pertama, mintalah untuk melihat intimidasi di sekolah dan kebijakan pencegahan. Banyak negara memiliki undang-undang dan kebijakan pencegahan intimidasi yang memberikan pedoman pada kabupaten dan sekolah tentang cara mengatasi penindasan.

Undang-undang dan kebijakan ini sering mengharuskan sekolah mengatasi cyberbullying dalam kebijakan daerah sekolah tersebut. Beberapa undang-undang negara bagian juga mencakup perilaku di luar kampus yang menciptakan lingkungan sekolah bermusuhan. Cari kebijakan negaramu di StopBullying.gov. Kamu juga dapat melaporkan penindasan cyber ke penyedia layanan nirkabel dan internet, situs media sosial, atau hukum pelaksanaan.

Kamu juga dapat melakukan cara-cara seperti menanyakan tentang kebijakan pencegahan intimidasi sekolah, menentukantitik kontakmu di sekolah untuk melaporkan cyberbullying,memberikandokumentasi intimidasi ke sekolah anakmu, dan mencatat korespondensimu dengan sekolah dan catat responsnya.

6. Periksa anak secara teratur.

Pertahankan pembicaraan dengan anak. Mungkin perlu waktu untuk menyelesaikan masalah, jadi periksa secara teratur anakmu, tanyakan soalpengalaman dan perasaan mereka. Dukungan berkelanjutan darimu sebagai orang tua sangat penting.

Jika anak mengalami cyberbullying,kamu perlu mendokumentasikan situasinya dengan cara:

- Simpan URL atau lokasi di mana intimidasi terjadi.

- Cetak email atau halaman web yang mengandung perilaku atau postingan negatif.

- Tangkapan layar semua tulisan yang mengandung intimidasi.

- Simpan teks. Jika ditelepon anak, dorong ia untuk meneruskan teks kepadamu.

Ketahui juga dunia online anakmu. Bertemanlah ataufollowanakmu di situs media sosial, tetapi jangan menyalahgunakan hak istimewa ini dengan berkomentar atau memposting apa pun ke profil anakmu. Periksa postingan mereka dan situs yang dikunjungi dan perhatikan cara mereka menghabiskan waktu saat online.

Bicaralah dengan mereka tentang pentingnya privasi jelaskan alasan mengapa membagikan informasi probadi secara onlinemerupakan hal yang buruk, meskipun dengan teman-temannya. Kamu juga bisa menuliskan kontrak untuk penggunaanponsel dan media sosial yang ingin kamu terapkan pada anakmu.