Pendidikan merupakan wadah untuk mengasah kemampuan, pengetahuan, serta keterampilan. Pendidikan adalah salah satu komponen penting dalam kehidupan karena pendidikan sebuah negara memiliki masa depan melalui jari jemari anak bangsa yang berpengetahuan.

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan ialah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar oleh pendidik terhadap suatu proses perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang tujuannya agar kepribadian peserta didik terbentuk dengan sangat unggul. Kepribadian yang dimaksud ini bermakna cukup dalam yaitu pribadi yang tidak hanya pintar, pandai secara akademis saja, akan tetapi baik juga secara karakter.

Di Indonesia sendiri pendidikan masih mengalami dilema di tengah-tengah kemajuan dan kemunduran. Tingginya angka kurang minat baca di Indonesia membuat banyak dari generasi muda tidak ingin melanjutkan pendidikan. Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) yang dilaksanakan pada tahun 2018, kemampuan membaca, sains, dan matematika murid di Indonesia berada di peringkat 72 dari 78 negara. Hal ini diperburuk oleh kurangnya kualitas guru yang seharusnya menjadi tenaga ahli untuk mencerdaskan para penerus bangsa. Dalam Uji Kompetensi Guru (UKG) DKI Jakarta tahun 2019 berada di angka 54 (Skala 0-100). Angka ini menurun dibandingkan hasil UKG pada tahun 2015 yang berada di angka 62,58. Dengan fakta yang ada, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah.

Walaupun Sumber Daya Manusia (SDM) melimpah, nyatanya tidak banyak yang dapat beradaptasi dengan dunia kerja. Hal ini diakibatkan oleh skills (kemampuan) yang tidak matching (sesuai) dengan yang dibutuhkan oleh industri. Problema ini dibuktikan dengan data survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 tentang persebaran tingkat pengangguran menurut jenjang pendidikannya, untuk jumlah pengangguran tingkat Sekolah Dasar sampai Menengah Atas Pertama (SD-SMP) ada di angka 35,43%, untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA/Sederajat) ada di 51,08%, dan untuk Pendidikan Tinggi (Diploma ke atas) berada di 13,17%.

Fakta tersebut menjelaskan bahwa masyarakat dengan lulusan Sekolah Menengah Atas berpotensi lebih tinggi menjadi pengangguran. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa banyak dari generasi muda yang enggan melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan.

Banyak alasan mengapa mereka tidak ingin melanjutkan pendidikan. Salah satu faktor terbesar adalah keterbatasan ruang gerak perekonomian. Padahal pemerintah telah mengupayakan banyak cara demi meratanya pendidikan anak bangsa. Dimulai dari suntikan dana Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN) yang tinggi untuk pendidikan sesuai dengan amanat amandemen keempat UUD 1945 pasal 31 ayat 4 total anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN, serta penyediaan ragam fasilitas yang dapat menunjang minat dan bakat para siswa.

Tidak hanya itu, pemerintah juga memberikan beberapa program beasiswa untuk menyokong mereka yang kurang mampu guna melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan segala bentuk dukungan yang ada tentunya kita semua berharap pendidikan di Indonesia akan terus bergerak maju mengejar ketertinggalan. Karena dengan bekal pendidikan yang baik, pastinya akan memberikan dampak optimal untuk kemajuan bangsa itu sendiri.

Banyak dari generasi kita yang masih kurang paham tentang pentingnya pendidikan. Hal ini diperparah dengan kurangnya pemahaman tentang ragam jenis pendidikan, membuat banyak dari mereka memiliki paham bahwa pendidikan hanya tentang perpaduan kata di buku yang mengarahkan pada sebuah teori. Padahal sudah banyak ragam jenis pendidikan yang dapat disesuaikan dengan minat dan bakat para siswa. Seperti contohnya adalah pendidikan vokasi. Pendidikan jenis ini masih awam untuk masyarakat luas karena kurangnya pemahaman mereka tentang visi menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berdaya saing tinggi untuk perindustrian. Dengan sistem pembelajaran 60% praktik dan 40% teori. Pendidikan jenis ini cocok untuk karakter siswa yang ingin mendapatkan lebih banyak pengalaman praktik untuk terjun ke dalam sektor perindustrian.

Setelah semua yang hadir di tengah-tengah perjuangan bangsa kembalilah kita dihadapkan pada dua pilihan, ikut ambil peran dalam sebuah perjuangan atau tetap berdiam diri melihat yang lain merintih kesakitan.

"Hanya satu tanah yang bisa disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha dan usaha itu adalah usahaku." (Bung Hatta). Indonesia tidak pernah kekurangan orang pintar, ia hanya sedang merangkak naik untuk sebuah kemenangan. Akan banyak generasi emas yang lahir akibat dari pendidikan, karena "tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan." (Tan Malaka)