Pembahasan mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sedang dilakukan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi III bidang Hukum, HAM, dan Keamanan. Pembahasan mengenai RKUHP ini sejatinya telah berlangsung hampir selama 50 tahun dan merupakan warisan kolonial Hindia Belanda, maka sewajarnya perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman sekarang. Anggota DPR, khususnya Komisi III menargetkan pembahasan mengenai RKUHP ini selesai pada Selasa, 24 November 2019. Namun yang menjadi perhatian dalam pembahasan RKUHP tersebut, terdapat pasal-pasal kontroversial yang dinilai dapat mengancam privasi seseorang hingga demokrasi. Adapun beberapa pasal kontroversial tersebut sebagai berikut:

1.Aturan pelanggaran HAM berat.

Bagi para pelaku pelanggaran yang masuk kategori pelanggaran HAM berat hukuman yang dicantumkan lebih ringan dibanding KUHP yang berlaku saat ini dan ada kemungkinan penyelesaian di luar proses hukum yang dapat menyebabkan gugurnya suatu tuntutan.

2.Aturan kebebasan pers dan sipil.

Terdapat 10 pasal yang dinilai dapat menghambat kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Hal ini tentu akan menghambat kerja dari jurnalistik yang berfungsi untuk mengevaluasi kinerja dari Pemerintah dan DPR.

3.Aturan zina.

Pasal ini dianggap diskriminatif terhadap masyarakat pra-sejahtera dan masyarakat adat yang jarang sekali pernikahannya tercatat negara.

Adapun 3 klasifikasi dalam pemberian sanksi dan hukuman bagi para pelanggar RKUHP sebagai berikut:

1.Sangat ringan (Kategori 1&2).

Sanksi dan hukuman diberikan kepada pelaku yang masuk ke dalam kategori sangat ringan adalah kurungan penjara di bawah 1 tahun dan denda maksimal 10 juta rupiah. Contoh pelanggaran yang masuk ke dalam kategori sangat ringan ini seperti seks di luar nikah, kumpul kebo, gelandangan, dan pemerkosa hewan.

2.Berat (Kategori 3&4).

Sanksi dan hukuman diberikan kepada pelaku yang masuk kedalam kategori Berat adalah kurungan penjara minimal di atas 1 tahun dan maksimal 7 tahun serta denda 30 juta hingga 120 juta rupiah. Contoh pelanggaran yang masuk ke dalam kategori Berat seperti pria hidung belang yang melakukan hubungan seksual tanpa ikatan resmi, santet, hingga penyerang kohormatan Presiden dan Wakil Presiden.

3.Sangat Berat (Kategori 5&6).

Sanksi dan hukuman diberikan kepada pelaku yang masuk ke dalam kategori Sangat Berat adalah kurungan penjara di atas 7 tahun dan denda maksimal 12 miliar rupiah. Contoh pelanggaran yang masuk kategori Sangat Berat adalah bandar judi.

Adapun hal lain yang menjadi catatan menarik pada pemabahasan RKUHP ini adalah terdakwa yang terbukti melakukan pelanggaran yang berusia di atas 75 tahun tidak dipenjara karena alasan kesehatan. Ada juga mengenai aborsi yang menyatakan apapun alasanya perempuan tidak boleh menggugurkan kandungannya. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan 36 Tahun 2006 yang memperbolehkan aborsi dengan alasan mengancam kesehatan.

Berdasarkan penjelasan tersebut diharapkan Dewan Perwakilan Rakyat tidak tergesa-gesa dalam pembahasan RKUHP sehingga tidak menimbulkan pasal-pasal yang multitafsir dan salah menjerat pelaku pelanggaran. Perlu pengharmonisan pasal-pasal yang ada dan mengkompromikan pasal-pasal kontroversial.