Kalau ada pertanyaan Apa persamaan antara Indonesia dengan Jepang maka pertanyaan itu mungkin punya satu jawaban yang bisa disetujui kedua negara ini, yaitu rentannya mereka akan kejadian dan efek dari bencana alam.

Indonesia berada di jalur Ring of Fire yang sudah dikenal sebagai lokasi kegiatan alam seperti gempa bumi. Sementara Jepang secara khusus juga sangat mudah terdampak hal-hal yang disebabkan perubahan iklim alam bersifat desruktif karena topografi atau lokasi permukaan tanah mereka. Sehingga bencana alam seperti taifu / topan (typhoon), gempa bumi, dan berbagai jenis reaksi alam lain menjadi rutinitas untuk seluruh warga di negara Jepang.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

"Ring of Fire" (Sumber gambar: Wikipedia)

https://www.youtube.com/watch?v=825c7Za-W-M

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab begitu rutinnya bencana alam terjadi di Jepang. Sebut saja seperti variasi iklim cuaca yang bersifat ekstrem; hujan deras yang kemudian disusul oleh angin topan. Atau guyuran salju tebal yang terjadi di sekitar wilayah Laut Jepang. Jepang berada di jalur gempa Samudera Pasifik sehingga kemungkinan garis pantai mereka mendapatkan limpahan air deras mematikan, alias tsunami, adalah sangat besar sekali. Dan seperti Indonesia yang dikenal kaya dengan deretan gunung berapi aktif, Jepang juga menghadapi tantangan serupa dengan 83 gunung berapi aktif siap mengguncang negara berpenduduk sekitar 126,3 juta jiwa itu.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

Gunung Shinmoedake, Kirishima (Sumber gambar: Express.co.uk)

Akhir Perang Dunia II hingga akhir 1950-an adalah masa-masa suram di mana Jepang dilanda berbagai bencana alam seperti topan badai, gempa bumi, dan hal-hal desktruktif dari alam dengan korban jiwa meninggal dunia tidak kurang dari 1.000 orang setiap tahun. Kondisi tersebut terjadi karena pada masa itu Jepang (yang baru saja kalah perang) memiliki situasi berantakan dan lemah dalam hal penanganan pasca bencana maupun antisipasi akan bencana susulan.

Wajar saja. Dengan kekalahan mereka di Perang Dunia Kedua (akibat dua bom atom Amerika Serikat serta Sekutu) praktis Jepang menjadi negara yang sangat rapuh dalam berbagai hal. Termasuk ekonomi dan ketahanan. Lihat saja September 1959 saat Topan Vera/Isewan Taifu di teluk Isei melanda dan menyebabkan tidak kurang dari 5.000 korban nyawa melayang sia-sia.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

(Sumber gambar: Alchetron)

Namun kejadian tersebut memicu pemerintah Jepang untuk mulai berbenah demi menghadapi hantu yang datang setiap tahun itu agar korban jiwa dapat diminimalisir.

Tahun 1961 diresmikan Undang-Undang yang mengatur penanganan cepat dan segera akan bencana alam yang terjadi di Jepang. Setahun sebelumnya di bulan Maret mulai diresmikan hukum Konservasi Hutan dan Pengendalian Banjir. Dan pada bulan Juni tahun yang sama ditetapkan Hari Pencegahan Bencana Alam yang diperingati setiap 1 September sebagai pengingat untuk publik sipil akan pentingnya kewaspadaan menghadapi bencana alam yang selalu datang mengganggu negara mereka.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

(Sumber gambar: Koto-Guide.Blogspot)

https://www.youtube.com/watch?v=H4y17LVVSDU

Secara berkesinambungan, publik dan pemerintah Jepang terus berusaha menciptakan kondisi serta mentalitas "siap dalam menghadapi bencana alam". Sehingga jika dilihat secara statistik jumlah korban jiwa relatif tidak bertambah besar dan bahkan menurun jika dibandingkan masa-masa pasca Perang Dunia Kedua hingga akhir 1950an dulu. Penurunan yang terjadi termasuk mengesankan karena tercatat korban jiwa akibat bencana alam di Jepang berada di kisaran angka 100-200 korban jiwa dalam beberapa tahun belakangan. Hal ini tidak terlepas dari semakin sigapnya bangsa Jepang, baik masyarakat maupun petugas penanganan bencana, dalam menghadapi situasi yang ada.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

Sejak kecil dilatih menghadapi bencana alam (Sumber gambar: Tohoku.jp)

Tidak ada dramatisasi penuh narasi dan visual kesedihan lewat televisi, misalnya. Petugas yang ada bergerak cepat serta efisien karena sudah berlatih dan terlatih menghadapi berbagai situasi kondisi bencana alam yang kerap terjadi di Jepang. Tidak ada peminta-minta sumbangan lewat iklan televisi ataupun internet. Bangsa Jepang lama dikenal sebagai kelompok yang memiliki harga diri tinggi sehingga mereka tidak minta bantuan jika masih bisa mereka tangani sendiri.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

(Sumber gambar: Associated Press AP)

Tidak ada pula penjarahan toko/swalayan maupun kekacauan publik massal pasca bencana alam seperti gempa, banjir, ataupun topan badai. Masyarakat mampu antre dengan rapi saat membeli maupun menerima bantuan bahan pangan/obat-obatan/bahan bakar pasca bencana alam. Nyaris tidak pernah muncul di berita kalau ada situasi kacau balau, penjarahan atau sejenisnya pasca bencana alam di Jepang. Semua tertata dengan rapi, cepat, dan efisien dengan kerja sama apik masyarakat dengan petugas yang menangani situasi.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

Antri saat membeli Bahan Bakar Minyak pasca situasi bencana alam (Sumber gambar: Reuters)

Tentu penanganan berbagai bencana alam berulang membutuhkan biaya besar dan anggaran disediakan pemerintah Jepang dengan angka fantastis. Di tahun fiskal 1993 saja mereka menganggarkan dana sekitar 2,9 triliun Yen (atau US $23,8 miliar) demi memastikan kalau bencana alam yang akan terjadi tidak sampai melumpuhkan negara dalam berbagai hal; keamanan, ekonomi, serta kondisi sosial warganya.

Anggaran untuk bencana alam juga digunakan untuk litbang/penelitian pencegahan dampak bencana alam, pasukan/peralatan/berbagai fasilitas untuk pencegahan, serta penanganan pasca bencana, kegiatan-kegiatan proyek pembangunan fasilitas terdampak bencana alam, penanganan pasca bencana dalam hal pembangunan kembali mentalitas serta semangat warga, dan tentu saja perbaikan serta penelitian sistem informasi komunikasi demi memastikan tidak ada warga maupun lokasi terisolir jika terjadi bencana alam yang melumpuhkan jaringan komunikasi.

Negara Jepang dan kesiapan mereka menghadapi bencana alam rutin

(Sumber gambar: US Navy)

Namun di tengah situasi negatif seperti bencana alam sekalipun bangsa Jepang masih mampu menciptakan produk positif seperti video game tentang bencana alam maupun anime dengan tema sama. Sebuah mentalitas positif yang baik tentunya.

https://www.youtube.com/watch?v=IqhrKb11rEU

Dengan terus belajar dari situasi yang sudah berlalu, warga Jepang semakin siap saat menghadapi kedatangan berbagai bencana alam yang rutin terjadi di negara mereka. Lantas bagaimana dengan Republik Indonesia? Kita tentu mampu sebaik mereka jika kita mau.