Hobinya mengoleksi motor antik dan langka. Harley Davidson Sportster buatan 1959, salah satunya. Itulah koleksi David Sunar Handoko, pemilik Museum Merpati Motor di Jalan KH Ahmad Dalhan, Kota Jogja.

Rumah di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Jogja itu terlihat sederhana. Bertuliskan Merpati Motor, bangunan ini tak ubahnya rumah penduduk secara umum. Siapa sangka saat pintu rumah dibuka, mata pengunjung akan termanjakan oleh ratusan motor antik. Tak kurang 300 unit motor antik berbagai merek tertata rapi.

Museum Merpati Motor, museum motor antik di Jogja

Pemiliknya adalah David Sunar Handoko. Dia menyebut rumahnya dengan Museum Merpati Motor. Sangat wajar karena seluruh koleksinya tergolong sepuh. Bahkan ada beberapa motor yang tahun pembuatannya seumuran dengannya.

Iya semua koleksi motor antik hasil perburuan. Saya berburu motor-motor ini sejak 1989. Dari rumah ke rumah, hingga pelosok daerah, jelas Handoko saat Radar Jogja menyambangi kediamannya belum lama ini.

Pria 63 tahun ini ingat kali pertama perburuannya pada 1989. Kala itu dia kepincut sebuah motor Harley Davidson jenis Sportster buatan 1959.Berbekal uang Rp3,5 juta, Handoko berhasil memiliki motor incarannya. Bagi Handoko, motor antik tidak sekadar mesin, rangka, dan ban karet. Ada nilai sejarah dalam pembuatan, hingga pemilik awalnya.

Motor-motor zaman dulu itu tidak hanya sebagai sarana transportasi. Ada pula yang digunakan untuk mengantarkan surat, bahkan ada yang milik militer atau tokoh-tokoh zaman dulu, ujarnya.

Awal mula kecintaan Handoko pada motor antik karena pengaruh seorang sahabatnya. Handoko mengingat era 1989, saat dia bertamu di kediaman temannya itu. Di tempat itu dia melihat beragam motor klasik yang berkapasitas mesin besar.

Karena penasaran, dia pun bergabung dalam komunitas motor klasik. Koleksinya pun terus bertambah. Tak jarang dia harus pergi ke pelosok-pelosok daerah hanya untuk berburu kuda besi tua. Seperti Jakarta, Malang, dan Surabaya. Bahkan sampai luar negeri. Tapi dulu harga murah. Ratusan ribu sampai Rp4 juta-an. Dulu uang sedikit dapat motor banyak, sekarang uang banyak dapat motor sedikit, candanya.

Kisah percintaan Handoko dengan kuda besi tua semakin menggila saat dia melancong di Kanada. Dia mendapatkan fakta yang cukup mencengangkan. Ternyata Indonesia justru menjadi wilayah perburuan para kolektor motor klasik di negara empat musim itu.

Saat itu harga motor antik di Indonesia sangatlah murah. Makanya para kolektor luar negeri langsung borong, bahkan sampai berkontainer-kontainer, ungkap Handoko.

Mengetahui fakta demikian, terbesitlah dalam benak Handoko untuk menyelamatkan kuda besi tua di Indonesia. Jangan sampai semua aset (motor antik) dikoleksi orang luar, katanya.

Dalam perburuannya, Handoko banyak mendapat data dari internet. Dari situ pula Handoko tahu jika ternyata Indonesia merupakan negara kedua terbanyak dalam pembelian dan jumlah motor Harley Davidson. Nomor satunya Amerika Serikat, ungkap pengusaha restoran dan pemilik show room kendaraan itu.

Tak hanya Harley Davidson yang dia koleksi. Tapi beragam merek sepeda motor. Semuanya antik. Mulai Vespa, Yamaha, Honda, Lambretta, Indian, Brimingham Small Arms (BSA), Norton, BMW, hingga Nimbus dia punya. Motor-motor ini buatan Jepang dan berbagai negara di Benua Eropa.

Dari semua koleksinya, ada dua motor yang menjadi jagoan hatinya. BSA Lighting Clubman 1965 dan BSA Twin Golden Flash. Usut punya usut kedua motor yang tampak sangat terawat itu dulunya milik legenda polisi Indonesia Jenderal Pol Hoegeng Imam Santoso.

Dapat dari anaknya Pak Hoegeng, yang menjual langsung ke saya. Mas Didit (anak Hoegeng) kalau kangen sama motornya sering main ke sini, katanya.

Selain milik sang Jenderal Polisi, Handoko juga berhasil mendapatkan motor bersejarah lainnya. Ada BMW R 50 milik eks personel Koes Ploes. Ada pula Nimbus milik Letnan Jenderal TNI Dading Kalbuadi. Seluruhnya tersimpan apik dan sangat terawat di tangan pria sepuh ini.

Tawaran untuk dibeli tentu pernah ada. Bahkan ada beberapa kolektor yang menawar dengan harga fantastis. Namun Handoko tetap keukeuh mempertahankan koleksinya. Dia berikrar, kuda besi tua miliknya tidak akan berpindah tangan.

Niat saya dari awal itu menjadi kolektor, bukan penjual. Kalau niatnya dijual sudah habis dari dulu. Untuk perbandingan harga, dulu saya beli Harley Davidson Knucklehead Rp35 juta. Sekarang harganya sudah tiga sampai empat miliar, ujarnya.

Jauh menilik setiap sudut ruang museum, ternyata tidak hanya ada motor tua. Handoko juga mengoleksi sedikitnya 500 sepeda kayuh, 60 mobil, lukisan, arloji, dan kaca mata. Sudah pasti seluruh koleksinya itu tergolong langka, antik, dan berusia tua.

Jika motor tua dikoleksinya sejak 1989, mobil tua diawali pada 1995. Menyusul kaca mata dan barang antik lainnya pada 2004. Terbaru adalah sepeda-sepeda tua yang dikoleksinya sejak 2012.

Tentu bukan hal mudah untuk merawat semua koleksi langka itu. Semuanya butuh perawatan dan perlakuan khusus. Handoko tak sendirian untuk merawat semua koleksinya. Dia dibantu tiga karyawan. Mereka khusus bertugas merawat seluruh koleksinya.

Meski menganggap rumahnya sebagai museum, Handoko masih pikir-pikir untuk membukanya secara lebih luas untuk umum. Niat sih ada. Tapi gedungnya yang belum siap. Sekarang ya sekitar 10 sampai 15 pengunjung setiap harinya. Prinsip saya, museum itu harus 3 E, edukasi, entertainmen, dan evolution, tuturnya.(yog/karni)