Pada hari Sabtu, 8 September 2018 lalu, seorangwanita naik pitam. Anak tirinya jadi sasaran kemarahannya hingga mengalami luka-luka.Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Antonius Agus Rahmanto mengatakan pelaku menganggap korban tidak menuruti perintahnya. Dari situlah penganiayaan terjadi. Saat itu korban disuruh mengisidaya baterai telepon genggam pelaku yang tak lain adalah ibu tirinya. Namun,korban tidak segera melakukanyang disuruh. Lalu pelaku mendorong korban dan punggung korban mengenai ujung meja. Hal ini dilakukan berulang kali yang mengakibatkan luka di wajah dan pelipis korban.

Pelaku mengaku tindakannya itu untuk mendidik pribadi sang anak supaya disiplin. Sebab, pelaku diketahui hanya tinggal bersama anak kandung dan anak tirinya. Suaminya masih bekerja di Kalimantan. Kini, pelaku dijerat pasal berlapis, Pasal 44 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Selain itu Pasal 80 Ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjara (Jonata, 2018).

Membuat anak menjadi disiplin dengan Toilet Training, emang bisa?

Ketidakdisplinan sering kali menjadi alasan bagi sebagian besar orang memberikan hukuman berupa kekerasan kepada anak. Tak terkecuali yang dilakukan oleh seorang ibu di Tanjung Perak tersebut. Dengan dalih ingin mendidik pribadi anak menjadi pribadi yang disiplin, cara kekerasan pun ia lakukan. Padahal, mendidik kedisiplinan anak dapat dilakukan kepada anak sejak dini, tanpa harus memberikan kekerasan, yaitu dengan memberikan Toilet Training pada usia 12 bulan 36 bulan atau 1 hingga 3 tahun (Schultz & Schultz, 2016).

Karakteristik, tingkat pendidikan, dan keutuhan orang tua memengaruhi keyakinan dan sikap terhadap Toilet Training.

Toilet Training merupakan proses ketika anak belajar untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet selayaknya orang dewasa. Pada tahap ini, anak diajari untuk tidak lagi mengeluarkan urine dan tinja pada popok atau bahkan di sembarang tempat selain di toilet. Orang tua sangat berpengaruh dalam keberhasilan toilet training pada tahap ini. Tetapi, dari sebuah penelitian (Nunen, Kaerts, Wyndaele, Vermandel, & Hal, 2015), melihat karakteristik orang tua, khususnya ibu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan keutuhan orang tua dapat memengaruhi keyakinan dan sikap terhadap Toilet Training tersebut.

Orang tua yang berpendidikan tinggi, akan terlebih dahulu mengajarkan toilet training di usia dini sebelum mengirimkan anaknya ke sekolah. Jadi saat balita masuk sekolah, balita sudah memahami Toilet Training, berbeda dengan apa yang diajarkan oleh orang tua berpendidikan rendah. Namun, jika dilihat dari keutuhan orang tua, orang tua tunggal akan langsung mengirimkan anaknya ke sekolah, tanpa mengajarkan toilet training terlebih dahulu, dengan harapan masuknya sang anak ke sekolah dapat diajarkan toilet training dari guru atau dari pembelajaran di sekolahnya. Hal ini berbeda dengan orang tua yang utuh, di mana mereka akan mengajarkan Toilet Training terlebih dahulu sebelum anaknya masuk sekolah.

Masih banyak orang tua mengajarkanToilet Training dengan cara yang salah.

Banyak orang tua yang mengajarkan Toilet Training dengan cara-cara yang salah. Seperti, melatihnya di waktu yang salah, misalnya ketika anak berganti pengasuh atau masa-masa peralihan lain dalam hidupnya dan melatihnya di usia yang terlalu dini maupun di usia yang terlalu lama. Dengan melatih anak terlalu ketat dan dini dari usianya, dapat menyebabkan si anak menjadi bosan karena durasi pelatihannya yang terlalu lama. Anak tersebut juga dikhawatirkan belum bisa mengatur rasa sakit perut dan keinginan untuk buang air kecil dan bisa menjadi sumber kecemasan yang besar pada balita.

Dampak lain dari Toilet Training yang terlalu ketat, di usianya yang terlalu dini, orang tua yang sering memberikan hukuman akan menyebabkan anaknya menjadi pribadi yang kaku, berlebihan dengan keteraturan dan kebersihan, keras kepala, terlalu mengontrol atau menahan segala hal hingga obsesif, pelit, dan lainnya.

Selain terlalu ketat dan dini, terlalu longgar dan menunda toilet training melebihi rentang usia pada tahap anal juga berdampak buruk pada kepribadian anak. Anak akan menemukan metode baru untuk mendapatkan perhatian orang tua dan kasih sayang. Perilaku ini adalah dasar untuk pengembangan retensi anal kepribadian. Kepribadian anak yang akan muncul adalah menjadi keras kepala dan pelit, orang seperti itu menimbun atau mempertahankan sesuatu karena perasaan keamanan tergantung pada apa yang disimpan dan dimiliki. Anak akan cenderung kaku, kompulsif, keras kepala,terlalu teliti dan tidak disiplin (Schultz & Schultz, 2016). Dari dampak-dampak tersebut, penyebabnya yaitu orang tua yang belum mengetahui kapan waktu yang tepat dan di usia berapa balita memulai Toilet Training dan dengan cara yang tepat pula.

Melatih kedisiplinan anak dengan Toilet Training yang benar dan di waktu yang tepat.

Maka dapat diketahui bahwa melatih disiplin anak dapat dilakukan sejak dini dengan mengajarkan Toilet Training yang benar dan di waktu yang tepat agar anak terhindar dari dampak buruk yang disebabkan. Jika salah waktu dalam mengajarkan Toilet Training, salah satunya anak menjadi tidak disiplin dan mengakibatkan seseorang mengambil jalan kekerasan dengan dalih membuat anaknya menjadi disiplin.

Cara yang tepat seperti membiasakan kegiatan kamar mandi, kenalkan, ajarkan dan biasakan anak untuk BAK atau BAB dengan menggunakan pispot di toilet dan konsisten dalam memberikan pelatihan agar anak tidak kebingungan. Menyiapkan perlengkapan yang tepat seperti menyiapkan pispot atau tempat duduk kloset khusus untuk anak agar anak tidak kesusahan dalam menggunakannya juga perlu.

Orang tua juga perlu membiasakan waktu rutin untuk pipis dan buang air besar. Hal ini berkaitan dengan mengatur jadwal pola asupan anak. Dengan begitu kamu dapat mengira-ngira dan memahami kapan anak akan BAK atau BAB, lalu biasakan pada waktu-waktu tersebut sehingga lama-kelamaan anak akan terbiasa kapan dia akan ke toilet.

Kamu juga perlu mengingatkan anak jika ingin BAK atau BAB untuk pergi ke toilet. Berikan pujian ketika anak berhasil BAK atau BAB di toilet dengan tepat untuk memotivasi anak dan tidak boleh memarahi atau menghukum anak jika melakukan kesalahan yang justru membuat anak takut. Hal yang paling penting yaitu orang tua harus bersabar dalam mengajarkan Toilet Training.