Veronika Didusenko, seorang model profesional dan mantan Miss Ukraina 2018 kini tengah gencar-gencarnya melancarkan kampanye #righttobeamother menjelang pagelaran Miss World 2019 yang akan dilangsungkan pada 14 Desember mendatang.

Gagal masuk di ajang Miss World tahun lalu meski memenangkan kontes kecantikan di negaranya, ia ternyata didiskualifikasi oleh panitia segera setelah mahkota dan hadiah uang sudah di tangan. Hal tersebut hanya karena statusnya sebagai ibu dari seorang anak laki-laki berusia 5 tahun terungkap.

Bersama pengacaranya, Ravi Naik, nyatanya mendapat dukungan dari banyak pihak terhadap aksi kampanyenya sendiri. Sudah setahun lebih lamanya ia dan tim berjuang menyuarakan ketidakadilan yang ia terima sebagai wanita, yang didiskriminasi dalam berkarir hanya karena ia sudah menikah dan memiliki seorang putra. "Kill the last rule that discriminate againts motherhood," adalah jargon yang ia populerkan selama kasus ini bergulir. Panitia penyelenggara mengambil kembali mahkota kebanggannya, gelar, serta meminta kembali seluruh uang hadiah yang diberikan padanya empat hari setelah pengumuman pemenang dilakukan.

I dont want the crown back, I want to the rules changed for wider society, (Aku tidak ingin mahkotanya kembali, Aku ingin perubahan peraturan untuk masyarakat luas), ungkapnya melalui akun instagramnya, @veronika_didusenko.

Saatperilisan conferensi pers Veronika pada 27 September tahun lalu, ia meluncurkan kampanye global melawan diskriminasi terhadap wanita. Secara resmi ia menyatakan klaim dan keterangan pribadinya pasca pelucutan gelarnya sebagai Miss Ukraine yang diberikan padanya seminggu yang lalu.

Pada 24 September, tepat empat hari setelah acara final Miss Ukraine digelar, Komite Penyelenggara Kontes Kecantikan Nasional mengeluarkan pernyataan tentang pencabutan gelar sekaligus mahkota miliknya. Memang menurut aturan resminya, peserta yang sudah menikah dan memiliki anak tidak diizinkan untuk ikut berkompetisi. Diskriminasi ini kini mendapat tentangan dari banyak pihak setelah kasus ini mencuat.

Veronika sendiri mengaku mengetahui peraturan tersebut dan melaporkan informasi palsu ketika masa pendaftaran, akan tetapi ia ternyata melakukannya untuk menarik perhatian masyarakat terhadap praktik diskriminatif, yang mana ia anggap hanya sesuai dengan standar era ketika Miss World dibuat pada tahun 1951 oleh Eric Marley. Menurutnya dengan persyaratan yang mendiskriminasi tersebut, penyelenggara kompetisi memaksa wanita untuk memilih tidak menikah atau tidak melahirkan, bahkan untuk aborsi demi mencapai impian dn aspirasi karir dan prestasi mereka.

Sejak 30 September 2018, ia mengkampanyekan hashtag menarik #righttobeamother, juga mulai memperkenalkan anak laki-lakinya, Alex, yang kini sudah memasuki usia 5 tahun melalui akun instagramnya.

Ia melakukan protes keras dan mendapatkan dukungan media tentang langkah yang diambil. Cukup menguras perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir, nyatanya sebagai pemenang ia benar-benar tak bisa melanjutkan langkahnya ke ajang Miss World lantaran alasan yang sama.

Kini menjelang Ajang Miss World ke-69 yang akan diselenggarakan di London, ia dan tim hukumnya telah resmi mengajukan masalah ini ke ranah hukum dengan pegangan Equality Act 2010 yang melindungi hak kesetaraan wanita. Tak hanya mengangkat tentang statusnya sebagai single parent, selama kampanyenya ia juga mengunggah fakta-fakta mengejutkan tentang program kecantikan seperti Miss World dan Miss Universe yang bahkan membolehkan para transgender untuk turut serta. Bahkan seorang transgender asal Spanyol bernama Angela Ponce berhasil memenangkan ajang kontes kecantikan ini di negaranya pada tahun 2018 lalu.