Dulu, ketika kecil, anak-anak 90-an pasti pernah main yang namanya kelereng. Bentukannya bundar dengan bahan seperti kaca. Variasi kelereng pun banyak, ada putih susu, biru blao, mata kucing, meling, dan beragam lainnya.

Permainan kelereng pun tidak hanya satu model, ada koderan, kepala ikan, bahkan tebak-tebakan jumlah kelereng yang ada di dalam kepalan. Pekarangan rumah adalah arenanya. Memanfaatkan tanah pekarangan rumah, kita bisa main dari pagi sampai siang, atau siang sampai sore, bahkan mungkin ada yang dari pagi sampai sore. Kalau belum azan, belum pulang.

"Main berapaan, wey?" adalah ucapan yang biasanya dilontarkan kepada teman-teman main kelereng sebelum permainan dimulai.

"Lima-an."

"Sepeluhan."

"Limabelasan ajalah."

Berbagai macam bilangan angka disebut untuk menyepakati jumlahnya. Lalu membuat garis sesuai model permainan yang ditentukan, menggambar kerangka model permainan di tanah dengan menggunakan jari ataupun batu kecil, bahkan tidak jarang, di pekarangan rumah yang sering dipakai untuk bermain kelereng sudah terlihat polanya karenakebiasaan main di tempat itu.

Unca'adalah istilah untuk kelereng yang digunakan sebagai tokoh utama.Unca'merupakan kelereng yang disentil oleh juru sentil atau orang yang memainkan permainan ini. Dan kita sebagai juru sentil bebas melemparkanunca'ke mana saja sebagai tolok ukur penanda urutan yang nantinya menyentil duluan. Biasanya, yang paling jauh yang menyentil duluan.

Juru sentil punlazimnya memilik kelereng favorit yang biasa dijadikanunca', danumumnya kelerengnya memiliki keunikan tersendiri, entah gompal, permukaanya kasar, coraknya unik, atau bahkan ukurannya sedikit lebih kecil atau besar dari ukuran kelereng yang lainnya.Tidak hanya itu, masih ada istilah lain yang dipergunakan sebagai kode sebelumunca'disentil, yaitu entol balik, trabas kongkol,dan banyak istilah lainnya.

Entol balikadalah kode yang digunakan untuk sebuah pemakluman jikalauunca'yang disentil memantul membentur tembok, batu, ataupun benda yang membuat siunca'terpantul berbalik arah dan terkenaunca'lawan sehingga mematikanunca'lawan. Kalau tidak menyebut kodeentol balik,ya jangan harapunca'kita mematikanunca'lawan.

"Entol balik, yaaa."Begitulah ucapan sebelum menyentil kelereng yang biasa dilakukan.

Trabas kongkol adalah nama yang tidak asing di telinga juru sentil ataupun anak-anak 90-an yang dulunya senang main kelereng. Trabas kongkolmerupakan gabungan dua kata yang mungkin tidak asingdi telinga, yaitu 'trabas' dan 'sekongkol'.

'Trabas' merupakan sebuah istilah untuk melakukan hal nekat, tidak memikirkan baik-buruknya, yang penting sampai pada apa yang dituju. Begitu pun 'sekongkol', merupakan istilah untuk pertemanan dengan dasar kesepakatan suatu hal.

Istilah trabas kongkol dalam perkelerengan pun tidak jauh berbeda. Trabas kongkol dipergunakan sebagai kode untuk pemakluman apabila unca' kita mengenai unca' teman sekongkol kita. Jikalau kita tidak menyebut trabas kongkol lalu unca' kita mengenai unca' teman sekongkol maka unca' teman sekongkol kita mati.

"Trabas kongkolnih gua."Sebuah ucapan yang diucapkan sambil menyiapkan sentilan.

Ada lagi istilah lain, yaitu ngimbit, gajul, dan sejengkal. Ngimbit adalah sebuah istilah di dunia perkelerengan untuk mengejek juru sentil yang jarak sentilnya di depan letak kelereng semula.

"Ngimbit,wooy." Begitu biasanya ucapan para teman juru sentil memergoki oknum juru sentil yang korupsi jarak sentil.

Tidak hanya itu, kali ini masih ada istilah gajul. Di dunia perkelerangan yang dimainkan anak tahun 90-an, istilah gajul dipergunakan ketika juru sentil menyentil kelerengnya sambil mengayunkan tangan ke arah depan, secara otomatis jarak sentil tidak pada posisi kelereng semula. Hal itu jelas melanggar kode etik dan melanggar hukum tidak tertulis dalam dunia per-kelereng-an.

"Gajul,Woooy.. ulang-ulang. Nggak sah!" Ucapan yang ngegas-nya bukan main.

Lalu, apa maksudsejengkal? Sejengkal adalah sejengkal, nggak ada yang istimewa. Tapi di dunia permainan kelereng, sejengkal adalah jarak di mana juru sentil bisa mematikan unca' lawan dengan langsung mendekatinya. Dengan jarak sejengkal ujung jempol sampai ujung kelingking, juru sentil mendapatkan bonus untuk mematikan unca' lawan secara lebih dekat dan diperbolehkan untuk lebih dekat lagi dari jarak sejengkal itu sendiri.

Kalauunca'lawan sudah bereda sejengkal di depanunca'juru sentil, semangatnya bukan main. Juru sentil auto banyak gaya dari cara berjongkoknya sampai teknik nyentilnya. Ucapan optimis berkedok sombong pun tak lupa dikeluarkan, padahal belum tentu kena unca' lawan.

Biasanya, bocah-bocah 90-an memiliki karakter setiap juru sentilnya. Ada yang dari rumah membawa kelereng sebanyak satu besek, seplastik es batu, sekantong celana kanan-kiri, segulungan baju, sekaleng biskuit legendaris, dan bahkan ada yang cuma modal pinjam lima kelereng tapi menangnya sekantong celana.

Nah, yang terakhir itu biasanya juru sentil yang setiap hari latihan nyentil pakai kacang atom. Tapi terkadang, teman-teman yang ingin main tapi tidak ada kelereng, mereka membeli dari teman yang memiliki banyak kelereng.

Dengan menggelontorkan dana Rp 1000-Rp 5000 anak-anak membeli dari teman yang memiliki banyak kelereng. Biasanya, tempatnya di sekitaran arena tempat para juru sentil berlaga, yaitu perkarangan rumah salah satu anak.

"Nih, gua mau beli." Ucapan yang biasanya terlontar dari mulut anak-anak yang bajunya agak kotor karena bekas ngelap tangan dari tanah. Tentunya dengan gelontoran dana untuk membeli kelereng.

Anak-anak 90-an dulu kalau sudah main biasanya lupa waktu. Azan magrib adalah alarm terbaik penanda untuk pulang. Kadang pulang dengan nangis karena kalah atau girang karena berhasil membawa kelereng sekalengbiskuit legendaris. Baju kotor, muka kucel, badan lesu, persis seperti pulang dari medan perang. Dan pastinya, jari menjadi kapalan karena kebanyakan nyentil kelereng.Besek milik Mamak yang tadinya buat menyimpan kelereng pun kalau kelerengnya sudah habis akan kembali ke fungsinya semula, menjadi tempat bawang di dapur.

Rembesadalah kata bagi juru sentil yang kelerengnya benar-benar sudah habis, tidak tersisa sedikit pun warisan kelereng untuk anak-cucu kelak.Semua habis untuk perjuangan di pekarangan rumah. Dengan iringan azan maghrib dan lecutan sapu lidi serta omelan Mamak, anak-anak 90-an melenggang memasuki rumah dengan meninggalkan bercak tanah di telapak kaki.