Beberapa tahun belakangan nama "Bumi Langit" semakin akrab di telinga kita. Salah satu pemicunya kunjungan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barrack Obama pada tahun 2017. Kala itu banyak yang bertanya-tanya apa sih alasan presiden sohor negara adidaya itu menyambangi Resto Bumi Langit.

Pak Is, pemilik sekaligus pengelola Bumi Langit menjelaskan dengan gamblang di beberapa media mengenai kelebihan resto miliknya. Menurutnya, Resto Bumi Langit mempunyai konsep makanan yang mempertimbangkan etika, yaitu bagaimana menyiapkan makanan dari hulu sampai hilir dengan benar. Bagaimana bahan makan ditanam sendiri tanpa bahan-bahan kimia, bagaimana cara memasaknya, sampai bagaimana makanan itu tersaji di atas meja.

Konsep etika penyajian makanan yang diberi istilah "halal" dan "thoyib" itulah yang menarik perhatian istri dan adik Obama, Michelle dan Maya Soetoro, untuk berkunjung ke Resto Bumi Langit yang terletak di Jalan Imogiri-Mangunan KM 3, Girimulyo, Imogiri, Bantul.

Di lokasi tanah seluas 3 hektar itu, sebenarnya tidak hanya berupa resto, tetapi juga berisi pondok joglo, lahan pertanian dan peternakan, serta pusat pelatihan pertanian terpadu yang mengusung konsep "permaculture". Tempat itu dinamai "Bumi Langit".

Bumi Langit dan konsep permaculture.

Iskandar Waworuntu, tentang Bumi Langit dan akhlak kepada alam

Pak Is atau lengkapnya Iskandar Waworuntu membangun Bumi Langit pada akhir tahun 2006 setelah kepindahannya dari Bali ke Yogyakarta.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Imogiri, ia melihat tempat yang tandus tanpa air, lebih banyak batu padas dan kapur dibanding tanah gembur. Namun berbekal niat dan konsep permaculture yang pernah dirintisnya saat masih tinggal di Bali sekitar tahun 1987, Pak Is bersikeras mengolah lahan di perbukitan kapur Imogiri itu.

Permaculture menurut Pak Is, bisa dibilang sebuah ilmu untuk mendesain hidup manusia sesuai dengan tugasnya sebagai khalifatullah (dalam konsep Islam), penatalayan atau steward dalam konsep Kristen di muka bumi. Artinya, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis (berakhlak mulia) dengan alam semesta sesuai yang dikehendaki oleh Tuhan.

Dalam wawancaranya dengan Butet Kartaredjasa di laman Kompas.com berjudul Bincang Hangat Butet Kartaredjasa dengan Iskandar Waworuntu, Makanan hingga Krisis Kemuliaan, Pak Is mengisahkan bahwa "pencarian hidup" adalah latar belakang di balik penciptaan Bumi Langit Instutue.

"Substansi sebenarnya adalah pencarian hidup, pemaknaannya bisa dilihat di tempat ini. Kalau saya lihat, hidup kita sekarang ini secara umum bisa dikatakan sedang mengalami krisis, krisis kemuliaan," terangnya.

Pak Is menyebut "makanan" sebagai salah satu sumber krisis kemanusiaan.Ia merujuk beberapa prinsip dalam Islam tentang bagaimana berhati-hati terhadap makanan yang masuk ke dalam perut kita. Menurutnya, makanan yang kita makan akan berpengaruh kepada perilaku psikologis manusia.

Ketika asal usul makanan yang kita makan tidak jelas, outcome dalam kehidupan kita juga cenderung tidak jelas. Oleh sebab itu ia menawarkan konsep pertanian terpadu alias permaculture di Bumi Langit Institute, sehingga masyarakat bisa mengetahui dengan jelas asal-usul makanannya.

Merujuk Ihya Ulumuddin karangan Al Ghazali, makanan bisa disebut sebagai sumber kehancuran jika tidak berhati-hati mengelolanya. Bukti ilmiah menjadi pembenar ketika perut disebut sebagai "second brain"(otak kedua) yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita.

Menurut Pak Is, makanan memiliki setidaknya 3 (tiga) dimensi. Dimensi rasa berupa rasa enak di mulut dan rasa kenyang di perut. Kemudian dimensi emosional, ketika kita merasa puas karena makan di restoran atau tempat yang lux dan prestisius, meskipun belum tentu enak dan bernutrisi.

Selanjutnya ada satu dimensi yang paling utama, yaitu dimensi spiritual. Selain memberi rasa kenyang dan sehat secara fisik, makanan juga bisa menguatkan rohani. Konsep pengolahan dan penyajian makanan yang baik (thoyib) secara otomatis mengharmonisasi dimensi fisik (Bumi) dan spiritualitas (Langit).

Bumi Langit mencoba mengadopsi pola-pola kehidupan nenek moyang kita yang jauh dari kata serakah. Dahulu kala, di desa-desa makanan diambil secara alami dari alam, diolah dan disajikan oleh nenek-moyang dengan cara-cara tradisional tanpa bahan kimia. Desa memiliki akses kebaikan yang begitu banyak, sayangnya masyarakat memilih pindah ke kota untuk menghirup udara penuh polusi dan makanan junk food.

Meminimalisir residu, memaknai biophoton.

Iskandar Waworuntu, tentang Bumi Langit dan akhlak kepada alam

Di Bumi Langit, kita tidak hanya melihat cara penyajian makanan, tapi juga cara memasak, cara menanam bahan makanan, cara mengolah makanan, dan utamanya cara hidup harmonis dengan alam. Konsep permakultur ini berusaha mengembalikan ritus-ritus adab: "Care for earth, care for humanity dan share for all", berbagi kepada semesta.

Kenapa harus berbagi dengan alam? "Kita terlalu banyak mengambil melebihi hak-hak kita kepada alam. Selama ini hubungan kita dengan alam hanya mengambi, tidak pernah mengembalikan apa-apa," celetuk Pak Is dalam sebuah diskusi via daring. Lalu, bagaimana ukuran berlebih? Jawabannya adalah "residu".

Residu berasal dari keinginan manusia untuk meraup sebanyak-banyaknya dari alam, bukan lagi sesuai kebutuhan melainkan kepentingan industri. Apa yang kita borong dari supermarket adalah barang-barang yang sebenarnya tidak kita perlukan. Pabrik-pabrik juga memproduksi barang-barang secara massal, bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan tetapi memuaskan gaya hidup manusia.

Pak Is membawa kita kembali bersahabat dengan alam. Kita bisa melihat bagaimana residu diminimalisir dan dimanfaatkan sebaik-baiknya di Bumi Langit. Limbah dari buangan manusia dan hewan ternak ditampung dalam suatu bejana besar untuk kemudian diolah menjadi energi. Listrik dinyalakan dari panel-panel surya (solar cell), rumah-rumah dibangun dari bahan baku yang terbarukan (renewable), seperti batang-batang pohon kelapa (glugu).

Selain itu, Pak Is menerapkan pola kemajemukan dalam sistem tanam. Ia tidak hanya menanam tumbuhan untuk kebutuhan konsumsi, tetapi juga yang berguna untuk memelihara kelangsungan hidup tanaman lain, seperti menghindari serangan hama.

Pola itu berkaca pada manusia, tumbuhan pun saling membutuhkan satu sama lain. Seperti di beberapa lokasi nampak tanaman bunga warna warni ditanam bersebelahan dengan tanaman pokok. Pak Is percaya, pada tataran lebih tinggi, tanaman dan segala sesuatu yang hidup sejatinya memiliki roh dan energi yang lazim disebut biophoton. Pancaran energi ini sesungguhnya bisa dirasakan oleh manusia.

Di dalam website resminya, bumilangit.org, dijelaskan mengenai Bumi Langit sebagai ruang untuk menyaksikan dan belajar tentang harmonisasi antara manusia alam. Tempat di mana pemahaman dan ketrampilan yang diwariskan nenek moyang dapat dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah tempat di mana nila-nilai etika (adab) menjadi pondasi dalam hubungan antara manusia dengan alam dan antar manusia.

Secara organisasi, Bumi Langit yang buka setiap Selasa sampai Minggu pukul 11.00 sampai 17.30 ini memiliki beberapa program dan kegiatan, antara lain:

1. Bumi Langit Institut untuk pelaksanaan program pendidikan melalui pelatihan, kursus, lokakarya, dll.

2. Warung Bumi untuk menampilkan produk Bumi Langit.

3. Pertanian Bumi Langit untuk mengatur program peternakan.

4. Koperasi Bumi Langit untuk mengatur kesejahteraan sosial antara keluarga dan masyarakat serta untuk mengembangkan kewirausahaan di antara mereka.

Bumi Langit juga menjaring peran serta masyarakat melalui Komunitas Bumi Langit yang lazim disebut Sahabat Bumi Langit (Temannya Bumi Langit). Komunitas ini terdiri dari penduduk setempat (penduduk, sekolah, petani, dan pedagang setempat yang bekerja sama dengan program Bumi Langit), pemasok, konsultan, mantan trainee, pengunjung, organisasi dalam kemitraan, jaringan, dan masih banyak lagi.

Tak lulus SMA dan pernah gabung bengkel teater.

Iskandar Waworuntu, tentang Bumi Langit dan akhlak kepada alam

Iskandar Waworuntu kelahiran Jakarta 1 Maret 1954, mempunyai darah aktivis sekaligus seniman dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Wiya Waworuntu (almarhum), adalah seorang aktivis lingkungan dari Manado. Sedang ibunya, Judith, seorang pelukis asal Inggris serta penganut Kristen yang taat.

Meskipun dibesarkan dari keluarga non muslim, Iskandar mengakrabi Islam sejak belia. Kala berusia 12 tahun ia pernah mengucapkan syahadat karena mengikuti ilmu kanuragan (bela diri) yang syarat bergabungnya haruslah menjadi muslim. Jadi Iskandar bersyahadat namun hanya untuk kepentingan sempit, yaitu berlatih kanuragan.

Sementara pendidikan akademik Iskandar tak lebih dari Sekolah Menengah. Saat berusia 14 tahun ia bertekad berhenti sekolah. Bangku sekolah tak lagi menarik minatnya hingga berganti sekolah 10 kali. Ia memutuskan tidak melanjutkan SMA usai tamat SMP dan memilih hidup merantau dan berpetualang ke mana-mana. Menjelajah sampai Australia, dan tinggal beberapa lama antara tahun 1969 sampai 1970 di negeri kangguru itu.

Tahun 1971 sampai 1973 Iskandar menetap di Sulawesi. Selama petualangannya, ia mempelajari hampir semua agama, termasuk Islam. ''Saya lebih senang yang pendekatannya lebih ke spiritualisme,'' kata pemilik usaha pertanian organik Pupuan Organic Farm di Bali ini di laman kotasantri.com.

Sekitar tahun 1973 Iskandar pernah tinggal di Yogyakarta dan aktif di Bengkel Teater milik sastrawan kondang, WS Rendra. Di Kota Gudeg ini, ia juga sempat mencicipi menjadi pengrajin. Selama 7 tahun Iskandar menekuni profesi membuat kerajinan kulit seperti tas, dompet, ikat pinggang, dan aneka cindera mata lainnya di daerah Kasongan.

Tahun 1983 Iskandar meninggalkan Yogyakarta dan berangkat ke Bengkulu untuk mengikuti transmigrasi spontan bersama teman-temannya. Di Bengkulu ia membuka lahan pertanian dan memutuskan menjadi petani. Baginya pekerjaan paling mulia seorang manusia adalah menjadi petani.

Di Bengkulu inilah Iskandar bertemu belahan jiwanya, Darmila. Tahun 1984 mereka memutuskan menikah dan dikaruniai 4 orang anak bernama Tanri, Tanra, Krisna, dan Wiya. Tahun 1987 Iskandar sekeluarga memutuskan pindah ke Bali. Berbekal pengalamannya selama menjadi petani di Bengkulu, Iskandar membuka lahan pertanian organik di Pupuan, Tabanan, Bali. Iskandar dan istrinya juga mendirikan Yayasan Wisnu dan membuka restoran organik Cafe Batu Jimbar di Sanur, Bali.

Walaupun Darmila, sang istri seorang muslim, Iskandar baru memantapkan menjadi mualaf pada tahun 2000. Proses inilah yang melandasinya untuk hijrah ke Yogyakarta dan mendirikan Bumi Langit. Salah satu konsep permakultur yang diusungnya berasal dari istilah Islam "thoyib", yang berarti baik atau layak.

Konsep-konsep beragama yang diterjemahkan dalam perilaku nyata oleh Pak Is ini tidak hanya untuk mengembalikan harmonisasi manusia dengan alam, tetapi juga menjadi pengingat bahwa ajaran agama atau kitab suci tidak melulu sekadar untuk dihafal.

Yang lebih utama apakah nilai-nilai dalam kitab suci itu sanggup diaplikasikan dalam kehidupan nyata dan bermanfaat bagi manusia dan lingkungan. Hal yang juga dilakukan oleh Romo Hardo Iswanto melalui program konservasi alamnya bernama Gubug Lazaris di Kediri.