Gunung Tangkuban Parahu memang pantas untuk dirindukan. Rindu untuk kembali ke sana. Tangkuban Parahu atau dikenal dengan nama lain Gunung ''Tangkuban Perahu''. Posisinya yang berada sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia ini cukup memikat. Gunung ini memiliki daya tarik sendiri untuk mendorong kita kembali ke lokasinya.

Ini pesona Gunung Tangkuban Perahu yang bikin pengen balik lagi

Sebagai warga Medan, Sumatera Utara, saya terbilang cukup beruntung karena sekitar bulan Juli 2018 lalu kami sekeluarga datang ke tempat ini. Harus diakui, pemandangan alamnya cukup menakjubkan. Yang bikin saya kagum adalah kawah Gunung Tangkuban Parahu yang terlihat jelas dari atas. Padahal saat itu sudah pukul 15.30 WIB (jam setengah empat sore). Menurut orang-orang yang saban hari mengais rezeki di lokasi obyek wisata Tangkuban Parahu ini, untuk melihat jelas kawah gunung api tergantung 'nasib' atau peruntungan. Ya, konon tidak selamanya pengunjung atau wisatawan yang bisa melihat secara jelas kawah itu. Kalau lagi apes, meski cuaca cerah, kawah dimaksud sering tertutupi awan sehingga dasar Gunung Tangkuban Parahu tak bisa dilihat secara jelas.

Namun, saat itu mungkin kami lagi mujur. Kawah itu terlihat jelas. Dari perut bumi keluar kepulan asap. Dari dekat, terasa panas. Tapi untung diimbangi suhu udara di sini yang cukup sejuk. Aroma belerang pun dimana-mana. Namun seolah aroma itu dikalahkan dengan pemandangan.

Namun tak cuma kawah Tangkuban Parahu yang menarik perhatian saya.Bentangan hutan masih terlihat asri dan hijau mengelilingi Tangkuban Parahu. Sesekali angin sepoi-sepoi berhembus hingga membuat kedua tangan saya seolah meminta untuk dilipat lantaran sejuknya udara di sana. Soalnya Gunung Tangkuban Perahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung yang ada di sekelilingnya.

Ini pesona Gunung Tangkuban Perahu yang bikin pengen balik lagi

Suhunya di Gunung Tnagkuban Perahu mencapai 2 derajat celcius.

Saat itu saya berusaha untuk mencari tahu kondisi kelembapan udara di lokasi ini. Ternyata sehari-hari suhu udaranya berada pada kisaran 16 derajat celcius. Namun malam hari, berada pada 2 hingga 3 derajat celcius.Kamu mungkin bisa bayangkan betapa dinginnya. Sekadar pembanding, suhu 16 derajat celcius ruangan ber-AC (air conditioned) di kamar pun sudah cukup dingin. Gimana lagi kalau sampai 2 derajat celcius? Ukhh, rasanya bisa beku darah ini. Makanya jangan coba-coba menginap di sini kalau kita tak dibekali perlengkapan yang memadai.

Lokasi wisata ini, saat kami tiba memang kebetulan masih musim liburan sekolah. Makanya, objek wisata ini terbilang cukup ramai. Ratusan unit mobil terparkir rapi. Penjual pernak-pernik dan aksesoris pun cari kesempatan untuk menjajakan dagangannya. Mulai dari gelang tangan, kacamata, topi, sarung tangan, syal leher dan masih banyak lagi. Harganya pun bervariasi. Tapi karena kami orang Medan, terkenal jago menawar harga, pernak pernik itu kami beli dengan harga yang jauh di bawah rata-rata.

Tak cuma keindahan alam dan udara sejuk yang kita dapatkan ketika berkunjung ke Tangkuban Parahu. Kalau mau, di situ ada tersedia puluhan ekor kuda yang siap kita tunggangi. Tak cuma anak-anak, orang dewasa juga bisa. Namun karena musim liburan, harga tunggangan kuda itu sedikit mahal. Waktu itu kami menunggangi kuda Rp80 ribu per ekor. Dipandu pemiliknya, kita diantar sejauh 150 meter (pulang-pergi). Berarti tarif Rp80 ribu untuk jarak tempuh 300 meter.

Ketersediaan aneka jenis kuliner di tempat ini juga bikin kita betah nongkrong berlama-lama. Tak cuma harga makanan dan minumannya saja yang murah, tapi pedagang di sini terkenal ramah dan selalu menebar senyum. Jujur, ini pemandangan yang sulit saya temukan di objek wisata ternama kami, Danau Toba di Sumatera Utara. Bukan berniat ingin membanding-bandingkan, tapi memang faktanya begitu, kan?

Tidak itu saja, para juru foto di tempat ini selalu 'ringan tangan' mau membantu mengabadikan momen-momen penting di sini. Mereka bahkan tak segan-segan menawarkan jasanya yang 'free' untuk memotret kita. Duh, lagi-lagi saya kagum dengan suasana ini.

Persoalannya, sampah berserakan.

Tapi ada hal yang menurut saya bisa menodai keindahan panorama objek wisata Tangkuban Parahu. Ya, ketika kami berkunjung ke sini, banyak sampah berserakan. Mulai dari tisu, bekas makanan minuman, bungkus atau puntung rokok hingga sampah plastik lainnya. Saya yakin, sampah ini berasal dari pengunjung. Saran saya, agar obyek wisata andalan Jawa Barat ini tetap terpelihara asri, pemerintah setempat sejatinya menempatkan tong sampah di banyak lokasi. Memang sih, ada beberapa tong sampah terlihat di situ, tapi jumlahnya cukup minim, tidak sebanding dengan ramainya pengunjung. Perlu juga plank-plank yang berisi imbauan agar tidak membuang sampah sembarangan.

Soal sampah sepertinya ini memang masalah klasik. Tak cuma di Tangkuban Parahu, di objek wisata Danau Toba hingga Bali yang sudah tersohor di mancanegara pun persoalannya tetap sama. Sampah! Kita memang belum sepenuhnya sadar lingkungan. Padahal apa sulitnya membuang sampah ke tong yang sudah disiapkan? Semoga! (*)