Cinta dari mata turun ke hati, itulah asal muasal cinta pada pandangan pertama. Cinta pada pandangan pertama yang polos nan suci menjadi salah satu alur cerita romansa kesukaan para penggemar drama. Ketika kedua tokoh utama bertemu untuk pertama kalinya, entah mengapa saat itu mereka bisa yakin mereka dilahirkan untuk melengkapi satu sama lain. Wah wah, betapa romantisnya bukan.

Tapi tunggu dulu, apakah cinta pada pandangan pertama itu benar-benar nyata? Benarkah dengan hanya sekali lirik, kita bisa mendapatkan kisah yang abadi seperti di drama-drama?

Ini penjelasan ilmiah soal jatuh cinta pada pandangan pertama

Ternyata, cinta pada pandangan pertama itu nyata, setidaknya begitulah yang dikatakan oleh otak kita. Menurut penelitian Dr. Stephanie Cacioppo dari Neuro Imagine of Love, otak kita dapat menghasilkan hormon cinta setelah berpandangan pertama kali dengan sang pujaan hati hanya dalam waktu 1/5 detik. Dalam waktu 1/5 detik itu, awal kisah tragedi cinta Romeo dan Juliet itu ternyata bukanlah hoax semata ya teman-teman.

Tapi, apakah benar pandangan pertama itu adalah awal dari cinta atau hanya sekadar ketertarikan terhadap fisik? Pertanyaan ini faktanya juga menjadi sebuah tanda tanya besar untuk para peneliti. Masalahnya, meskipun otak berkata cinta, namun kata hati siapa yang tahu. Bagaimanapun juga 1/5 detik ini adalah waktu yang terlalu singkat untuk mengetahui dan mengenal karakter dari sang pujaan hati sekaligus terlalu singkat juga untuk memastikan bahwa emosi yang dirasakan adalah cinta.

Ini penjelasan ilmiah soal jatuh cinta pada pandangan pertama

Namun seperti tanaman yang akan layu kalau tidak disirami, cinta pada pandangan pertama juga akan layu jika tidak diberikan kesempatan untuk berbunga. Ketika kita merasa bertemu dengan sang belahan jiwa, segera lancarkanlah jurus PDKT. Ajaklah dia untuk berkenalan, pergi kencan, berikan hadiah sang pujaan hati (bunga, bekal cinta, dll) untuk mendapatkan kenangan yang manis. Terakhir, ajak makan malam yang romantis untuk menyatakan perasaan. Dengan demikian, cinta pertama akhirnya bisa berkembang menjadi cinta sejati.

Mungkin sampai disini akan muncul pertanyaan baru. Jika ada proses PDKT, apakah hubungan itu masih bisa disebut berlandaskan cinta pada pandangan pertama?

Ini penjelasan ilmiah soal jatuh cinta pada pandangan pertama

Donand Chubrich, peneliti neuroscience dari Northwestern University mengatakan bahwa bagian hippotalamus dari otak kita mempunyai kecenderungan untuk menambahkan informasi baru pada memori. Mungkin saja kita tidak merasakan ketertarikan yang luar biasa pada pandangan pertama. Namun setelah menjalani hubungan yang penuh dengan canda tawa di padang bunga cinta, otak kita memodifikasi memori tersebut menjadi adegan pertemuan pertama di drama romansa. Dengan begitu, akhirnya muncullah konsep jatuh cinta pada pandangan pertama.

Pada akhirnya, meskipun kita sudah menemukan sang belahan hati pada pandangan pertama, pandangan kedua, ketiga, dan seterusnya juga sangat penting. Kenali karakter dari pasangan agar nanti tidak seperti kucing dalam karung. Tak kenal maka tak sayang, bukan?