Saat ini kita hidup di zaman di mana seluruhnya terhubungkan oleh teknologi dan semenjak era 1980-an, jumlah orang kesepian telah berlipat hingga 2 kali (Harvard Business Review, 2017). Perkembangan teknologi di era digital yang begitu pesat, di antaranya yaitu teknologi sosial atau internet menjadi salah satu penyebab kesepian semakin meningkat. Peningkatan penerapan teknologi ini memberikan kontribusi pada pengembangan masyarakat modern secara menyeluruh dan mengubah banyak segi kehidupan sehari-hari individu seperti berinteraksi dengan orang lain secara langsung. Perlman dan Peplau (1998) mengungkapkan bahwa kesepian merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang dalam hubungan sosialnya secara signifikan mengalami kekurangan, baik secara kuantitas atau kualitas.

Beberapa survei baru-baru ini telah menemukan bahwa tingkat kesepian di semua usia yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Action for Children, 43% dari mereka yang berusia 17 hingga 25 tahun mengalami masalah kesepian, dan sebanyak 52% orangtua mengalami perasaan kesepian (dalam Jo Cox Commission on Loneliness, 2017).

Kesepian dapat pula terjadi di tempat kerja. Walaupun seorang karyawan bekerja di lingkungan yang ramai, ini tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat mengalami perasaan kesepian. Kesepian bukan disebabkan oleh kesendirian, melainkan karena tidak tersedianya kebutuhan akan hubungan yang pasti. Dengan kata lain, kesepian melibatkan perasaan keterasingan, keterputusan, dan tidak memiliki. Seseorang yang tidak memiliki teman di tempat ia bekerja yang dapat dianggapnya sebagai seorang sahabat untuk menukar pikiran atau hanya sekadar berbagi keluh kesah, maka akan membuat orang tersebut merasa kesepian.

Saat ini semakin meningkat pula penggunaan pekerjaan virtual di mana semakin banyak perusahaan menggunakan alat teknologi seperti komputer dan gadget untuk menunjang kegiatan pekerjaan agar lebih efektif. Namun, hal tersebut juga dapat membuat karyawan menghadapi lebih sedikit peluang untuk dapat berinteraksi secara sosial dengan rekan kerjanya. Lopata (dalam Kaymaz, Eroglu, & Sayilar, 2014) mengatakan bahwa sehubungan dengan lingkungan kerja, ketika seseorang tidak memiliki siapa pun untuk berbagi beban kerja, maka muncul perasaan kesepian.

Kesepian di tempat kerja dapat didefinisikan sebagai kesusahan yang disebabkan oleh kurangnya hubungan interpersonal dalam lingkungan kerja. Kekurangan antara hubungan interpersonal aktual dan yang diinginkan individu di tempat kerja, serta ketidakmampuan untuk memperbaiki perbedaan tersebut, dapat menimbulkan perasaan kesepian (Wright, 2014). Seseorang yang kesepian di tempat kerjanya dapat dikatakan bahwa ia mengalami hubungan interpersonal yang buruk di tempat kerja dan hal tersebut menciptakan kesulitan dalam pekerjaannya.

Seorang karyawan yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang baik dapat mengalami kesepian di tempat kerja. Berbagai situasi di tempat kerja dapat menyediakan lingkungan dimana kebutuhan sosial dan emosional seseorang terpenuhi. Misalnya, seorang karyawan dapat menanyakan pendapat rekan kerja lain tentang masalah yang sedang dihadapinya atau dapat bekerja sama dalam suatu proyek. Selanjutnya, seorang rekan kerja dapat mengundang seorang kolega untuk makan siang bersama atau mengakui prestasi orang lain, hal ini akan memenuhi kebutuhan individu untuk keterikatan, penerimaan, integrasi sosial dan memberikan rasa memiliki.

Pada dasarnya, interaksi sosial di antara karyawan membuka jalan bagi munculnya keterampilan individu di dalam tim atau kelompok, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas karyawan. Barsade & Gibson (2007) berpendapat bahwa kesepian tidak hanya memengaruhi perasaan karyawan, tetapi juga tingkat kinerja karyawan di tempat kerja. Secara khusus, kesepian adalah perasaan yang melibatkan kerenggangan dan keterasingan dari orang lain di lingkungan sosial, yang akan memicu penarikan relasional dari tempat kerja, yang menyebabkan penurunan kinerja (Erdil & Ertosun, 2011).

Kesepian di tempat kerja dapat mempengaruhi hubungan dengan karyawan lain yang memiliki dampak negatif pada kualitas pekerjaan, kinerja karyawan dan komitmen organisasi serta kehidupan pribadi karyawan. Lebih lanjut, Kaymaz, Eroglu & Sayilar (2014) mengatakan bahwa kesepian merupakan faktor penting dalam kepuasan kerja, di mana kesepian memengaruhi kepuasan kerja secara negatif. Seorang karyawan dengan kepuasan kerja yang berkurang, maka akan lebih mungkin memiliki keinginan untuk meninggalkan tempat kerja atau pekerjaannya.

Kesepian bisa merusak kondisi psikologis seseorang yang dapat memberikan implikasi jangka panjang untuk kesehatan serta kesejahteraan (Perlman & Peplau, 1982). Oleh karena itu, solusi yang dapat dilakukan oleh seorang karyawan kesepian yaitu menjalin pertemanan dengan rekan kerja yang bisa dikatakan lebih akrab dari sekadar hubungan profesional. Memiliki teman baik di tempat kerja bisa membuat perasaan kesepian yang dialami semakin berkurang. Mereka dapat menjadi lebih bersemangat untuk ke kantor dan ketika ada masalah dengan pekerjaan, atasan, atau bahkan masalah pribadi, rekan karib dari karyawan tersebut dapat mendengarkan keluhannya. Sehingga membuat karyawan tersebut lebih merasa lega, dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dan dapat menjadi lebih produktif, serta ada kemungkinan mereka memikirkan dua kali sebelum memutuskan untuk meninggalkan tempat kerjanya tersebut.