Setiap agama memiliki aturan bagi para pemeluknya. Tujuan adanya aturan itu tidak lain sebagai pedoman dalam berbagai hal, baik tentang tata cara ibadah maupun panduan kehidupan sehari-hari. Dalam Islam, sumber hukum utamanya adalah Alquran dan Hadist. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang artinya, "Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh pada keduanya, Kitabullah (Alquran) dan Sunah (Hadits)".

Selanjutnya mayoritas ulama berpendapat bahwa selain dua sumber hukum utama itu, masih ada sumber hukum yang ketiga, yakni ijtihad. Dari segi istilah, ijtihad bermakna sebagai mencurahkan pemikiran dengan bersungguh-sungguh. Bukan tanpa alasan jika ijtihad menjadi salah satu hukum Islam ketiga setelah Alquran dan Hadits.

Dalam suatu hadist pun dijelaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda pada Ibnu Mas'ud, "Ambillah keputusan dengan Al Quran dan sunnah jika kamu menemukannya. Kemudian jika tidak menemukan hukum dalam kedua sumber itu, maka berijtihadlah dalam menyampaikan pendapatmu." Rasulullah juga pernah berijtihad saat Perang Badar. Kala itu Rasulullah berunding dengan sahabat dan memutuskan untuk menjadikan musuh sebagai tawanan perang.

Penjelasan tersebut sudah cukup membuktikan bahwa ijtihad bukanlah sesuatu yang menyimpang. Justru ada banyak fungsi ijtihad sebagai sumber hukum Islam. Berikut fungsi-fungsi ijtihad sebagai sumber hukum Islam.

1. Menetapkan hukum yang sebelumnya tidak diatur secara rinci dalam Alquran dan Hadits.

Pernyataan ini bukan berarti mengatakan bahwa Alquran dan Hadits tidak cukup lengkap, namun kedua sumber hukum tersebut memiliki banyak makna tersirat yang masih bisa digali dan diuraikan dengan rinci.

2. Menyelesaikan persoalan baru di masyarakat.

Ada banyak persoalan baru di masyarakat yang tidak secara jelas diatur dalam suatu hukum. Misalkan saja persoalan tentang bayi tabung. Dahulu di zaman Nabi, tidak ada praktik bayi tabung sehingga kita tidak menemukan hadits yang menjelaskan tentang itu. Nah, di sinilah peran ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan itu.

3. Menyesuaikan hukum dengan perubahan zaman.

Sebuah hukum akan mudah diterima saat sesuai dengan zamannya. Hukum diatur agar ada pedoman yang relevan atau cocok dengan perkara yang terjadi. Misalnya dahulu orang kaya di zaman Nabi adalah pedagang atau peternak sehingga mereka dikenakan zakat. Sedangkan saat ini banyak profesi lain yang juga diwajibkan untuk bersedekah.

Ada beberapa jenis ijtihad, misalnya seperti Ijma', Qiyas, Maslahah Mursalah, Sududz Dzariyah, Ihtisab, Ihtisan, dan Urf. Lebih lanjut berikut penjelasannya.

1. Ijma'.

Ijma' adalah kesepakatan ulama menentukan hukum Islam atas suatu perkara. Dalam memutuskan hukum atas suatu perkara, ijma berlaku saat terjadi kesepakatan ulama dan merujuk pada masa Rasulullah, kemudian masa sahabat, masa tabiin, dan masa tabiin tabiin. Berdasarkan kejelasan perkara, ijma terbagi menjadi dua, yakni ijma qathi dan ijma dzanni.
Contoh hasil ijma' di masa khalifah Abu Bakar dan masa Utsman Bin Affan adalah mengkodifikasi Alquran. Itu dilakukan karena di masa banyaknya penghafal Al Quran yang gugur dalam perang.

2. Qiyas.

Qiyas adalah menyamakan suatu masalah yang tidak ada ketentuan hukumnya karena adanya persamaat illat. Contoh qiyas seperti menyamakan hukum sari buah fermentasi yang memabukkan dengan larangan meminum khamr.

3. Maslahah mursalah.

Maslahah mursalah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk menjaga tujuan syara'. Singkatnya, maslahah mursalah lebih mengandalkan keputusan dengan melihat manfaat bagi umat. Contohnya perkara pencatatan dalam surat resmi mengenai pernikahan. Sebab maslahah pada nafkah, waris, dan sebagainya.

4. Sududz Dzariyah.

Memutuskan hukum dari mubah atau makruh menjadi haram.Contoh kasusnya seperti melarang kaum muslim menghina berhala sebab dikhawatirkan memunculkan perselisihan.

5. Ihtisan.

Ihtisan adalah meninggalkan hukum kepada hukum lainnya karena adanya dalil yang mengharuskan untuk meninggalkan.

6. Ihtisab.

Ihtisab adalah suatu penetapan hukum atau aturan hingga ada alasan yang tepat dan kuat untuk mengubahnya.

7. Urf.

Urf berkaitan dengan adat dan tradisi. Contoh kasus urf misalnya kebiasaan warga Indonesia untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan saat Idulfitri diperbolehkan. Atau larangan bertindak riba baik dengan pinjaman online yang berbunga berat dan sebagainya.

Syarat Mujtahid.

Orang yang berijtihad dinamakan mujtahid. Syarat seseorang menjadi mujtahid sehingga boleh melakukan ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Menguasai dan memahami Alquran, termasuk asbabun nuzul dan tafsirnya

2. Menguasai dan memahami sunah dan hadits, termasuk asbabul wurud, kaidah hadits, dan lain sebagainya

3. Menguasai Bahasa Arab

4. Memahami syariat Islam

5. Memilki pemahaman mengenai qawaidul kulliyyah dan qawaidul fiqhiyah

Oleh: Deta Jauda