×
Sign in

Hello There

Sign In to Brilio

Welcome to our Community Page, a place where you can create and share your content with rest of the world

  Connect with Facebook   Connect with Google
Feminisme: Antara Julia Kristeva dan wanita Ikhwanul Muslimin

0

Wow

Feminisme: Antara Julia Kristeva dan wanita Ikhwanul Muslimin

Pemikiran feminisme sudah menjamur saat-saat ini, apakah harus tetap diperjuangkan atau dihapuskan ?

Disclaimer

Artikel ini merupakan tulisan pembaca Brilio.net. Penggunaan konten milik pihak lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Silakan klik link ini untuk membaca syarat dan ketentuan creator.brilio.net. Jika keberatan dengan tulisan yang dimuat di Brilio Creator, silakan kontak redaksi melalui e-mail redaksi@brilio.net

Ibnu Abdulah

25 / 03 / 2018 04:04

Mungkin sudah berlalu, tapi pemikirannya tidak akan berlalu selama masih tertanam. Hari hari ini banyak kajian feminis yang ditayangkan dan  diadakan oleh lembaga-lembaga, instansi ataupun sejenisnya. Banyaknya di karenakan aksi women march lalu-lalu yang membuat resah sebagian orang-orang  akan ketidaksetujuan adanya gerakan feminis yang sudah sangat di nilai radikal dan keluar batas, sampai pula dengan RUU P-KS  (Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yang isinya kontroversi, sebagian setuju sebagian pun sangat tidak setuju alias menentang akan adanya RUU P-KS tersebut. Sekilas memang penghapusan kekerasan seksual memang tidak ada masalah malah cenderung sangat melindungi para korban sebagai subjek kekerasan itu sendiri.  Isu yang di angkat ketika women march sendiri saya pikir memang soal “seksual”. Masalah aurat, otak mesum, Jilbab dan sebagainya.  Baru saja kemarin saya dan teman menghadiri kajian tentang gerakan feminism, meskipun tidak dibahas detail masalah sejarah tentang gerakannya tapi diberitahukan bahwa gerakan feminis yang sedang dihadapi dunia bahkan Indonesia adalah masalah feminis radikal, yang seakan bukan masalah kesetaraan gender tapi sudah melebihi kaum maskulin. Kasarnya aturan-aturan yang ada di Indonesia jika itu ada, seakan condong pada kaum hawa dan tidak ada delik yang “membela” kaum pria. Gerakan ini cenderung sudah melenceng dari tujuan awal pemikiran feminisme.

Memang gerakan ini sudah lama disuarakan oleh para kaum wanita yang merasa dirinya didiskriminasi oleh kalangan patriaki yang dinilai sudah keterlaluan dan memarjinalkan wanita pada kekerasan, kemunduran, kebijakan dan yang lainnya.  Di Amerika dulu memang kasus  rotunda sendiri yang para kaum feminis ingin membuat patung feminis untuk menyuarakan ketidakadilan, di akibatkan oleh adanya perpecahan wanita ras kulit hitam dengan putih. Dan akhirrnya menyerah karena ada tindakan kekerasan pada budak-budak kaum ras hitam  untuk membangun dan mewujudkan gerakan feminis itu. Jika kita lihat sejarah, banyak wanita yang menyuarakan masalah feminism ini, misalkan dari gerakan feminis gelombang satu sampai tiga. gerakan feminis gelombang tiga yang bisa dibilang adalah masa feminis posmodernisasi kita kenal dengan tokoh bernama Julia Kristeva seorang feminis yang sangat kontroversial. Selain yang memperjuangankan feminis, dia adalah seorang sastrwawan, novelis, psikoanalisis, sosiologi bahkan seorang filsuf, yang mengambil pemikiran dari Deridda dan Simon de Beauvoir. Julia Kristeva termasuk seorang feminis yang paling menonjol dibanding dengan Helen dan Irigaray pada masanya. Pada bidang semiotik pun sering disebut-sebut karena dia juga yang menyumbangkan  pemikirannya dalam bidang semiotika. Pada bidang sastra jika kita tahu tentang intertekstualitas dia pun mengajarkannya. Dalam bidang sastra pula Julia memperjuangkan atas adanya hak antara wanita di bidang sastra yang membuat tulisan-tulisan tentang seksualitas yang di identikan sebagai tulisan yang hanya di tulis oleh kaum hawa.

Menurut Kristeva setidaknya ada tiga tahapan feminisme. Tahap feminisme adalah menuntut kesetaraan di dalam segala hal antara laki-laki dan perempuan. Tahap ini menuntut adanya persamaan hak, upah dan mengabaikan perbedaan jenis kelamin. Tahap kedua gerakan feminisme muncul karena menginginkan bahasa yang khas perempuan. Bahasa untuk pengalaman intrasubjekif yang dibungkam budaya masa lalu. Kristeva menolak mendefinisikan “perempuan” apabila hanya diposisikan sebagai lawan laki-laki secara biologis. Tahap ketiga feminisme mulai mempertimbangkan kembali identitas dan perbedaan serta hubungan antara keduanya. Hal ini merupakan pengaruh dari dekontruksi Deridda yang mengatakan bahwa bahasa tergantung pada differance. Istilah diffrance menerangkan bahwa makna adalah hasil perbedaan (difference) antara penanda sekaligus penundaan (defferal).

Dapat dinyatakan bahwa Julia kristeva adalah golongan feminis yang marxis atau neo marxis yang membela tentang keadilan para buruh dan upah para kaum hawa yang tidak setara. Berbeda dengan aksi aksi yang digalangkan oleh wanita wanita sekarang yang memberikan ide-idenya seakan hanya berurusan dengan birahi saja,  masalah seksualitas yang diangkat  seakan para kaum selain mereka adalah salah dan bejat. Bisa di katakan bahwa feminis ini sejenis dengan feminis radikal. Dan seakan aliran feminism lain seperti liberal , marxis dan ekofeminis yang notaben adalah feminis yang sangat halus dan lembut pun harus mendukung feminism radikal tersebut.  Kalau pun feminis hanya menyuarakan soal pendiidkan dan pekerjaan sebenarnya tidak ada masalah, karena Islam telah mengatur keadilan yang harus dijalani oleh para kaum hawa terhadap kaum adam. Keadilan yang menentukan sesuatu pada tempatnya termasuk masalah wanita itu sudah di atur. Jadi wanita muslim tidak mempermasalahkan soal itu seharusnya. Menyuarakan soal feminism di Eropa dan Amerika sana memang pantas terjadi. Karena jika kita membandingkan dengan agama, seperti Islam dan Kristen itu berbeda. Saya pernah mendengarkan kajian Ustad felix Siaw soal ilmu perbandingan agama, bukan masalah diskriminasi dan mengolok-olok agama, tapi hanya diperbandingkan. Disebutrkan bahwa memang dalam injil barnabas disebutkan bahwa wanita lah yang menyebabkan pria atau Adam ketika sedang di surga harus turun ke bumi. Maka dari itulah wanita sering di olok-olok oleh kaum pria di Eropa dan Amerika karena dalam pembahasan di injil barnabas wanita harus bertanggung jawab atas kesalahannya,  karena keduanya turun ke bumi dan pindah dari surga, maka jelaslah jika wanita di Eropa dan Amerika misalnya mungkin karena hal itu sering terjadi diskriminasi terhadap kaum hawa. Tetapi  seorang muslimah jikalau mengetahui bahwa Islam telah mengatur tentang keadilan terhadap kaum wanita maka tidak ada muslimah yang ikut menyuarakan tentang feminism radikal ini. Sebab sempurnalah Islam jika soal menyoal aturan tentang tatanan hidup kita di dunia. Jika R.A Kartini memperjuangkan hak seorang wanita tentang pendiidkan sepertinya itu memang harus diperjuangkan, diperjuangkan agar wanita menjadi madrasah bagi anak-anaknya , pendidikan tidak hanya untuk dirinya tapi untuk keluarga si wanita itu.

Kembali ke pemikiran Kristeva, yang sebenarnya para kritikus sudah tidak setuju dengan pemikiran feminism nya. Tetapi para aktivis feminis mungkin memang mengangkat kembali isu tersebut pada masa posmo (posmodernisasi) dan setelahnya jika saya bisa katakan begitu. Feminisme memang jika hasil pemikitan para manusia memang tidak ada yang sempurna termasuk para tokoh dan aktivis feminis yang dinilai membela hak-hak kaum wanita.

Loading...

Sejarah mencatat abad 19 dan 20 M banyak aktivis – aktivis wanita yang sedang memperjuangkan haknya, apalagi ketika sedang dalam penjajahan, sangat harus diperjuangkan dan para wanita atas hak-hak yang ditinggalkannya. Ikhwanul muslimin adalah gerakan yang lahir pada masa itu, dibangun setelah empat tahun Islam kalah oleh kaum sekular di Turki. Sampai sekarang pun menjadi organisasi terbesar yang ada di dunia. Karena di setiap negara punya gerakan Ikhwanul Muslimin, apapun bentuknya di negara-negara tersebut. Dengan masa-masa pahit yang di alami gerakan Ikhwanul Muslimin, hanya beberapa tahun saja mengalami pembebasan dari berbagai rezim. Tokoh-tokohnya pun terkenal dari Hasan Al-Banna, Hasan Hudaibi, Umar Tilmisani, sampai Sayyid Quthb. Saya sendiri jarang mendengarkan gerakan perempuan yang ada dibalik perjuangan Ikhawnul Muslimin. Tetapi ternyata ada gerakan wanita yang memperjuangkan Islam dibalik gerakan Ikhwanul Muslimin. Zainab Al-Ghazali adalah wanita yang menyuarakan hak kebebasannya, mengalami tindak kekerasan di tengah –tengah kebebasan yang dirasakan oleh wanita lain. Istilah feminis ini akan muncul di benak kita akan perjuangan seorang wanita yang memperjuangkan haknya, dan “kesetaraan gender”. Permasalah Zainab tidak hanya berkutat pada persoalan patriaki. Figurnya sebagi muslimah Ikhwanul Muslimin yang sangat dihormati di negaranya pada masa itu malah menuai kecaman dari pemerintahan Mesir pada waktu itu. Karena Mesir pada waktu itu mengalami beberapa pergantian rezim. Pemikiran Hasan-Al Banna yang mempengaruhi Zainab bisa mneyatukan dan menyamakan visi misi antara mereka sehingga wanita yang cerdas dan pemberani itu berjuang melawan tirani pada saat itu, tidak hanya untuk kaum wanita tapi perjuangan itu untuk Islam. berperan aktif dalam membela anak-anak dan keluarga yang mengalami kebrutalan dari pemerintah. Ketika bergabung  dan berafiliasi dengan gerakan Ikhwnaul Muslimin mulailah niat Zainab untuk mengabdikan di jalan dakwah semakin mantap dan terus dijalankan pembelaan terhadap kaum yang tertindas meskipun dia sempat di penjara selama enam tahun. Pemikirannya pada saat itu murni atas pembelaan kaum tertindas dan untuk dakwah meskipun di sekelilingnya banyak wanita-wanita yang pemikirannya sekular.

Perbedaan mendasar soal feminism ini bila saya bandingkan memang sangat berbeda, Julia kristeva yang no-marxis dan dengan kesustaraan yang menyoal seksualitas, sedangkan Zainab tokoh yang memperjuangkan hak para kaum tertindas, anak dan keluarga dalam lingkup dakwah  tidak menyoal seksualitas dan pemikirannya pun tidak sekular, memisahkan antara agama dan kehidupan. Sedangkan di Indonesia pemikiran feminisme radikal sedang berkembang pesat, harus segera diwaspadai sebab cover yang baik bisa saja isinya yang brutal dan tidak memanusiakan manusia, dan menjauhkan kita dari soal agama sebatas omong kosong soal hak asasi manusia. Dan sudahlah cukup para muslim dan muslimah untuk membela gerakan feminis radikal yang utopia. Karena soal keadilan Islam sudah mengaturnya.

 

 

 

Sumber :

Feminis Though book,

Perjuangan Wanita Ikhwnaul Muslimin

 

 





Pilih Reaksi Kamu
  • Senang

    0%

  • Ngakak!

    0%

  • Wow!

    0%

  • Sedih

    0%

  • Marah

    0%

  • Love

    0%

Loading...

RECOMMENDED VIDEO

Wave white

Subscribe ke akun YouTube Brilio untuk tetap ter-update dengan konten kegemaran Milenial lainnya

-->
MORE
Wave red