Bahasa Inggris tentunya sudah lama dipelajari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, dari mulai sekolah SD (sekolah dasar) hingga kuliah biasanya sudah diperkenalkan dengan kosa kata bahasa Inggris atau aturan-aturan kalimat dan frasa yang dikenal dengan grammar. Tapi siapa sangka kalau rata-rata skor writing IELTS(International English Language Testing System) orang Indonesia itu paling rendah di antara tiga komponen lainnya.

Dua tahun lalu skor rata-rata orang Indonesia adalah 6.4. Dengan rata-rata skor untuk masing-masing komponen diantaranya listening 6.6, reading 6.6, writing 5.8 dan speaking 6.2, ucap Farida Meity Romauli Limbong selaku Senior Examinations Business Development Manager dari British Council.

Dari hasil di atas dapat terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara nilai skor IELTS writing dengan komponen lain. Hal ini dibenarkan oleh Farida. Nah orang Indonesia biasanya memang lemah di writing, tapi kuat di speaking. Jadi biasanya skor writingnya memang lebih rendah dibanding skor di komponen-komponen lain, ucap Farida.

Padahal jika menelusuri fungsinya, kemampuan writing ini sangat diperlukan baik oleh kalangan mahasiswa yang akan berkuliah ke luar negeri atau pun kalangan profesional untuk menulis report, di samping kemampuan speaking yang penting untuk berkomunikasi.

Sebab lain menurut Farida karena sebagian besar orang Indonesia juga jarang membaca, sehingga tidak familiar dengan kosa kata atau padu padan kalimat yang efektif yang terdapat dalam buku-buku bacaan berbahasa Inggris.

Berdasarkan IETLS workshop, examiner kami pernah bilang, kamu harus banyak membaca karena dengan membaca akan banyak meningkatkan vocabulary, grammar dan akan membantu orang untuk lebih baik dalam menulis. Jadi bacalah novel atau media-media yang menggunakan bahasa Inggris, ucap Farida.

Sedangkan untuk skor speaking sendiri terlihat cukup besar, karena menurutnya anak-anak Indonesia zaman sekarang lebih banyak terekspos oleh media elektronik yang banyak menggunakan bahasa Inggris seperti televisi dan radio yang di dalamnya banyak mengandung percakapan. Kalau pun seorang peserta meraih nilai yang kecil, itu hanya beberapa sebab yang datang dari diri sendiri.

Kalau speaking saya melihatnya lebih ke arah mereka nervouse, jadi over thinking ingin merasa I want to be perfect, ujarnya.

Farida juga sempat berbagi tips agar bisa meraih skor reading yang bagus yakni dengan membaca skimming, membaca cepat untuk menemukan ide pokok dalam sebuah paragraf.

Saya masih ingat dulu, examiner pernah bilang You dont have to read the whole pages, but actually you can just skimming the matery. Kemudian membaca hanya 3 sentences paling atas setiap kalimat dan then after that kamu harus membaca dulu soalnya. Jadi baca soal kemudian melakukan skimming begitu kata examiner, tambah Farida.

Sedangkan untuk listening,dirinya mengungkapkan untuk lebih banyak mendengar, baik mendengarkan file berupa musik atau menonton film.

Di Balik Biaya Tes IELTS yang Mahal

Berdasarkan data dari Farida Meity Romauli Limbong selaku Senior Examinations Business Development Manager dari British Council menyebutkan bahwa tes IELTS di Indonesia bertumbuh secara signifikan 21 persen pada 2016. Tentunya ini menunjukan tren di mana IELTS mulai dipandang penting. Dan untuk saat ini harga Tes IELTS ada dikisaran Rp2.800.000. Harga yang mungkin relatif mahal bagi beberapa orang yang ingin mencoba tes tersebut.

Tapi di balik tes IELTS yang mahal, ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Farida Meity Romauli Limbong menjelaskan penyebabnya.

Kenapa tes IELTS mahal sekali? karena tes IELTS tidak seperti tes lain yang sifatnya hanya digunakan untuk mendaftar sekolah di dalam negeri, tetapi tes IELTS itu adalah tes yang akan mengubah hidup dari orang-orang Indonesia yang akan melanjutkan study-nya ke luar negeri atau untuk hidup di luar negeri, ucap Farida.

Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa tes ini juga merupakan salah satu tes yang memiliki tingkat security paling tinggi untuk saat ini. Karena untuk menjaga security tersebut, dibutuhkan sistem administrasi tersendiri dan harus terus mengawasi tes tersebut.

Tak hanya itu dalam proses pembuatan soalnya pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebagai contoh untuk soal tes dalam satu halaman saja membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun. Mesti begitu Farida memastikan bahwa untuk setiap sesi ujian IELTS soalnya pasti berbeda.

Misalnya soal untuk sesi tes tanggal 15 Juli dan tanggal 29 Juli itu pasti berbeda. Namun untuk sesi tanggal 15 Juli semua centre IELTS di seluruh dunia akan menggunakan soal yang sama.

Maka dari itu, setiap centre IELTS berkewajiban untuk memastikan keamanan penyelenggaraan tes dan juga soal tes dan wajib menyelenggarkan tes IELTS seusai dengan waktu yang telah ditetapkan untuk mencegah kebocoran soal IELTS, lanjut Farida.

Tim IELTS dari British Council juga mencoba memberikan nilai seakurat mungkin bagi peserta ujian IELTS. Jika dalam beberapa nilai dirasa ada kejanggalan, semisal dari empat komponen yang diujikan salah satunya memperoleh nilai yang rendah maka akan dilakukan pengecekan nilai ulang.

Untuk IELTS itu ada 4 skor, kalau di temukan ada skor yang aneh seperti ada skor 7,8 tetapi yang satu lagi 5. Kami biasanya akan melakukan tindakan lanjutan yang dilakukan pemeriksaan oleh examiner ke dua, ucap Farida.

Apabila masih ditemukan perbedaan lagi hasilnya pada examiner kedua, selanjutnya ada kemungkinan untuk mengirimkan hasil tes IELTS tersebut ke UK (United Kingdom) untuk dilakukan third marking agar hasilnya lebih akurat.