Perilaku konsumsi memiliki sisi gelap yang dinamakan perilaku konsumsi kompulsif (Compulsive consumption). Hal ini termasuk dalam perilaku abnormal, di mana konsumen cenderung kecanduan, mereka tidak dapat mengendalikan diri dalam beberapa hal dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri serta orang-orang di sekeliling mereka. Contohnya seperti belanja yang tidak dapat dikendalikan atau kecanduan belanja (Schiffman & Kanuk, 2010).

Imelda Marcos, istri mantan Presiden Filipina yang bergaya hidup mewah.

Soal berbelanja, rasanya kita tidak bisa melupakan Imelda Marcos yaitu istri mantan orang nomor satu di Filipina, Ferdinan Marcos. Menjadi wanita nomor 1 di negara itu membuat Imelda bak seorang permaisuri paling cantik dan kaya di negaranya. Imelda merasa dirinya patut disejajarkan dengan ibu negara paling modis saat itu, Jacqueline Kennedy. Bahkan kemanapun suaminya sedang pergi melakukan kunjungan ke luar negeri, Imelda selalu ikut. Tetapi yang paling menjengkelkan dari ulahnya tentu saja gaya hidup ibu negara tersebut. Sementara banyak orang Filipina hidup dalam kemiskinan, Imelda Marcos malah suka berbelanja keluar negeri secara membabi buta. Dia pergi ke New York City dan tujuan lain untuk membeli pakaian mahal, perhiasan mewah, dan barang-barang mewah lainnya (Fitria, 2018).

Cerita tentang pemborosannya yang paling gila terjadi pada tahun 1983. Kala itu ia pergi berlibur ke New York, Roma dan Coppenhagen. Liburan selama 90 hari itu membuat Imelda menghabiskan uang tujuh juta dollar Amerika (Rp93 miliar) untuk membeli perhiasan, limosin, dan lukisan karya Michelangelo. Bahkan hanya untuk mengunyah permen karet Imelda membeli permen karet seharga Rp2,6 juta. Lebih gilanya lagi Imelda pernah menyuruh pesawat pribadinya putar balik hanya karena ia lupa membeli keju (Fitria, 2018).

Imelda juga berpikir bahwa kediaman suami dan dirinya haruslah mewah dan megah. Istana Malacanang tempat kediamannya juga dipoles dengan lukisan-lukisan mahal, porselen bernilai tinggi dan lain sebagainya. Tetapi semua kemegahan ini diperoleh dengan mengorbankan rakyat Filipina. Miliaran uang kas negara Filipina milik rakyat dipakai untuk 'menghidupi' keluarga presiden tak tahu diri itu. Negara Filipina hampir kolaps atau jatuh karena ulah Imelda Marcos dan suaminya (Fitria, 2018).

Apa itu kecanduan belanja?

Kisah Marcos merupakan bagian dari aktivitas belanja yang tidak dapat dikendalikan atau kecanduan belanja. Kecanduan belanja memegang prinsip shop till you drop atau belanja sampai uangmu habis. Akibatnya, pembelanja membeli barang-barang yang tidak dia dibutuhkan, membeli barang yang tidak dia digunakan dan bahkan dia sering tidak ingat dengan pembelian tersebut. Hal ini dinamakan compulsive buying atau pembelian kompulsif (Schiffman & Kanuk, 2010).

Apa itu compulsive buying?

Piero, Wibawa dan Persada (2018) menjelaskan bahwa compulsive buying merupakan kondisi di mana seseorang melakukan pembelian secara berulang yang disebabkan oleh peristiwa atau perasaan negatif yang pernah dialaminya. Compulsive buying disebabkan adanya dorongan untuk membeli yang sangat kuat dan menarik, sehingga membuat seseorang kehilangan kesadaran dan kontrol dirinya, seperti halnya yang dilakukan oleh Imelda.

Dampak dari perilaku kompulsif.

Perilaku kompulsif memberikan dampak negatif, seperti membentuk budaya konsumtif, hedonisme, menimbulkan kecemasan berlebih, stres, gangguan emosional, dan penggunaan uang yang tidak tepat. Perilaku kompulsif ini terjadi di berbagai kalangan. Compulsive buying terjadi tidak hanya pada rumah tangga, melainkan sudah terjadi pada generasi muda. Perilaku kompulsif ini juga mulai banyak terjadi pada kalangan mahasiswa (Piero, Wibawa & Persada, 2018).

Piero, Wibawa dan Persada (2018) mengemukakan bahwa mahasiswa di Surabaya menjadikan belanja sebagai sebuah rutinitas yang selalu dilakukan setiap bulannya, dan produk yang dibeli pada saat santai adalah makanan atau minuman dan juga pakaian. Hal ini disebabkan sifat dari makanan/minuman dan pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia.

Mahasiswa di Surabaya menyukai untuk membeli makanan atau minuman ketika stres. Makanan menjadi salah satu solusi dari penyelesaian masalah yang dibeli mahasiswa ketika stres. Mahasiswa cenderung mengeluarkan uang untuk membeli makanan dalam kondisi stres karena sifat dari makanan yang cepat habis sehingga cocok dijadikan sebagai objek pelampiasan di kala stres.

Hal yang paling banyak kedua dibeli ketika stres adalah pakaian dan jasa. Pembelian pakaian menunjukkan bahwa mahasiswa di Surabaya memiliki pengeluaran yang relatif besar pada saat berbelanja dalam kondisi stres. Mahasiswa yang berbelanja dalam kondisi stres cenderung lebih konsumtif karena kurang dapat mengendalikan dirinya untuk membeli. Perilaku kompulsif membuat mahasiswa kehilangan kontrol diri ketika berbelanja, sehingga justru menimbulkan pembelian yang tidak diperlukan dan cenderung konsumtif. Hal itu akan berdampak pada perilaku mahasiswa yang gemar membuang-buang uang secara hedonisme dan konsumtif.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sisi gelap dari perilaku konsumsi yang satu ini agar kita dapat memperbaiki pola konsumsi diri sendiri dan dapat terhindar dari perilaku compulsive buying.