Manusia memiliki rasa penasaran yang tak terbatas dari setiap kejadian yang ada di dunia. Untuk memenuhi rasa pensaran ini, tak jarang kita, sebagai mannusia memberikan jawaban sendiri yang bisa jadi tidak masuk akal. Akibatnya, terdapat banyak sekali miskonsepsi terkait ilmu pengetahuan yang berkembang di masyarakat.

Salah satu miskonsepsi paling besar yang terdapat dalam ilmu bilogi adalah adanya premis yang menyatakan bahwa manusia hanya menggunakan 10% dari total keseluruhan otaknya. Faktanya, jika premis ini benar maka manusia tidak akan bisa hidup secara normal dan dapat berkativitas dengan baik.

Premis ini diawali dari hasil penelitian seorang peneliti pada awal abad ke-20 yang mempelajari otak binatang dan penderita stroke. Dari hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa setiap bagian yang berbeda pada otak mengatur fungsi-fungsi yang berbeda pula. Selanjutnya, untuk memetakan fungsi bagian-bagian otak tersebut dilakukan penelitian menggunakkan suatu metode ilmiah. Metode penelitian tersebut menggunakan jepit elektroda yang dapat memberikan kejutan listrik dan melihat pengaruhnya pada tubuh.

Hasilnya, hanya 10% dari bagian otak yang diberikan kejutan listrik memberikan pengaruh pada tubuh dengan mengakibatkan otot tubuh berkedut. Sementara 90% bagian lagi dari otak belum diketahui fungsinya. Bagian itu kemudian dilabeli oleh para peneliti dan disebut silent cortex. Namun, entah mengapa masyarakat awam menafsirkan bahwa 90% bagian otak yang disebut silent cortex itu sebagi bagian yang dorman (tidur) secara permanen atau tidak memiliki fungsi sama sekali. Padahal fungsinya belum diketahui dan bukan tidak memiliki fungsi.

Penelitian lainnya dilakukan dengan menganalisis perilaku seekor tikus. Peneliti mengambil sebagian otaknya. Kemudian tikus tersebut diletakkan di dalam lorong-lorong untuk melihat apakah tikus tersebut dapat keluar dari sana. Ternyata tikus dengan setengah otak tersebut seringkali dapat menemukan jalan keluar.

Kemajuan teknologi yang semakin pesat menyebabkan mendorong para peneliti untuk menguji kembali premis ini. Otak terdiri dari saraf-saraf yang saling terhubung. Saat suatu kinerja dimulai, maka saraf-saraf ini akan memberikan respon antara saraf satu ke saraf yang lainnya. Respon tersebut akan menghilang apabila kinerja itu telah selesai. Dari hasil penilitian menggunakan teknologi modern seperti PET(Position Emotion Tomograhy), fMRI (Functional Magnetic Resonance Imagine), CT Scan, dan lainnya menghasilkan data-data baru yang lebih konfrehensif. Data tersebut berupa hasil observasi aktivitas virtual otak misalnya gelombang otak atau hormon-hormon yang bereaksi di otak.

Jadi, silent cortex sebenarnya tidaklah ada hanya sia-sia belaka, tetapi memiliki fungsi yaitu pusat kontrol kognitif manusia seperti berpikir dan menggunakan bahasa. Bahkan saat tidur pun, bagian-bagian otak seperti frontal cortex yang memiliki fungsi dalam kemampuan berpikir, self-awareness, dan somatosensory masih aktif. Jelas saja metode penelitian kejuatan listrik pada 90% bagian otak tidak memberikan pengaruh pada tubuh karena memang fungsinya bukan sebagai pengatur motorik atau kinerja otot.

Penilitian dari segi metabolis dengan menggunakan metode penyerapan 2-deksiglukosa menunjukkan bahwa jika ada sel yang tak aktif pada bagian sel otak maka akan ditunjukkan sebagai wilayah kosong dalam radiograf. Selain itu sel-sel apabila tidak digunakan akan mudah mengalami degenarasi. Maka jika ada bagian otak yang tidak aktif, otopsi otak dewasa akan mengalami degenerasi skala besar.

Pada prinsip evolusi juga menunjukkan bahwa premis manusia hanya menggunaan 10% dari keseluruhan otaknya adalah salah. Jika 90% bagian dari otak tersebut sia-sia maka seharusnya bagian itu tidak perlu dipertahankan, karena tanpa 90% dari bagian otak tersebut pun manusia dapat bertahan hidup dan beraktivitas dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada bagian otak yang tak berguna. Setiap bagian otak yang terluka sekecil apapun memiliki konsekuensi dan akibatnya.

Ilmu pengetahuan memiliki sifat obyektif, sistematis, rasional, universal, dan empris. Dari sifat-sifat tersebut, diketahui bahwa ilmu pengetahuan seharusnya terbuka dan apabila ada bukti serta data-data yang akurat bukan tidak mungkin suatu premis yang telah dipercayai selama berabad-abad dapat dipatahkan.

Mitos seperti ini terus berkembang dan dipercayai masyarakat luas karena adanya pengharapan yang diberikan bahwa manusia mampu mengembangkan kemampuannya secara instan dengan mamaksimalkan seluruh kemampuan otaknya. Hingga lahirnya beragam kisah-kisah fiksi sains tentang mitos ini. Padahal, tidak ada hal yang dapat diperoleh secara instan. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seseorang adalah tergantung seberapa sering orang tersebut menggunakan kemampuannya. Semakin sering otak itu digunakan, maka akan menambah jumlah lipatan pada otak tersebut dan akan menghasilkan kinerja yang baik. Semua potensi terbaik yang dimiliki seseorang adalah hasil dari kerja keras dan semangat untuk mencapai tujuan.

Albert Einstein pernah mengatakan, Setiap orang itu jenius, tetapi jika Anda mengecap sebuah ikan akan kemampuannya dalam memanjat pohon, maka seumur hidupnya ia akan memercayai bahwa dirinya itu bodoh.