Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Merekalah yang kelak membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju yang tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain.Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak kita.

Oleh karena itu pendidikan hendaknya dilakukan pada anak sejak usia dini yang dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak, maka suasana kehidupan rumah tangga (Suami-Istri) juga harus memperhatikan kebutuhan anak dalam menciptakan suasana emosional yang baik.

Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab keluarga dalam pembentukan anak-anak yang kreatif, maka orang tua harus dapat memenuhi kasih sayang serta menjaga dan mengembangkan potensi dasar kreativitas anak. Orang tua juga harus dapat memberikan perhatian yang penuh terhadap hal-hal yang dapat mendukung anak melakukan kegiatan kreatif. Jika ditemukan anak terhenti kreativitasnya, maka lebih disebabkan karena ketidakwaspadaan orang tua terhadap perkembangan psikologi anak.

Selain keluarga, TK menjadi tempat pertama anak mendapat pendidikan formal.

Selain dalam keluarga, pendidikan pada Taman Kanak-Kanak (TK) menjadi tempat pertama pada anak-anak memperoleh pendidikan formal dan menjadi dasar bagi pendidikan yang lain. Di tempat ini, anak lebih cepat mendapatkan pengaruh dan lebih mudah dibentuk pribadinya.

Karena di tempat ini pendidikan yang mereka terima bukan saja dari orang tua, melainkan juga berasal dari guru TK-nya. Dan keadaan ini akan membawa perubahan terhadap anak. Tetapi perubahan yang dialaminya itu jelas perubahan yang positif. Perubahan yang semakin mengantarkan anak kita semakin luas bergerak, mengenai lingkungan di luar dirinya dan di luar rumahnya.

Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Guru dan orang tua kerap mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran orang dewasa. Akibatnya apa yang diajarkan oleh orang tua sulit diterima anak. Gejala itu antara lain tampak dari banyaknya hal yang disukai oleh anak, tetapi dilarang oleh orang tua.

Sebaliknya, banyak hal yang disukai orang tua tidak disukai anak. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebenarnya jalan pikiran anak berbeda dengan jalan pikiran orang dewasa. Untuk itu, orang tua dan guru perlu memahami hakikat perkembangan anak agar dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan jalan pikiran anak.

Belajar sambil bermain merupakan strategi yang tepat bagi anak-anak dalam belajar.

Pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan, dan demokratis akan lebih menarik anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan orang dilingkungannya, baik secara fisik maupun mental.

Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak. Karena bermain adalah keinginan anak secara alamiah. Mainan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kadang-kadang anak lebih mementingkan bermain dari pada makan dan minum.

Kesenangan dan kecintaan anak pada bermain ini dapat digunakan sebagai kesempatan untuk mempelajari hal-hal yang konkret sehingga daya cipta, imajinasi, dan kreativitas anak dapat berkembang.

Menurut Vigotsky seperti yang dikutip oleh Ratna Megawangi, bermain dan aktivitas yang konkret dapat memberikan momentum yang alami bagi anak untuk belajar sesuatu yang sesuai dengan tahap perkembangan umurnya (age-appropriate), dan kebutuhan spesifik anak (individual needs).

Idealnya, anak juga dikenalkan dengan berbagai jenis permainan, baik yang lama maupun yang baru. Manfaatnya adalah mendidik anak untuk mampu memilih dan membedakan apa yang ia butuhkan.

Agar anak mampu memilih, orang tua dituntut mengomunikasikan mainan apa yang boleh dibeli dan tidak boleh dibeli, dilengkapi dengan alasan-alasan. Cara ini secara tidak langsung juga melatih anak untuk dapat menjadi dirinya sendiri. Ia tidak mudah terpengaruh bujukan mainan yang sedang tren, namun kurang bermanfaat.Oleh karenanya, dalam memilih permainan sebaiknya orang tua dan guru tidak asal memilih, tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang terdapat dalam permainan tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa bermain adalah cara yang paling efektif untuk mematangkan perkembangan anak pada usia pra sekolah (pre operational thinking), dan pada masa sekolah dasar (concrete operational thinking), baik di bidang akademik (kognitif), maupun pada aspek fisik dan sosial emosi.

Dengan bermain anak bisa belajar hidup dengan lingkungannya, mengembangkan jiwa sosialnya, bermain peran dengan orang lain dengan disertai perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor anak.