Seiring dengan berkembangnya teknologi serta internet, kita bisa mengakses segala informasi dengan mudah. Ditambah lagi salah satu impelentasi dari perkembangan tersebut yakni semakin berkembang pula platform sosial media sebagai perantara bagi banyak orang dalam mengekspresikan diri atau sekadar bertukar informasi.

Kita bisa memanfaatkan media sosial untuk keperluan tertentu, salah satunya adalah bisnis. Bahkan prospek dari bisnis di media sosial bisa dikatakan cukup menjanjikan karena semakin banyak orang yang membutuhkan dan menggunakan berbagai platform medsos tersebut.

Ada banyak tipe bisnis yang bisa dijalankan seperti jualan online, endorsment, umpan balik artikel, dan masih banyak lagi. Namun di sisi lain tidak hanya bisnis yang biasa kita jumpai yang berjalan, melainkan ada bisnis yang memiliki tujuan negatif.

Beginilah cara penyebar hoax memperkaya diri

cnnindonesia.com

Salah satunya adalah fenomena Hoax yang semakin menjalar bagaikan wabah penyakit di seluruh media sosial. Mereka berhasil memanfaatkan kelemahan banyak orang yang mudah percaya akan suatu informasi. Hal tersebut biasa dilakukan pada pada berbagai moment, salah satunya saat masa-masa pesta demokrasi dan politik.

Biasanya tujuan dari penyebaran Hoax sendiri adalah untuk menggiring opini publik kepada suatu mindset atau pola pikir yang salah untuk menguntungkan beberapa pihak. Penyebaran bisa dilakukan dalam bentuk postingan serta pembuatan artikel. Karena ini berhubungan dengan beberapa tujuan kepentingan pihak tertentu serta afiliasi internet, tentu buzzer hoax telah menjadi industri dengan aliran uang yang tidaklah kecil.

Buzzer sendiri awalnya merupakan suatu strategi marketing untuk mempromosikan suatu produk di media sosial. Namun untuk beberapa kesempatan buzzer beralih fungsi sebagai media untuk mempromosikan sebuah isu, wacana, atau opini yang mempengaruhi publik demi mengangkat pihak-pihak tertentu.

Kemudian seperti yang disebutkan tadi, bahwa perputaran uang dalam Industri ini cukuplah besar. Dikutip dari CNN Indonesia, seorang mantan buzzer bernama Raharja Baraha menyatakan bahwa proyek yang ia dapatkan bersama organisasi buzzernya berasal dari pihak Partai Politik.

Dia sendiri selaku pimpinan proyek dan koordinator tim mendapatkan Rp7 juta setiap bulan. Raharja kemudian akan merekrut orang lain untuk dijadikan tim sebanyak 10 orang. Para anggota tim akan mengantongi uang setiap bulannya setara dengan Upah Minimum Regional (UMR).

Pada tahun 2017 upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp3,3 juta. Tentu cukup mudah untuk menghimpun beberapa orang dengan imbalan UMR tersebut. Apalagi mayoritas orang-orang yang ia himpun sebagai tim buzzer-nya adalah mahasiswa. "Saya sudah 1,5 tahun berkecimpung di konsultan politik ini. Dari 2016 awal sampai 2017 tengah, sampai Pilkada usai."

Para buzzer menyebut dirinya sendiri sebagai konsultan politik. Mereka akan melancarkan aksinya pada musim pilkada maupun pemilu dengan menuliskan berbagai artikel yang memuat opini Serta wacana yang mempengaruhi banyak orang. Dan tak jarang artikel tersebut memuat segala informasi yang tidak benar.

Beginilah cara penyebar hoax memperkaya diri

liputan6.com

"Ini sifatnya proyek-an kalau waktu pilkada ya dari awal mulai sampai akhir. Yang lain kalau isunya kelar, ya proyeknya sudah. Harian juga ada biasanya itu accidental. Perekrutan ini lewat makelar, ke bos saya," ujarnya.

Tidak hanya itu, organisasi ini juga melayani beberapa klien dari pihak kementrian serta perusahaan swasta yang sedang membutuhkan jasa penggiringan opinion Dan mindsett publik.

Meski begitu, Raharja sendiri mengaku telah berhenti dari pekerjaannya sebagai "konsultan politik". Alasannya adalah pekerjaan tersebut tidak menjamin masa depan dan prospek karirnya. Ia lebih memilih untuk kembali bekerja sebagai pegawai dan melanjutkan pendidikan.

"Saya vakum karena tidak ada jaminan hari tua dan tidak ada prospek karir. Kalau gaji memang lebih tinggi dari gaji saya yang sekarang. Akan tetapi tidak ada jaminan apa-apa, tidak ada tingkatan kerja, tidak bisa dijadikan catatan di CV," keluhnya.

Sosial media, tempat favorit penyebaran hoaks.

Tak bisa dipungkiri lagi bahwasannya sosial media merupakan perantara paling efektif dalam penyebaran hoaks. Karena apa, mayoritas masyarakat pasti menggunakan media ini dari beberapa platform yang tersedia. Setiap harinya jutaan user akan menggeliatkan jemari dan memfokuskan pandangan mereka di berbagai platform medsos yang ada.

Menurut survey yang telah dilakukan, penggiringan publik dengan cara melakukan hoaks paling sering dilakukan di medsos. Dari 1.116 responden 92,4 persen menyatakan melihat berbagai berita hoax di media sosial. Sementara 62 persen menyatakan sering mendapatkannya di aplikasi pesan singkat seperti WA atau Line.

Tentunya hal ini sangatlah berbahaya mengingat dengan berbagai artikel serta postingan yang tidak benar, dikhawatirkan publik memiliki persepsi yang salah mengenai suatu golongan. Dan itu sudah terlanjur masuk ke alam bawah sadar serta pemahaman, atau lebih dalamnya lagi dijadikan sebuah pedoman maupun prinsip.

Bukan tidak mungkin permasalahan ini akan semakin meluas. Bahkan dikhawatirkan juga akan mengancam persatuan dan kesatuan dari negara ini. Berbagai pihak termasuk diri kita sendiri kini harus lebih pintar dalam menerima berbagai informasi yang kita baca dan peroleh.

Ada pepatah megatakan, "Satu peluru bisa digunakan menembus satu kepala manusia, tapi satu tulisan bisa digunakan untuk menembus jutaan kepala manusia.." Sebuah tulisan bukanlah hanya sekumpulan kata ataupun kalimat. Tapi bisa digunakan juga sebagai senjata yang ampuh untuk merubah suatu peradaban manusia ke arah yang lebih baik maupun sebaliknya.