Mendekati lebaran, hal yang cukup banyak menghiasi media pemberitaan adalah mengenai bahan pokok atau bahan pangan. Di Indonesia, topik mengenai pangan merupakan hal yang unik untuk dibahas. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki masalah mengenai kesenjangan pangan yang dapat dikatakan cukup terlihat nyata.

Kita ketahui bahwa angka penderita obesitas di Indonesia mengalami peningkatan. Obesitas terjadi dikarenakan penderitanya mengalami kelebihan gizi. Hal ini menandakan bahwa adanya masyarakat yang mengalami asupan gizi yang berlebihan atau melebihi batas cukup.

Hal lain yang mendukung bahwa sebagian masyarakat kita kebutuhan pangannya melebihi cukup adalah dalam angka sampah makanan. Pada tahun 2016, Indonesia tercatat sebagai negara terbesar kedua penyumbang sampah makanan terbesar di dunia dengan rata rata perorang menyumbang 300 kg sampah dalam setahun. Dari sini kita dapat melihat bahwa Indonesia memiliki ketersediaan pangan yang cukup untuk masyarakatnya.

Namun, pada kenyataannya Indonesia sendiri memiliki masalah kelaparan dan kekurangan gizi. Sebagian warga Indonesia mungkin dapat dikatakan mampu memenuhi kebutuhan gizinya, bahkan berlebih sehingga menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan. Tetapi tidak untuk sebagian warga yang lain. Masalah mengenai pangan masih menjerat negara ini. Dilihat dari Global Hunger Index 2018, Indonesia masih masuk kedalam kategori serius terhadap angka kelaparan. Jumlah bayi dan balita yang mengalami stunting dan busung lapar masih menjadi masalah serius di negara ini.

Berdasarkan data-data di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia masih memiliki masalah kesenjangan pangan. Sebagian warga dapat mencukupi kebutuhan gizinya bahkan berlebih, namun sebagian warga lainnya tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya sehingga menimbulkan masalah kesehatan.

Kesenjangan yang terjadi mengindikasikan bahwa pengamalan Pancasila pada butir ke-5 belum terpenuhi dengan baik. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seharusnya dapat ditandai dengan minimnya kesenjangan. Namun kasus kesenjangan yang terjadi di Indonesia terutama kesenjangan pangan menjadi masalah yang masih menghantui negara ini.

Idealnya, jika pengamalan Pancasila sudah terlaksana dengan baik, kita sudah tidak menjumpai kesenjangan pangan. Butir ke lima yang menyatakan keadilan sosial menandakan bahwa seharusnya kebutuhan pokok terbutuhi secara merata baik masyarakat pedalaman maupun kota. Karena pangan merupakan kebutuhan pokok yang penting dalam keberlangsungan hidup. Sehingga, perlu digali mengenai hal hal yang memengaruhi kesenjangan pangan.

Dalam menggali mengenai kesenjangan pangan ini, perlu diketahui kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan pemerintah mengenai masalah kesenjangan pangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Indira Hapsari yang berjudul Faktor faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan dan implikasi kebijakannya di kabupaten rembang, ditemukan bahwa faktor yang memengaruhi ketahanan pangan dikelompokkan ke dalam lima faktor. Yaitu faktor ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, faktor dampak kesehatan, dan faktor fisik alam.

Sementara dalam kerawanan pangan, faktor yang memengaruhi terbentuk ke dalam lima faktor, yaitu faktor sosial-ekonomi, faktor iklim, faktor infrastruktur, faktor lingkungan, dan faktor produktivitas lahan. Dari keseluruhan faktor di atas, dapat kita kaitkan bahwa distribusi pangan memiliki andil dalam keberlangsungan kesejahteraan pangan. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memerhatikan pengolahan pangan juga menjadi hal yang diperlukan sehingga mampu mengurangi masalah kesenjangan pangan.

Maka dari itu selain peran pemerintah dalam memperbaiki distribusi dan ketersediaan pangan, peran masyarakat juga penting dalam ketercapaian minimnya kesenjangan pangan. Pengolahan pangan dan edukasi yang cukup mengenai pentingnya mengatur asupan pangan dalam kehidupan. Apabila masalah mengenai kesenjangan pangan dapat ditekan sampai angka terminim, kita dapat bangga karena menandakan pengamalan Pancasila butir ke lima sudah baik.