Dunia pendidikan saat ini bagai cermin yang retak. Tempat di mana setiap manusia berguru dan bercermin tentang hal-hal yang baik dan positif untuk sebuah peradaban yang mulia. Pendidikan sendiri adalah sebuah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

Pendidikan semestinya mengajarkan tentang kebaikan, penggunaan akal sehat, dan belajar menyelesaikan persoalan dengan nir-kekerasan. Peran pendidikan sangat strategis dalam proses mencetak generasi penerus berkarakter dan berakhlak mulia.

Pendidikan dan pengajaran moral, mental, budi pekerti, etika, dan ideologi tidak cukup jika hanya berlangsung di lembaga pendidikan formal. Akan lebih efektif dan produktif jika proses pendidikannya di lembaga pendidikan formal bersinergi dengan proses pendidikan yang berlangsung di keluarga, masyarakat, dan di lembaga pendidikan non formal.

Kedua hal itulah yang lebih mendesak mendapatkan perhatian daripada menambah beban kurikulum pendidikan yang dalam pelaksanaannya menambah beban di pundak pengelola sekolah, guru, maupun anak didik. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasikan lulusan yang kreatif. Kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi masyarakat bawah atau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

Mahalnya biaya pendidikan dan sistem pendidikan juga memengaruhi peradaban dalam pendidikan. Sering kali lembaga-lembaga pendidikan lebih memprioritaskan dan memerhatikan masyarakat yang keuangannya terjamin dibanding anak dari masyarakat ekonomi kebawah. Dilihat dari banyaknya angka putus sekolah yang terjadi Survei Sosial Ekonomi Nasional atau SUSENAS pada tahun 2015, tercatat masih ada 5,3 juta anak usia 7-18 tahun di Indonesia tidak sekolah, pada tahun 2016 angka menurun sekitar 4,6 juta anak usia 7-18 tahun yang tidak sekolah. Namun, pada jenjang SMK terhitung masih memprihatinkan, penurunan angka putus sekolah tidak terlalu berarti pada 2017/2018. Sistem yang hanya melihat dan menerima anak dengan kemampuan tinggi juga memengaruhi peradaban pendidikan saat ini, karena sebenarnya pendidikan ada untuk mencerdaskan seluruh anak bangsa buka mencerdaskan sebagian anak bangsa.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini di buktikan dengan adanya UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan manusia( Human Devlopment Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala. Faktanya, indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.

Orang-orang lemah dan tidak tahan banting pada dasarnya dapat ditemukan di setian generasi. Namun, dunia pendidikan harus tetap relevan, bukan sebagai penegasan atau kekhawatiran bahwa generasi saat ini dan di masa depan tidak tangguh. Fokus perhatian pendidikan tidak lagi berorientasi pada penjejalan informasi pengetahuan, tetapi lebih pada pembentukan manusia utuh untuk menguatkan identitas dan menguatkan karakter tanpa memandang beda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam dunia pendidikan tidak hanya memikirkan ego semata, tapi harus memikirkan masyarak luas dari Sabang sampai Marauke.