Introvert dan extrovertbiasanya dikenali awam sebagai orang yang pendiam dan orang yang gemar berbicara. Belum lagi dikaitkan dengan rasa malu dan rasa percaya diri. Introvert atau si pendiam, biasanya (juga) dianggap pemalu. Otomatis, Extrovert atau si gemar bicara dianggap memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Bukankah begitu?

Sejarah.

Berkilas ke masa sebelumnya, Carl Jung, seorang psikoanalis dari Swiss mengenalkan istilah ini ke dunia pada tahun 1921. Ia percaya bahwa extrovert menyalurkan energinya ke luar dan introvert ke dalam (diri). Dimana otomatis perwujudannya, yang satu (terlihat) aktif dan yang satu terkesan diam. Padahal pada dasarnya sama-sama aktif, hanya bentuknya berbeda.Sebagai informasi,studi Carl Jung ini yang menjadi referensi dari MBTI atau indikator karakter manusia dari Myers - Briggs.

Kemudian, ada pula pada 1960, Hans Eysenck seorang Psikolog dari Universitas London yang memfokuskan dirinya mempelajari kepribadian manusia. Juga mengakui hal yang sama, benar ada extro danintro. Nantinya Eysenck mengembangkan Eysenck PersonalityQuestionnaire.

Dari sini, sebagian dari kita mungkin akan berpikir: "Ya terang aja dong mereka bilang Extrovert dan Introvert itu ada, secara itu kan bidang mereka."

Mereka yang tidak setuju.

Apakah introvert dan ekstrovert benar-benar ada? Ini penjelasannya

Sebagaimana hidup dalam perkembangan ilmu pengetahuan, kritik atau penolakan tentunya adalah hal yang wajar dan justru diharapkan.Adalah Joshua Spodek, seorang kolumnis yang mengunggahketidaksetujuannya pada kolom Inc.

Ia menyatakan supaya orang-orang segera melupakan hal ini dan tidak lagi bergantung pada istilah ini untuk menentukan karakter diri. Dia berpendapat bahwa ini belum tentu benar secara ilmiah dan justru malah membatasi diri.

Kenapa ia berpikir ini membatasi diri?

Sebab tidak dipungkiri "perdebatan-perdebatan" konstan menyoal kepribadian mana yang lebih baik antara introvert dan extrovert membuat bosan, tidak ada ujungnya, dan terkesan sekadar pembenaran. Belum lagi muncul kepribadian Ambivert yang diaku akan lebih berhasil dalam hidup.

Contohnya mereka yang mengidentifikasi diri ke dalam salah satu kelompok, memilih untuk semakin memperjelas ia adalah anggota dari kepribadian tersebut sehingga tampak menolak untuk berkembang. Misalnya, seseorang yang menggunakan introvert-nya untuk "Ya aku ga bisa kayak gitu, aku introvert!"

Atau malah mereka yang kecewa dengan dirinya yang tidak bisa tampil depan umum dengan rileks padahal dirinya adalah extrovert.

Padahal introvert dan extrovert adalah soal saluran energi. Ada introvert yang percaya diri, ada pula extrovert yang pemalu. Michelle Obama introvert, tapi ia tampil depan publik.Makanya Joshua Spodek bilang: Quit it!

Jadi, sebenarnya ada atau tidak ada?

Dari sisi Neuroscience, hingga kini masih dalam pencarian studi mengenai hubungan antara struktur serta fungsi otak dan kepribadian manusia. Hal ini biasa mereka tanggapi dengan "... is still in the relative Dark Ages."

Di saat yang sama, pada studi 2012 oleh Randy Buckner dari Universitas Harvard, bahwa ada perbedaan pada ketebalan gray area pada bagian prefrontal cortex antara Introvert dan Extrovert.

Area tersebut terkait dengan pemikiran abstrak dan pengambilan keputusan. Gray area introvert lebih tebal daripada extrovert, sehingga Buckner menyimpulkan hal inilah yang membuat introvert cenderung termenung berpikir sebelum mengambil keputusan. Sementara extrovert cenderung mengambil risiko tanpa berpikir lanjut. Dua hal ini tentunya ada sisi positif dan negatif.

Namun, ditemukannya hal ini masih belum menentukan apakah haltersebut yangmenyebabkanintroversion dan extraversion pada manusia. Makanya ini masih dalam pendiskusian para ahli.

Demikian tentang ada atau tidak adanya introvert dan extrovert. Dapat disimpulkan bahwa apa pun karaktermu, jangan jadikan itu sebagai batasan diri. Introvert bukan berarti pendiam dan extrovert juga tidak berarti selalu 'on' setiap saat.

Kamu yang mana?